tiga | kali kedua

104 33 2
                                    

meet;

Lee Haechan as Ares Barran

Lee Haechan as Ares Barran

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Park Siyeon as Vania Alvansyah

Park Siyeon as Vania Alvansyah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari itu berbeda.

Berbeda, karena kini Aldebaran Antariksa berdiri dihadapan Danika Soranya dengan status kenal.

Jika biasanya mereka berpapasan, dengan Ale yang diam diam melirik dan Anya yang tidak melirik sama sekali.  Kali ini, mereka berpapasan dengan Ale yang diam diam melirik tapi nyatanya Anya juga sedang menatapnya.

"Hai Ale!" sapa Anya girang. "Mau kemana?"

Ale tersenyum tipis menjawab senyuman Anya. "Ke sekre OSIS, lo mau kemana?"

"Ke kelasnya Fausta. Dia bikin masalah lagi deh," jawab Anya sambil masang muka bete.

Ale ketawa. "Tapi lo sayang kan, Nya?"

Ale berharap Anya akan mengatakan tidak, tapi nyatanya Anya cuma terkekeh malu dan melambaikan tangannya, "Terserah lo deh. Duluan ya, Le!"

Ale menghela nafas pasrah, kemudian berjalan ke arah sekre OSIS.

"Eh ada pak ketos!" seru Ares Barran ketika Ale memasuki sekre. "Gimana weekendnya?"

Ale melirik teman seper-OSIS-nya itu dengan malas. "Apaansih, Res."

"Aduhh gua tau lu jalan jalan sama yang dari Jakarta itu kan, Le?" goda Ares. "Cantik juga, Le. Bolehlah gua tikung."

"Sinting," desis Ale. "Ngajak perang ya lo."

"Perang? Oh ayok! Gua kan Dewa Perang—"

"Nama lo sama kayak nama dewa bukan berarti lo itu dewa, Ares tolol."

Ale dan Ares sontak menoleh ke belakang—itu Vania Alvansyah, bendahara OSIS yang cantik tapi faktanya bar-bar banget. Dikit dikit marah, dikit dikit ngomel, dikit dikit teriak.

"Ale, lo ngapain ke sekre?" tanya Vania, bingung kenapa ketosnya itu ke sekre padahal ngga ada urusan apa apa.

Ale menepuk jidatnya. "Ohiya lupa! Gue mau ngambil jaket, kemarin Jumat ketinggalan."

"Mau langsung ke kelas?" tanya Vania.

Ale mengangguk.

"Nitip ini dong!" seru Vania sambil menyerahkan buku catatan bersampul cokelat polos. "Punya Fausta. Kenal kan lo sama dia?"

Fakta kedua tentang Vania. Selain bar-bar, cewek ini juga saudaranya Fausta.

Ale terkekeh pelan. "Kenal lah. Langgangan BK masa gue ngga kenal."

Langkah Ale terhenti di depan kelas milik Fausta, dan kalau lelaki itu tidak salah mengira, ada Anya di dalamnya.

Benar saja, ada Anya.

Ada Anya, berdiri di depan Fausta Benjamin dengan tampang galaknya, dengan mulut berkomat-kamit, yang Ale tebak sedang melontarkan omelan kepada Fausta.

Ale mendekat, dan akhirnya pemuda itu bisa mendengar jelas apa yang sedang dikatakan Anya.

"... dibilangin, jangan bandel terus! Udah kelas 11 kamu tuh, Faustaa. Masa gitu doang emosi?! Kayak anak kecil, deh!"

Sementara itu Fausta berdiri di hadapan pacarnya dengan raut wajah bersalah yang paling ganteng yang pernah Ale lihat. Jangan salah, Ale ga demen cowok kok.

"Yaudah maaf, Nya.." cicit Fausta sambil cemberut.

"Ck. Ayo ke UKS dulu! Bibir kamu berdarah kan tuh," kata Anya sambil menarik tangan Fausta ke luar kelas.

Namun langkah Anya terhenti ketika gadis itu menangkap sosok Ale sedang berdiri di depan kelas.

"Eh? Ale?" sapa Anya. "Ngapain?"

Ale mengulurkan tangannya yang menggenggam buku Fausta. "Ini, dari Vania katanya buat Fausta."

Mata Fausta melotot. "ANJIR INI MAH BUKU MATEMATIKA GUAA!!! KIRAIN ILANG, ANJING!"

Detik berikutnya, Fausta mengaduh kencang sambil mengusap bibirnya yang habis dipukul Anya itu.

"Kebiasaan deh bahasanya kasar banget!" bentak Anya.

"Ya namanya juga kebiasaan, Nya."

"Kayak Ale dong!" sentak Anya yang langsung bikin Ale menatapnya. "Kalem, pinter, baik."

"Loh?! Ya Ale kan ketos, Anya! Masa aku disamain sama ketos."

"Ya seenggaknya kan kamu bisa nyontoh dia, Faustaaaa!"

"Ih yaudah, sana kamu pacaran sama Ale aja!"

"Yaudah aku pacaran sama Ale aja!"

Deg

"YA ENGGA BISA LAH! BERCANDA ANYAA," teriak Fausta sambil memeluk lengan pacarnya itu kencang, seakan akan Anya akan kabur dari hadapannya itu.

Ale tertawa canggung. "Gue pergi dulu dah ya? Ta, jangan bikin masalah terus dah. Cape gua denger keluhan guru tentang lo mulu. Entar si Anya kepincut cowok lain baru tau rasa lo."

Ale mengakhiri ucapannya dengan kekehan kecil.

Kayak gitu aja terus, Fausta. Biar Anya kepincut sama gue.

Kekehan Ale disusul tawa kecil Fausta.

"SIAP KETOSKU!" seru Fausta sambil hormat, "terima kasih atas sarannya."

Setelah menunduk 90° ke arah Ale, Fausta menghadap pacarnya. "Jadi ke UKS gak? Bibir aku sakit nih."

Anya berdecak. "Yaudah, duluan ya Le!"

Ale mengangguk dan tersenyum tipis. Pemuda itu diam diam menatap punggung Anya dan Fausta yang menjauh, dan bertanya-tanya di dalam hati.

Apa hebatnya ketos kalo kalah sama murid bandel kayak Fausta?

let me love you ✔Where stories live. Discover now