sembilan | kali kelima

62 22 0
                                    

ale
dmn heh

anya
ketos kok tolol?
depan lu nyet

Ale mengalihkan pandangannya dari hp dan menolehkan kepalanya ke atas, menemukan Danika Soranya berdiri di hadapannya dengan kaos soft pink dan bawahan celana jeans.

Bener bener sederhana.

"Lama banget," kata Ale.

"Yaudah, cepet aja deh. Gue ngga mau lama lama jalan sama pacar orang," omel Anya, walaupun dalam hatinya gadis itu berharap waktu berjalan lebih lambat.

Dasar mulut, selalu ngga sejalan sama hati. Padahal sama sama berbicara.

"Yaudah ayo," kata Ale sambil berdiri dari posisi duduknya.

Hari ini Anya nemenin Ale nyari kado buat mamahnya Ale yang sebentar lagi ulang tahun.

Sebenernya Ale bisa aja ngajak Nayla pas pacarnya lagi di Bandung itu. Tapi tau lah ya gimana situasinya, ngga mendukung banget. Hubungan mereka lagi renggang.

Dan sebenernya Anya juga bisa aja nolak ajakan Ale mengingat status dia udah punya pacar. Apalagi hubungan dia sama Fausta aja lagi renggang kayak Ale sama Nayla.

Mereka sama sama ngga sadar, bahwa yang mereka lakukan ini malah bikin hubungan mereka sama pacar mereka masing masing memburuk.

Atau emang mereka pengennya begitu?

Ngga lah, ya kali

"Bagusnya ngasih apa ya, Nya??" tanya Ale bingung.

"Emang lo biasanya ngasih apaan kalo nyokap lo ultah?" tanya Anya, sama bingungnya kayak Ale.

"Apaan ya? Paling gitu gitu doang. Tas, baju, sepatu.."

"Kalung udah pernah, belom?" tanya Anya ketika matanya tidak sengaja menangkap toko aksesoris di dekatnya.

"Kalung? Ngga pernah sih. Tapi kan mahal, Nya..."

"Ya semahal mahalnya kalung masih mahalan biaya idup lu tujuh belas taun, nyet," kata Anya. "Udah lah, kalung aja."

Ale mikir bentar. Menimbang nimbang bakal sebanyak apa uang yang bakal dia abisin kalau beli kalung buat ibunya.

"Yaudah deh."

Satu jam kemudian, Ale dan Anya keluar dari toko perhiasan tersebut dengan sekotak hadiah untuk nyokapnya Ale.

Sejam? LAMA BANGET EMANG. Mereka sibuk debat. Ale yang pusing mikirin harganya dan Anya yang ngeluh karena kalungnya nggak bagus.

Hingga akhirnya mereka dapet kalung yang cocok buat nyokapnya Ale dan harganya pun pas walaupun tetap menguras isi dompet Aldebaran.

"Mau langsung pulang?" tanya Ale, ngga enak lama lama jalan sama pacar orang ya walaupun suka juga sih.

Lupa sama Nayla, Le?

"Ehh ngga ngga, temenin gue dulu mau beli jedai nih. Jedai gue kemarin potong kedudukan sama sodara gue,"

"Ya udah cepet, entar gue dibabuk Fausta kalo lama lama sama pacarnya gini."

Anya nyengir, kemudian langsung ke lantai atas karena toko yang jual gitu perintilan emang di lantai 2.

Setelah cekcok—sebenernya Anya doang yang ngomel, kayak "IH INI WARNANYA LUCU, tapi ga kenceng haduh" sampai "ya ampun ini perfect banget tapi mahal.."—akhirnya Anya dapet jedai yang dia pengen walaupun masih ngomel dikit dikit.

"Langsung pulang, Nya?" tanya Ale dan Anya ngangguk.

Akhirnya mereka berdua masuk ke mobilnya Ale. Iya, Ale mutusin buat nganter Anya ke rumahnya sebagai tanda terima kasih karena udah nemenin nyari kado.

Tapi, yang namanya Bandung, mau gimanapun juga kalau sore pasti macet.

"Duh, gua milih jedainya kelamaan ya, jadi keburu macet." celetuk Anya gelisah.

Ale ngeiyain dalem hati. "Ngga apa apa lah. Gue juga lama milih kalungnya."

Setelah itu, keheningan mulai datang ke dalam mobil hitam milik Ale.

Ale menengok ke kiri, menatap Anya yang kini sibuk melihat keadaan luar. Menatap Anya, dan diam diam mengagumi kecantikan gadis itu.

Sampai akhirnya, pemuda itu sadar.

Kenapa dia ada di dalam mobil berdua dengan seseorang yang bukan pacarnya, dan mengagumi orang itu diam diam?

"Anya," panggil Ale pelan.

"Hm?"

"Kenapa lo mau nemenin gue hari ini?"

Lima detik, Anya tidak menjawab. Ale membuka mulutnya lagi.

"Fausta tau?"

Kali ini Anya menjawab. "Engga."

"Kenapa?" tanya Ale heran. "Waktu itu lo mau makan sama gue aja bilang bilang Fausta dulu. Sekarang, lo mau nemenin gue keliling mall tapi lo ga bilang apa apa ke Fausta?"

Anya diam. Dia tau persis apa jawabannya, tapi dia tidak menyangka bahwa dia telah melakukannya.

Karena perasaannya berubah.

Karena perasaannya di hari itu—saat bertemu Ale di gramedia—berbeda dengan perasaannya saat ini.

Apa perbedaannya?

Dulu Anya menganggap Fausta segalanya. Sekarang, Anya menganggap Fausta hanyalah pacarnya.

"Ale."

"Hah?"

"Lo tau ini salah," kata Anya sambil tersenyum miris. "Kita sama sama tau kalo yang kita lakuin ini salah."

"Tapi lo tetep ngelakuin ini," tambah Ale.

"Kita. Kita tetep ngelakuin ini."

Keadaan hening untuk beberapa saat, sampai akhirnya Anya membuka mulutnya.

"Gue tau ini salah, Le. tapi manusia boleh salah, kan?"

Sore itu, di tengah tengah kemacetan kota Bandung, mereka mengakui bahwa mereka sama sama salah.

Dan mereka menikmatinya.

let me love you ✔Where stories live. Discover now