lima | kali ketiga

82 24 2
                                    

Hari ini libur. Kalau aja Ale ngga punya banyak tugas, dia udah menghabiskan seharian di rumah sambil video call-an sama Nayla.

Tapi Ale malah berakhir di Gramedia. Bukan, dia bukan nyari novel atau apapun. Dia di sini nyari buku, buat tugasnya.

Gila ya emang, sekolah tuh. Udah nyiksa secara mental, nyiksa dompet pula. Duit Ale kan jadi tipis kalo tugasnya disuruh beli ini itu mulu.

Saat Ale lagi ngeliat liat buku di rak, dan ngeliat buku yang dia cari ada di rak paling atas, Ale ngedenger ada yang manggil dia.

"Ale!"

Ale sontak menoleh, dan langsung bengong ketika mendapati bahwa ternyata yang memanggilnya adalah Anya.

Iya, Anya. Danika Soranya. Yang akhir akhir ini selalu bikin Ale lupa kalau dia punya pacar di Jakarta.

"Loh? Anya?" tanya Ale bingung. "Lo ngapain disini?"

Anya berdecak. "Gramedia bukan punya lo aja kali, Le. Gue lagi nyari novel, lo ngapain?"

"Nyari buku buat tugas," jawab Ale.

Anya mengangguk-angguk. "Udah ketemu? Kalo udah, mau nemenin gue nyari ngga?"

Ale ngga tau dia kesambet apa, tapi dia mengiyakan ajakan Anya padahal dia punya setumpuk tugas di rumah.

Setelah mengambil buku yang dicari, Ale segera berlari menyusul Anya yang sudah jalan terlebih dahulu di depannya.

"Kok ngga bareng Fausta, Nya?" tanya Ale heran.

Iya lah, punya pacar kok malah jalan sendirian? Ya beda kalau Ale, dia kan LDR-an.

"Dia ada urusan, jadi ngga bisa nemenin," jawab Anya singkat. "Lo ngga bareng pacar?"

Ale menggeleng. "Pacar gue ngga di Bandung."

"LDR? Dimana?"

"Iya, di Jakarta."

Anya mengangguk-angguk sambil mengatakan 'oh' yang cukup panjang.

"Lo suka baca novel?" tanya Ale.

Anya mengangguk. "Suka banget."

"Baca novel apa?"

"Hm, apa ya? Gue suka semua sih, tapi kayaknya gue ngga suka novel romance karena kebanyakan novel bergenre romance itu cringe af, tapi gue suka kalo romance nya ngga alay," jawab Anya panjang. "Novelnya Tere Liye, misal."

"Tere Liye?"

"Lo ngga tau Tere Liye?"

Ale menggeleng.

Anya terkikik, kemudian menunjuk ke salah satu buku di rak sebelahnya. "Itu, salah satu bukunya."

Ale cuma mengangguk-angguk paham. "Gue ngga tertarik sama novel, soalnya."

"Iyalah, ketos kayak lo masa iya punya waktu buat baca novel."

Tapi nyatanya ketos kayak Ale punya waktu untuk nemenin seseorang yang bukan pacarnya dan bahkan udah punya pacar.

Anya ngga tau kenapa, dia nyaman berada di dekat Aldebaran Antariksa. Rasanya, dia bisa dekat dengan figur laki-laki yang 'baik dan sempurna', setelah sekian lama bersama dengan Fausta yang nggak ada sempurna-sempurnanya.

Jalan berdua, ngobrol bareng, dan merasa nyaman, ini Anya bukan ngeduain, kan?

Engga lah, Anya bukan cewek cewek di sinetron yang udah punya pacar tapi malah naruh perasaan sama cowok lain. Lagian kan Ale ini temennya, mereka juga ngga sengaja ketemu.

"Udah dapet novelnya?" tanya Ale ketika melihat sebuah novel di genggaman Anya.

Anya mengangguk. "Udah, mau langsung bayar aja?"

Selesai bayar di kasir, entah kenapa, mereka bahkan sama sama tidak mau mengucapkan selamat tinggal.

Gue kenapa sih? batin Anya.

"Le—"

"Nya," potong Ale, "mau makan siang bareng dulu ngga?"

Anya pusing, Anya bingung. Dia pengen mengiyakan ajakan itu, bukan apa apa tapi karena dia memang lapar.

Atau, karena yang mengajaknya adalah Aldebaran?

Tapi Anya juga mikirin, bagaimana perasaan Fausta kalau tau pacarnya malah makan sama cowok lain?

"Hm, gue laper sih," jawab Anya jujur. "Tapi sebentar ya."

Anya mengeluarkan hpnya, buru buru ngechat Fausta yang lagi ada acara keluarga di Medan.

anya
ta
faustaaaa

saustata🐕
apa beb

anya
aku tadi kan ke gramedia, ngga sengaja ketemu ale.
ngga sengaja, sumpah

saustata🐕
terus??

anya
terus dia ngajakin aku makan bareng

saustata🐕
kamu laper?

anya
iya hehe :(

saustata🐕
yaudah makan bareng ale aja sana
daripada kamu sakit gara gara telat makan

anya
gapapa?

saustata🐕
YA GAPAPA LAH. aku bukan cowok cemburuan kali
lagian aku lebih ganteng daripada ale, kan?

anya
wkwkwk iyain aja deh

Anya memasukkan hpnya ke dalam saku, "Ayo Le! Mau makan dimana?"

"Mekdi aja ya? Duit gue tipis," kata Ale. "Tadi habis ngeline Fausta ya?"

"Iya hehe," jawab Anya sambil cengengesan.

"Dia ngebolehin lo makan bareng gue?"

Anya ngangguk. "Untung tuh anak bukan cowok yang cemburuan."

Ale ketawa. "Yaudah, nyebrang yuk? Tuh mekdi nya ada di sebrang."

Ale berdiri di sebelah kanan Anya, karena kebetulan kendaraan datangnya dari arah kanan. Cowok itu, tanpa ragu, meraih tangan Anya dan menariknya ke sebrang jalan.

Anya terdiam, matanya terpaku ke arah pergelangan tangannya yang digenggam erat oleh Ale.

Dan tanpa sadar, Anya tersenyum.

Bukan senyum yang biasa ia lontarkan ke orang orang biasa, bukan senyum yang ia lontarkan ketika menyapa.

Tapi senyum yang ia lontarkan setiap kali Fausta Benjamin membuat Soranya jatuh cinta. Dan sekarang, Anya melontarkan senyuman itu kepada laki laki lain.

Bukan Fausta, tetapi Aldebaran.

Lalu apakah Anya salah, kali ini?




















Salah atau tidak, sepertinya Anya sudah tidak peduli. Karena selepas pulang dari makan bareng di McDonalds itu, mereka chat panjang sampai sampai Ale mengabaikan tugasnya.

let me love you ✔Where stories live. Discover now