II

13 2 0
                                    

Welcome to Oregon! Negara bagian Oregon ada di sebelah utara barat Amerika Serikat. Di sanalah rumah baru kami. Oregon, lebih tepatnya di kota Seventh Pine.

Seventh Pine...em, ya. Kota baru kami ini jaraknya lima setengah jam dari kota pendaratan pesawat kami. Tidak ada ada pesawat internasional yang mendarat di kota kecil ini. Tak ada bandara tedekat. Apapun itulah. Here we are! Siap tidak siap kami memasuki hidup baru.

Seorang rekan kerja ayah ibu yang menjemput kami di bandara. Dengan ikhlas mengantar sampai dalam rumah baru. Mobil milik Robert, itu nama rekan baru ayah ibu, penuh oleh koper dan tas. Termasuk aku, Milo, dan ibu berdesakan di baris kedua bersama barang kami. Ayah dan Robert mengobrol santai layaknya teman lama. Kalau kata ibu sih mereka memang teman lama. Saat kuliah atau semacamnya.

"Berkecimpung di dunia kehutanan dan binatang liar itu luas, tapi tidak seluas itu juga," kata ibu beberapa kali. Kurasa itulah yang mempertemukan mereka dan menyatukan dalam ikatan pernikahan. Lalu menghasilkan aku dan adikku. Dimana kami berdua juga tersedot dalam lingkungan pekerjaan orangtua. Tahu banyak ilmuwan dan profesor. Dan tentu saja keluarga mereka.

Namun aku tidak berniat mengikuti cerita cinta ayah dan ibu. Oh, tentu mereka romantis. Sayangnya bukan tipe romantis yang kuinginkan. Menikah dengan ahli hutan atau ahli binatang liar lah yang aku bermaksud tidak ingin melakukannya. Karena aku juga tidak akan menjadi salah satu dari dua profesi itu. Tapi bukan juga berarti aku tidak menghormati profesi ayah ibu. Aku sangat menghormatinya.

Aku suka hutan dan binatang liar. Aku bertumbuh di alam liar, nyaris secara harafiah. Hidup kami nyaris seperti keluarga Thornberry. Kecuali setelah ayah ibu memutuskan bergabung dengan Taman Nasional. Hutan dan isinya adalah bagian hidupku.
Nah, aku lebih menyukai berkebun. Habitat yang lebih kecil. Lebih mudah kukuasi dan kuperhatikan. Aku juga lebih suka pada tanaman perdu dan herbal. Bau jahe sangat enak.

Namun, di atas semua itu aku ingin menjadi guru SD. Sungguh mulia kan cita-citaku. Ibu agak sedih sangat aku mengutarakan impianku tersebut. Beliau pikir aku akan mendalami tanaman herbal. Ahli biologi atau semacamnya. Jelas kan kalau ayah dan ibu berharap aku berprofesi di bidang yang mereka puja sepenuh hati. Oops!

Kakekku profesor sastra Cina sekaligus ahli kaligrafi hebat. Nenek memberi kursus memasak sambil berdagang perlengkapan dan bahan kue. Grandpa pensiunan insinyur yang cinta pohon. Dan, grandma punya perkebunan bunga disamping menulis buku tentang herbal. Itulah latar belakang keluarga kami. Aku menuruni sedikit ini-itu dari para kakek-nenekku.

"Carlaaa..., masuklah cepat!" ibu memanggil saat aku tertinggal di depan rumah.

Aku berdiri di teras kami. Di undakan kayu menuju teras lebih tepatnya. Aku tengah memperhatikan halaman kami yang tampak habis dipotong rumputnya, dan melamun lebih banyaknya. Well, tak lama lagi akan kuubah jadi apotek hidup halaman ini. Bagus untuk mengisi musim panas kam. Mungkin sekalian berinteraksi dengan tetangga kami. Sekalipun jarak antar rumah tidak dalam hitungan dua atau tiga meter.

"Mbakkk!" Milo berseru dari dalam.

Aku bergegas masuk sebelum ayah, atau bahkan Robert yang masih membantu kami, menyuruhku masuk dengan seruan yang bakal terdengar sampai rumah tetangga.

Robert sangat membantu keluarga kami. Pertama, mencarikan rumah bagus untuk kami. Kedua, menjemput kami di bandara dan mengangkut tumpukan koper kami. Ketiga, dia menyiapkan rumah baru kami untuk layak huni. Dia benar-benar kolega terbaik yang orangtuaku punyai.
Listrik, gas, air dan telepon tersedia sudah. Furniture dasar dari pemilik lama masih ada dan sudah dibersihkan. Kami bisa tidur malam harinya. Belakangan aku tahu Robert juga meminta istrinya, Olga, belanja untuk kami. Dapur kami tidak kosong.

Forest Ranger : Arriving (Completed)Where stories live. Discover now