IV

10 2 0
                                    

Hari-hari di awal musim panasku. Sekaligus hari-hari pertama di Seventh Pine. Dinodai oleh cowok maniak, mesum, delusional, sombong itu. Dia benar-benar datang kembali ke rumah kami. Pagi-pagi seperti janjinya.

Aku tengah berolahraga kecil di depan rumah saat dia datang. Sekitar pukul setengah tujuh lah. Ibu mengajaknya sarapan ketika kami memasuki rumah beriringan. Lalu saat ayah dan ibu berangkat kerja, kami pun mulai bekerja juga.

Aku mencuci piring dan membereskan meja makan. Milo naik ke kamarnya. Cale ke kebun belakang. Entah apa yang dilakukannya setelah rumput sudah dipotongi rapi. Dia membuat keributan di kebun. Aku tidak tergoda mengintipnya.

Kami bekerja sendiri-sendiri sampai tengah hari. Aku hendak membuatkan sandwich untuk makan siang, tapi Milo meminta nasi goreng. Tak repot aku menanyai Cale jika ingin sesuatu. Selesai makan siang Milo dan Cale menuju kebun belakang serempak, meninggalkan di dapur. Milo bahkan menggandeng tangan Cale dengan nyaman.

Aku benci menyaksikannya. Dia kan adikku. Memang siapa Cale itu? Orang asing yang baru bertemu dan sudah menuduhku macam-macam. Cale juga menghinaku. Aku benci dia mempengaruhi adikku.

Sayangnya aku tidak bisa memisahkan mereka, menyela saja tidak bisa. Dapur sekaligus ruang makan kami ternyata kasus besar. Aku harus membersihkan kabinet atas bawah satu persatu, mencuci peralatan makan dan masak, mengatur semua perkakas. Perlu seharian ternyata satu ruangan saja.

Saat ayah ibu pulang, pekerjaan kami belum selesai benar. Pekerjaanku ditunda sebab ibu harus memasak makan malam. Cale yang tinggal untuk ikut makan malam, bahkan sempat memuji kari buatan ibu. Aku menghindari berinteraksi dengannya. Ketika dia memuji ibu, aku diam-diam menggeleng jengkel.

Hari Selasa dia datang pada jam yang sama. Kami sarapan bersama lagi. Bekerja sendiri-sendiri lagi. Makan siang, Milo meminta mie instan yang kami bawa dari Indonesia. Cale yang kembali tidak kutawari makanan lain tidak protes. Selesai makan, mereka ke kebun belakang berdua lagi setelah paginya memperbaiki ruang tamu. Cale menggendong Milo yang tertawa-tawa. Aku yang menyelesaikan kasus dapur lalu beralih ke ruang keluarga.

Pada makan malam berikutnya, Cale bersikap sok manis kembali di depan ayah ibu. Makin membuat mual perutku tingkahnya tersebut. Aku curiga dia punya agenda tersembunyi. Keluargaku dalam pengaruh mantranya. Untung saja aku tidak. Aku tidak akan terpengaruh oleh mulut manisnya.

Entah kenapa, Cale tidak bicara padaku. Sikapnya benar-benar mendorongku sampai tepi jurang kesabaran. Aku mencoba bertahan sekuat hati. Pikiran kupertajam. Dia tidak akan bisa menjatuhkanku lagi, secara fisik maupun mental tentunya.

Namun seakan itu belum cukup. Dia memberiku siksaan lain. Tanpa sadar orangtuaku membiarkannya terjadi. Mereka mengijinkan Cale yang mengantarku dan Milo ke sekolah. Hanya karena kami akan bersekolah di tempat yang sama.

Jadwal tes kualifikasiku jam 9. Pukul 8 Cale datang menjemput kami. Bagusnya aku dan Milo sudah siap di depan rumah. Tidak ada drama menekan klakson kecuali drama Cale turun dari mobil untuk menyapa ayah ibu. Tidak seperti ketika dia menjemput Olga dan sepupu-sepupunya dulu.

"Aku duduk belakang!" Milo mendeklarasikan. Dia membuka pintu belakang sedan perak Cale.

Aku menahannya. "Kau depan," ujarku.

Milo menggeleng kuat-kuat. Dia membuka pintu lagi tanpa menggubrisku lebih lanjut. Masuk ke dalam, duduk senyaman mungkin. Pintu dia kunci dari dalam, memberiku pilihan terakhir, duduk di kursi penumpang depan di samping Cale.

"Apa aku perlu membukakan pintu untukmu?" tanya Cale dengan nada mengejek.

Aku tidak melihat atau meliriknya. "Tidak usah. Aku bisa sendiri." Kubuka pintu dengan kasar.

Forest Ranger : Arriving (Completed)Where stories live. Discover now