III

12 1 0
                                    

"Anjing besar? Kau yakin?" Robert menanyaiku lagi. Untuk ketiga kalinya.

Aku lelah, jadi kuanggukkan kepala sekali saja padanya. Tapi, dia menggeleng sebagai balasan. Robert lalu mondar mandir di depanku, menggumamkan sesuatu, menggaruk tengkuknya. Robert berhenti. Menghadap aku. "Carla—"

"Oh, stop it, honey!" sergah Olga. "Kau sudah menanyakannya tiga kali."

Ya, ya. Dengarkan istrimu, Mr. Becker. Berapa kalipun kau bertanya jawabanku tetap sama. Tidak berubah sekalipun susunan kalimat tanyamu berubah.

"Sorry," dia bergumam. Kedua tangannya diangkat ke udara, tanda menyerah. Lalu berdiri di samping istrinya.

Olga duduk di salah satu kursi makan. Ditarik agak jauh dari meja makan. Aku duduk di kursi makan juga, seberangnya merapat ke meja makan. Ibu ada di belakangku. Tangannya merangkulku erat. Milo ada di kakiku. Diam dan tampak takut. Ayah berdiri di ambang pintu dapur. Beliau sudah ada di sana sejak Robert dan Olga datang. Sejak aku menceritakan untuk pertama kalinya apa yang kualami di pagi hari.

Bajuku sudah kuganti. Sundress berlengan pendek. Aku bertelanjang kaki, sehingga bisa terlihat lebam di sekitar pergelangan kaki. Untungnya darah dan tanah sudah dibersihkan. Begitu ayah menurunkanku di dalam rumah, ibu menarikku. Ibu memeriksaku dari kepala ke kaki. Saat tidak menemukan luka serius, hanya lebam dan sedikit memar, ibu memapahku ke kamar mandi. Ibu merawatku.

Kami lantas duduk di dapur. Milo membuatkan secangkir teh hangat untukku. Setelah menyerahkan cangkir dengan teh mengepul, dia bersimpuh memeluk pinggangku. Kepalanya terbenam di perutku selama dia menangis. Saat itu aku mulai diinterogasi ayah dan ibu, menceritakan kejadian di tepi hutan, dalam dua kali putaran.

Robert dan Olga datang tepat diakhir putaran kedua ceritaku. Mereka kemudian membuatku dua kali lagi bercerita. Olga mengecek diriku sebelum akhirnya menarik kursi. Sementara Robert mulai mondar-mandir. Dia mengernyit, menggeleng, dan bertanya.

"Oke, mungkin begini," Robert bicara lebih tenang "dia tidak menyerangmu. Anjing besar itu mengejar anak rusa. Kau benar melihat anak rusa kan?"

Aku mengangguk. Risih mulai terbit. "Iya. Anak rusa dengan kaki terluka."

"Ya. Anjing itu mengejar rusa..., mengendus darahnya di celanamu..., lalu kau berteriak. Dia kaget lantas berlari pergi."

Ayah tampaknya tidak setuju. Kepalanya tergeleng. "Kecuali itu bukan anjing, tapi serigala."

Robert dan Olga serempak berjengit mendengar tuduhan ayah. Mereka bertukar pandang dengan ganjil. Robert yang bicara kemudian. Sedikit ampak tidak fokus.

"Mungkin. Kami tengah intens memantau kawanan serigala di kawasan ini." Pandangan Robert menjauh dariku. "Serigala tidak menyerang manusia. Perkiraanku sama. Serigala menjauhi manusia. Dia mencium darah rusa, terkejut saat Carla berteriak, lalu pergi."

"Kami mengerti," ujar Ibu lalu mencium pelipisku. "Kita ke kantor sekarang, Sayang. Biarkan Carla istirahat. Banyak hal yang harus kita kerjakan. Terlebih dengan kejadian pagi tadi, mungkin kita bisa sekalian melacak serigala itu."

Ayah tampak terbujuk dengan saran ibu. Beliau menyetujui usulan ibu begitu saja. Sekalipun kulihat pasangan teman ayah tampak tidak yakin. Ayah menyuruh Milo menemaniku istirahat di kamar. Ayah menarikku berdiri lalu memberi pelukan hangat.

"Kunci pintu. Jangan ijinkan orang tak dikenal masuk, kecuali salah satu dari kami yang datang." Ayah menunjuk dirinya dan tiga orang dewasa lain. "Kami akan segera pulang. Jangan pedulikan kiriman. Kami akan menelepon mereka agar mengatur ulang jadwal. Kalian istirahat saja. Terutama kau, sayang." Ayah mengelus puncak kepalaku.

Forest Ranger : Arriving (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang