04 | gak bosen

34 8 0
                                    

"Pak! Kalo bercanda kira-kira napa!" Seru Sera yang hampir saja berteriak.

Hector yang berdiri di depannya itu masih saja sibuk tertawa tanpa suara. Tangan kanannya memegangi perut selagi demikian.

"Saya kan hanya dengar dari rumor. Tapi bagus kalau kamu memang ada niat untuk terima tawaran ini. Kalau begitu saya langsung anggap kamu setuju saja, ya. Dan tentang universitasnya saya udah ada lima calon. Infonya nanti saya kirim ke e-mail kamu."

"Oke," gadis itu mengangguk, "makasih, Pak." Dan dengan begitu keduanya berpisah ke jalan mereka masing-masing.

Mengingat kalau dia sudah tidak bisa lagi tidur di ujung pojok perpustakaan lagi, Sera segera minggat dari tempat itu dan kembali ke kantin. Kali saja kopi susu buatan mbak Mei bisa bikin matanya melek sampai kelas sorenya nanti.

"Sera!" Baru saja lima langkah keluar dari perpustakaan, si kembar langsung menyambutnya dengan seruan serta pelukan erat mereka. Dan itu membuat Sera merasa sungguh tidak nyaman karena tengah menjadi pusat perhatian.

"Woi! Apaan sih?!" Jeritnya sembari berusaha melepaskan diri dari lilitan dua pasang tangan kekar mereka.

"Gua pikir lo ilang. Gua bener-bener gak tahu mesti cari lo ke mana! Mana si Rom nyebelinnya level maksimal pula!" Ujar Tino dengan manjanya-masih di posisi yang sama. Kepalanya menyender dengan rileks di baru kiri Sera yang jelas lebih pendek darinya. Ia memeluk dari depan.

"Sera! Lo jelas tahu sendiri 'kan, kalo Tino itu manjanya level dewa? Dia yang bikin gua lebih kesel lagi!" Adu Romeo, tak mau kalah dengan adik kembarnya.

"Sebodo amat mau siapa yang salah! Yang penting lepasin gua dulu, woi! Gua pengap, Anjir!" Seru Sera lantang-lantang karena kesal.

"Tapi gua kangen." Ujar Tino masih dengan nada manjanya.

"Bodo amat! Lepasin woi!" Pinta Sera sekali lagi masih dengan nada frustasi yang sama.

"Fine!" Seru Romeo dan Tino bersamaan dan keduanya dengan ogah-ogahan melepas gadis yang tadi mereka peluk.

"Lo tadi ke mana aja sih?" Tanya Tino di detik berikutnya.

Sera memutar matanya namun masih menjawab, "Perpus lah! Emang gua tadi keluar dari mana lagi emangnya?"

"Ya abis...abisnya, lo lama bener sih di dalem sana. Gua takut lo kenapa-napa." Jawab Tino, agak ragu-ragu. Sesekali matanya melirik ke arah pintu perpustakaan yang berhadapan dengan punggung Sera dengan kekhawatiran di wajahnya.

Baru saja Sera ingin memutar matanya lagi, tapi ia teringat insiden yang baru saja menimpanya, tadi dan itu berhubungan dengan perpustakaan.

"Sebenernya..." mengalirlah cerita tentang pengalamannya di perpustakaan tadi itu.

"Berani banget sih lo! Pokoknya lo gak boleh lagi ke perpustakaan kalau lagi sendirian!" Kali ini giliran Romeo yang membuka mulutnya. Mendengar cerita Sera itu, sisi protektifnya langsung keluar begitu saja.

Sera hanya bisa mengangguk setuju, bukan hanya karena ia tahu betapa keras kepalanya Romeo tapi jujur saja ia tidak mau lagi mengalami kejadian seperti itu lagi. Untung saja tadi ada profesor Hector, Sera tak habis pikir deh kalau seandainya cuma dia saja yang ada di sana tadi.

"Mau makan es kelapa?" Ajak Tino dengan cengengesan bodoh di wajah tampannya. Tapi Sera tidak menolak.

"Ayo."

• • •

Petang muncul dan matahari tengah tenggelam. Beberapa menit lagi kelas Sera akan segera mulai, dan gadis itu sudah duduk manis di bangkunya sembari meng-scroll aplikasi Instagram. Ia berpangku tangan dengan gaya malasnya.

Sesekali beberapa orang masuk ke dalam kelas. Beberapa hanya untuk mengklaim tempat duduk lalu pergi, dan sebagian lainnya menetap dan melakukan kegiatan yang sama dengan Sera. Tapi tidak dengan lelaki yang satu ini.

"Sera." Mendengar panggilan itu, Sera mengangkat kepalanya. Ia mendapati Ezra berdiri di sebelah mejanya.

"Oi, napa?" Sahutnya tanpa minat. Sudah habis energinya hari ini untuk bermain bersama si kembar, belum lagi insiden perpustakaan.

"Jalan kuy, besok. Gua bosen abis nih." Ajak laki-laki itu sembari kembali ke tempat duduknya, tepat di sebelah Sera.

"Besok ya?" Gumam Sera dengan nada berpikirnya. Tangannya kini kembali bergerak untuk melakukan kegiatannya yang tadi itu.

"Dih, jangan sok jual mahal napa, Mbak eh." Sungut Ezra dengan dahi berkerut.

"Gua harus liat jadwal dulu woi!" Jawab gadis itu, kini menoleh ke arahnya lagi.

"Emang kalo gak jalan sama gua, lo mau ngapain?"

"Gak tahu juga sih. Paling-"

"Paling jalan sama si kembar 'kan?" Terka Ezra, memotong ucapan Sera dan itu membuat Sera mengangkat alis kanannya.

"Mungkin." Jawabnya sembari melipat kedua tangan di depan dada, setelah meletakan ponselnya di atas meja.

Ezra memutar matanya sarkastik, "gak bosen apa lo? Dari kecil maennya sama si kembar, jalannya sama si kembar? Temen sih temen ya, Se, tapi kan gak harus tiap saat sama mereka."

"Gua gak setiap saat sama mereka kok-"

"Oh? Jadi kemaren sore, lo yang pulang ke rumah mereka, apa mereka yang datengin apartemen lo?" Pertanyaan Ezra itu tepat sasaran sekali!

"Tapi 'kan itu bukan urusan lo." Jawaban Sera hanya memperkuat hipotesa Ezra. Lelaki itu tersenyum miring.

"Emang bener sih lo, bukan urusan gua sama sekali tentang hubungan lo sama si kembar. Tapi gua itu juga temen lo, Se. Gua sih cuma ngingetin aja sih sebagai temen, jangan terlalu bergantung sama mereka, Se.

"Karena pada akhirnya kalian harus bertumbuh ke arah lain. Ibaratnya kayak tanaman, masing-masing dari kalian pasti bakal pergi ke sumber cahaya, tapi belom tentu ke sumber yang sama." Ujarnya dengan pandangan teduh khas lelaki itu.

"Apaan sih, lo! So bijak, huh!" Sera tepis habis ide Ezra itu, "lo salah masuk jurusn nih, harusnya lo masuk filosofi aja dah, Za."

Laki-laki itu memasang wajah cemberutnya, "dih jahat lo! Gua kan cuma ngasih tahu, Se."

"Bodo," gadis itu kemudian menjulurkan lidahnya dengan gaya kekanakkan.

"Jahat."

"Tapi kayaknya sih besok gua bisa."

"Nah gitu dong! Itu baru temen!" Kini wajah Ezra berseri-seri dan senyumannya membuat wajah lelaki itu terlihat bersinar. Ia merangkulkan lengannya ke sekitar pundak gadis itu dengan gemas.

"Dih, lo tuh emang ya...giliran ada butuhnya baru baik-baik, manis begini. Coba kalo gua yang butuh lo? Boro-boro dijawab, di-read aja gua udah syukur kayaknya." Ledek Sera sembari melirik ke arah Ezra yang wajahnya tak jauh darinya.

Wajah lelaki itu spontan memerah dan segera melepaskan lingkaran tangannya. Ia bergerak menjauh dari gadis itu dan mengusap tengkunya dengan canggung.

"Yaelah, Zra. Gak usah malu-malu gitu dong." Goda Sera dengan senyuman miringnya. Sudah jadi kebiasaannya untuk menggoda habis si lelaki pemalu bernama Ezra ini.

"Bacot ah."

• • •

Yuhu makasih ya buat yang udah baca. Jangan lupa vote sama komennya ya gais. Thank u, next.

GeminiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang