14 | terangkanlah

41 6 0
                                    

Rasa kesal terus menghantui pikiran mereka. Sepanjang waktu di kelas, keduanya hanya memandang ke depan dengan tatapan kosong. Orang-orang yang melihatnya, mana berani bertanya ada apa. Bukan karena mereka galak atau apapun itu, tapi mereka sungguh terlihat depresi dan sedih bukan main.

Romeo yang akhirnya tersadarkan, menoleh ke arah adiknya, "apartemennya Sera, yuk."

Mendengar ajakan itu, Tino menoleh ke kanannya lalu menggangguk setuju tanpa berkata apapun. Tino menghembuskan napasnya dengan keras untuk kesekian kalinya.

Kelas telah usai semenjak beberapa menit yang lalu dan mereka adalah salah satu diantara orang-orang yang keluar paling belakang.

Keduanya berjalan beriringan dengan jarak yang rapat, sampai-sampai bisa saja ada orang yang bakal berpikir kalau mereka bergandengan. Tapi itulah mereka. Keduanya sangat dekat, fisik maupun batin. Sulit bagi keduanya untuk berpisah, dan mudah bagi mereka untuk saling berbagi terutama jika itu tentang Sera.

Berjalan menuju ke parkiran, akhirnya mereka sampai di depan sebuah mobil hitam. Romeo merogoh koceknya dan mengeluarkan kunci mobil tersebut.

"Eh, gua aja dong yang nyetir—"

Bahkan sebelum Tino berhasil menyelesaikan perkataanya tatapan tajam Romeo menghentikannya dan Tino hanya cengengesan sambil menggaruk kepala bagian belakangnya.

"Jangan macem-macem," ujar kembarannya dengan pandangan tajam khasnya.

"Iya, iya." Sahut Tino dengan cemberut bercandanya.

Lalu keduanya masuk ke dalam mobil tersebut dan melaju menuju apartemen Sera.

• • •

Apartemen Sera,

Beruntung sekali hari ini dia, pagi-pagi betul ia mendapat kabar bahwa dosennya membatalkan kelas karena memang niatannya gadis itu ya untuk bolos hari ini. Dia masih merasakan rasa sakit kepala bekas mabuk subuh tadi.

Jadi kemarin itu, alih-alih mengelilingi Mall, Ezra malah membawanya pulang ke apartemen dan menyuruhnya bersiap-siap karena mereka bakal pergi ke salah satu klub favorit mereka. Sera tentunya mengomeli lelaki itu macam-macam, sebelum menyetujui dan segera memoles dirinya.

Gadis itu membentangkan tangannya ke udara dan merenggangkan tubuhnya sebelum akhirnya menginjakkan kakinya ke lantai marbel dinginnya itu. Ia berjalan keluar dari kamarnya sembari memegangi lehernya dan menariknya ke satu sisi sampai terdengar bunyi tulang yang memuaskan di telinganya.

Sera membuka tirai jendela apartemennya dan seketika satu unit itu menjadi lebih terang. Tiba-tiba terdengar bunyi erangan lelaki dari sofanya. Kepala Sera refleks saja menoleh.

"Woi, terang amat sih!" Seru lelaki yang bisa diindentifikasikan sebagai Ezra dengan suara serak khas bangun tidurnya.

"Heh! Bangun, Bego! Udah siang!" Omel Sera balik dengan sinis. Gadis itu kemudian mengguncang-guncang tubuh Ezra dengan kasar dan jelas saja laki-laki itu kesal.

"Ih, apaan sih? Gua masih sakit kepala!" Seru Ezra balik masih dengan mata terpejam. Ia enggan sekali untuk bangun dari sofa itu.

"Seenggaknya lo mandi kek! Lo bau tahu!" Omel Sera lagi.

Mendengar ucapannya, Ezra terbangun dan langsung menoleh ke arah gadis itu, "masa sih?" Ia mengendus-endus tubuhnya sendiri sebelum mengerutkan hidungnya.

"Fine!" Serunya lagi sembari berjalan masuk ke kamar Sera.

Sera melihat lelaki itu kebingungan, "eh! Lo mau ngapain masuk-masuk ke kamar gua?"

GeminiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang