11 | perasaan bodoh

47 6 0
                                    

"Eh, Rom kok kuping gua berasa panas ya?" Gumam Tino sembari memegangi kedua telinganya.

"Mana sini gua liat." Sahut Romeo sembari menyingkirkan kedua tangan adiknya dari bagian yang ingin ia lihat.

"Oh iya, anjir! Merah banget! Jangan-jangan ada yang ngomongin lo lagi." Ujar Romeo lagi dengan nada bercandanya.

Tapi Tino malah mencebikkan bibirnya, "ah itu kan cuma sugesti doang!"

"Tapi kalo beneran gimana?"

"Ya...gak gimana-gimana sih."

Lalu hening mengisi mobil itu kembali. Keduanya kini sedang dalam perjalanan pulang dari apartement-nya Sera. Setelah kejadian itu, memang tidak ada rasa canggung di antara kakak-beradik itu, namun mereka jelas sekali bisa merasakan perbedaan suasana yang terjadi.

"Mungkin besok giliran lo-"

"Gºblºk! Lo masa gak mikirin perasaan Sera sih?"

"Justru karena gua mikirin perasaan dia gua bilang begini. Kan dia sendiri yang bilang kalau dia gak mau milih. Dia bilang dia gak mau pilih kasih. Ya karena gua udah ambil kesempatan gua, ya mungkin besok itu kesempatan lo, Rom." Jelas Tino dari bangku penumpang di sebelah Romeo.

"Gua gak percaya kalau gua udah biarin lo ngomong begitu soal Sera. Lo pikir Sera tuh mainan yang bisa dibagi giliran dimaininnya?!" Bentak Romeo, walau ia masih fokus pada jalanan di depannya.

Begitu lampu merah menyala lagi, ia menoleh ke arah adik kembarnya dan menatapnya dengan tajam.

Yang dipelototi langsung menghembuskan napasnya, "ya tentu aja enggak! Sera itu berharga, gua ngerti! Tapi kalo dia terus-terusan takut sama cinta, kapan kita bisa dapetin dia? Dan lagi...sebentar lagi kita semua harus pergi ke jalan kita masing-masing. Seenggaknya gua harus tahu kalau dia juga ngerasain hal yang sama kayak apa yang gua dan lo rasain juga, Rom!"

Kali ini giliran Romeo lah yang menghembuskan napasnya. Mulutnya hendak terbuka, namun perubahan warna pada lampu lalu lintas menghentikannya.

"Ya...gua juga mau tahu tentang itu, tapi gimana sama perasaan Sera? Gimana kalau ternyata kita cuma nyakitin dia?"

"Terlalu banyak 'bagaimana kalau' di dunia ini Rom, tapi bagaimana kalau Sera beneran ngerasain hal itu tapi kita gak pernah tahu? Yang perlu kita lakuin ya ambil kesempatan itu dan memberikan yang terbaik." Jawab sang adik dengan senyuman percaya diri di bibirnya dan tatapan lembut.

• • •

Hari telah berganti dan hari ini Sera melakukan ritual paginya seperti biasa. Ia mandi dan memilih pakaian untuk kuliah hari ini dan sarapan.

Menu sarapannya hari ini adalah satu gelas kopi hitam panas, berhubung hari ini kelas pertamanya adalah kelas pagi. Lagi. Hampir setiap hari kelas pertamanya dimulai dari jam sembilan pagi, kecuali hari Rabu.

Sembari menyisip kopinya dengan perlahan, ia menyalakan laptop-nya dan membuka folder yang ia khusus buat untuk kelas-kelasnya. Pagi ini ia ada kelas besar, yang artinya ia bakal sekelas dengan si kembar.

Sera mendecakkan lidahnya bukan karena kesal pada mereka saja tapi ia juga ingin memarahi dirinya sendiri karena telah membiarkan dirinya merasakan perasaan bodoh semacam ini.

Jari-jari lentiknya ia ketuk-ketukkan di atas meja berbahan marbel dengan bentuk seperti mini bar.

"Stop, Se. Jangan jadi cewek gºblºk deh. Kan lo udah pernah, jadi jangan lagi deh!" Omelnya pelan, teruntukkan dirinya sendiri.

"Jangan lagi, jangan lagi." Gumamnya berulang-ulang kali, sesudah ia menghabiskan satu gelas kopinya.

Tanpa mengulur waktu panjang lagi ia mematikan laptop-nya dan menaruhnya di dalam tote bag warna hitam dengan logo Prada berukuran kecil di tengah atas. Kertas-kertas berisi power point serta materi yang sedang diajarkan di semester ini tentunya juga tak ia lupakan.

Setelah memutuskan kalau ia tak mau jadi cewek bodoh berulang-ulang kali dalam hati, Sera pun akhirnya keluar dari apartment-nya dan bergegas ke kampus.

Dengan mobil putihnya, Sera akhirnya melaju ke arah kampus tercintanya.

• • •

Sera jelas saja masih bisa merasakan tatapan dari sekitarnya, tapi ia juga bisa merasakan perbedaan kuantitasnya. Dengan wajah jutek khasnya, ia melenggang ke kelas pertamanya tanpa menoleh ke arah mana pun itu kecuali ke depan, tapi sebuah pembicaraan menangkap perhatiannya.

"...iya, gua rasa sih emang cuma hoax aja sih tuh gosip. Ya kali si Seraphine mahasiswi andalan FT kimia UII begitu. Pasti lah ada yang mau jatohin nama dia!"

Suara itu, Sera mengenal betul suara itu. Itu adalah suara si adik-adik kelas yang sama yang telah menggosipinya juga. Tapi kali ini Sera hanya mendengarkan, dan itu pun murni karena penasaran akan opini publik.

"Ya kan! Gua tahu dia dari SMA. Gua kenal banget deh sama sikap cueknya, gak mungkin lah dia bakal aneh-aneh kayak yang di Hoax itu!"

"Eh, tapi di balik pintu tertutup siapa sih yang tahu sikap asli dia?"

"Ya si kembar lah!"

"Woi mantep bener dah lo! Yuk tanya yuk! Ya, buat konsumsi sendiri aja!"

Gadis itu menggelengkan kepalanya, ternyata bibit gosip mereka sungguh unggulan. Mereka mencari gosip sampai ke akarnya. Sera memutar bola matanya sejenak sebelum kembali melanjutkan perjalanannya ke kelas.

Sesampainya di kelas, Sera mengedarkan pandanganya ke seluruh penjuru kelas. Seperti biasa ia selalu datang lebih awal, jadi ia bisa memilih tempat duduk sesuka hatinya.

Entah mengapa, tapi gadis itu kembali merasakan debaran di hatinya. Kejadian itu terulang lagi di kepalanya. Dengan kesal Sera memijit pelipisnya.

"Lupain dong," pintanya dengan nada berbisik. Namun ruangan itu sangat kosong sampai-sampai orang yang baru saja masuk ke dalam kelas itu bisa mendengarnya.

"Lupain apa?" Pertanyaan itu membuatnya terkejut, tapi yang mengeluarkan pertanyaan itukah yang membuatnya lebih terkejut.

Tino tersenyum bodoh ke arah Sera, "hai! Lo udah enakan, Se?" Tanyanya dengan seluruh perhatian tertuju pada gadis itu.

Sera baru saja ingin membuka mulutnya untuk mengutukki Tino namun suara lain mengganggunya.

"Woi! Selalu deh lo begitu! Tungguin gua napa sih?!" Protes sang kakak kembar yang baru kelihatan batang hidungnya.

Yang diomelin hanya cengengesan bodoh. Sera sendiri jadi merasa biasa saja, jantungnya kembali berdegup normal. Karena Tino masih saja kelihatan seperti Tino yang ia pertama kali kenal.

"Eh, iya Se. Lo udah mendingan?" Tanya Romeo yang memilih untuk duduk di sebelah kanan Sera, seraya Tino duduk disebelah Kirinya.

"Hah mendingan? Emang mbak Sera kenapa?" Suara lain menginterupsi keduanya untuk mendengar jawaban dari gadis pujaan mereka, dan itu membuat Romeo dan Tino menghembus napas mereka kesal.

"Woi! Lo mah ganggu aja!" Omel Romeo yang tidak bisa menahan lidahnya. Ia kesal betul pada Oliver, si lelaki yang terkenal karena sikapnya flamboyant itu.

"Aduh, si mas mah sensi mulu sama saya! Entar jadi demen loh!" Seru Oliver sembari mengedipkan matanya dengan genit. "Eh, tapi beneran, emang lo kemaren kenapa mbak Sera? Gua denger lo bolos masa?"

"Emang gua bolos kemaren." Sahut Sera santai, dan itu berbanding terbalik dengan reaksi Oliver.

"Lo sakit ya?"

"Enggak, cuma ya..."

"Cuma apa?"

"Ya ada deh."

• • •

to be continued

GeminiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang