13 | sepemikiran

51 12 0
                                    

Unedited...

• • •

Duduk di lantai pada sore hari yang sedang kebetulan hujan ini sembari menatap jendela besar dari ketinggian lantai dua puluh delapan adalah rutinitas Sera, biar pun tugasnya menumpuk, tapi pasti akan ia luangkan waktunya sejenak untuk istirahat. Tapi kali ini ia tidak sendirian. Si kembar ada di apartemennya lagi.

"Lo mau minum apa, Se? Susu hangat atau teh?" Tanya Tino yang sedang mengekori kakak kembarnya di dapur kecil gadi itu.

"Teh aja." Jawabnya lantang, sembari terus menatap rintik-rintik hujan.

Tino, masih dengan ekspresi khasnya, memberitahukan hal itu kepada sang kakak karena keahliannya di bidang kuliner benar-benar nol besar biar pun itu hanya memasak air ataupun menyeduh teh.

Sang kakak, Romeo, mengangguk dengan wajah serius dan segera melaksanakan tugas tersebut. Di saat Romeo selesai menyalakan termos listrik ia menggeser tubuhnya untuk bersandar pada meja bar-nya Sera sembari melipat kedua tangannya di depan dada, mengakibat munculnya lekukan-lekukan otot-otot bisepnya.

"Oh ternyata cuma tinggal dicetek aja toh caranya." Gumam Tino sembari menggaruk kepala bagian belakangnya dengan gaya yang menggemaskan, tapi tidak demikian di mata kembarannya. Romeo memberikannya pandangan tajam dan menghembuskan napasnya dengan kasar. Adiknya hanya tertawa kecil, sebelum melangkah mendekat dan bersandar di sebelah kakaknya.

Lalu setelah itu hening. Hanya terdengar bunyi rintikan hujan yang kian menderas dan

"Tapi mungkin kata-kata lo itu ada benernya juga," ujar Romeo memotong keheningan yang terjadi beberapa detik yang lalu.

Tino mengangkat kepalanya untuk menatap kakak kembarnya lekat-lekat. Senyum miringnya muncul menghiasi wajah.

"Akhirnya," sahut lelaki itu dengan senyuman semakin lebar, "karena gua gak tahu lagi kalau gua bisa tahan semua perasaan ini lebih lama lagi atau enggak. Lo tahu sendiri gua gak mau tinggalin lo gitu aja, tapi kemaren-kemaren itu lo mempersulit segalanya, Rom. Dan sekarang, gua bersyukur jalan pikir kita udah sama lagi."

Tino mengulurkan tangan kirinya untuk merangkul Romeo, dan sang kakak tidak mengelak dari kontak fisik tersebut. Alih-alih, ia pun juga merangkul kembali saudara kembarnya itu.

"Gua mau, kita bisa dapetin hatinya Sera. Dan gua mau kalau kita...kalau dia milih kita berdua tanpa ada salah seorang dari kita ditinggalin gitu aja." Ucap Tino bagai sebuah Doa, karena ia mengucapkan kata-kata tersebut dengan penuh hikmat. Romeo yang masih berkontak mata dengan adiknya, mengangguk dengan penuh kepastian dan tekad.

Bertepatan dengan itu, bunyi air mendidih menyela mereka dan menarik perhatian, bukan hanya si kembar, tetapi Sera juga. Gadis itu mendatangai dapurnya hanya untuk menemukan si kembar tengah rangkul-merangkul dengan mesranya. Dan itu adalah kejadian langka.

Sera yang kala itu sedang merasa kalau keberuntungan ada di pihaknya, langsung sujud bersyukur kepada Tuhan yang Esa saat mengetahui kalau ia tengah menggenggam ponsel. Segera saja ia menangkap momen itu, tanpa menyianyiakan sedetik pun.

"Woi, apaan sih?! Apus, gak?!" Jerit Romeo karena ia mengerti betul cara berpikir gadis pujaan hati mereka itu.

• • •

"Jadi, ini tinggal gua kali sama X terus gua masukin rumus yang tadi...terus, dapet hasilnya gitu? Yaelah kalo kayak gini mah gua juga bisa kali." Tanya Ezra yang kini tengah berlutut di depan meja sahabat perempuannya itu.

"Yaudah kalo bisa kenapa mesti tanya gua?" Sewot Sera dengan pandangan mematikannya. Yang diomeli hanya bisa cengengesan bodoh.

GeminiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang