54. Gelisah

206 6 0
                                    

Malam tiba. Acara makan malam bersama dimulai. Alkan sangat rapih terlihat, dan Syila terlihat cantik dipandang. Mereka seperti biasa membicarakan tentang pernikahan Alkan yang sebentar lagi dilangsungkan.

Alkan hanya terdiam dengan wajah datarnya.

Nino memberi hormat dan ia mendekatkan dirinya pada Alkan

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Nino memberi hormat dan ia mendekatkan dirinya pada Alkan.

"Maaf Pak Alkan, ada yang ingin saya bicarakan pada Bapak," bisik Nino di sela acara makan malam mereka.

"Oke sebentar," bisik Alkan.

"Maaf semuanya. Saya ada perlu sebentar." Alkan meminta izin pada semua orang untuk keluar.

"Perlu apa Alkan? Kami lagi makan, kamu gak sopan tiba-tiba bicara seperti itu." Pak Deni geram.

"Tapi Ayah, aku mohon ini menyangkut perusahaan, client aku dari Hongkong datang hari ini dan ini sangat penting Ayah, aku permisi."

Syila merasa sedih dengan perginya Alkan. Alkan dan Nino pergi dari restoran. Bukannya menemui client yang dari Hongkong, Alkan dan Nino malah pergi ke cafè.

"Akhirnya gue bisa bebas dari sana," gumam Alkan

"Maaf Alkan, apa ini gak keterlaluan? Kamu merencanakan ini semua saya sedikit takut."

"Kamu santai aja, rencana pelarian saya gak akan ada yang tau. Lagi pula saya udah gak betah di sana, bosenin tau gak."

"Mas, minta kopi latte dua," ucap Alkan.

"Baik Pak."

"Alkan, gimana perasaan kamu ke Hani?"

"Saya mau Hani kembali sama saya. Saya gak mau pernikahan ini terjadi. Apapun itu, saya gak mau ini terjadi."

"Alkan, kamu jangan ngelakuin hal gila lagi, ini bisa berdampak buruk."

"Dari pada saya harus kehilangan Hani, apapun saya lakuin buat gagalin pernikahan ini."

Berkas-berkas sudah memenuhi kantor Alkan. Merasa pusing dengan hidupnya, Alkan pergi sekedar mencari udara segar keluar. Heru melihat Alkan yang sedang meminum secangkir kopi. Heru menghampiri bosnya itu.

"Alkan!"

"Heru, kamu ngapain ke sini?" tanya Alkan bingung,

"Kamu sendiri ngapain di sini? Nih saya habis ngambil kopi, oh iya, bukannya kamu mau nikah ya? Selamat ya."

"Saya gak perlu ucapan selamat Her."

"Loh kok...." Heru menatap wajah Alkan yang menyimpan banyak sendu dan makna yang membuat dirinya penasaran.

"Hey kenapa? Ada masalah?"

"Heru menurut kamu, dua orang saling cinta tapi gak bisa bersatu, kamu tau maksud itu?"

"Dua orang saling cinta tapi gak bersatu?" tanya Heru dengan sedikit senyum tipis.

"Iyaa," jawab Alkan dengan menatap Heru.

"Heh Alkan, sorry nih saya panggil nama aja. Gini Ya, dua orang saling cinta itu pasti mereka bisa bersama lah. Kalau gak begitu ya bukan jodoh namanya."

"Kalau ada suatu kendala yang bisa memisahkan mereka gimana?" tanya Alkan dengan lugu.

"Jawabannya ada di mereka. Mereka mau berjuang ngejar cinta mereka atau stuck sampe situ aja. Tumben banget nanya soal cinta, lagi jatuh cinta ya?"

Alkan langsung pergi meninggalkan Heru.

"Alkan, Alkan, mau ke mana? Kok malah pergi sih!" teriak Heru.

***

Alkan di kantor memikirkan kata-kata Heru yang terngiang dipikiran maupun pendengarannya.

"Pak Alkan, apa yang blBapak pikirkan?" tanya Nino.

"Oh nggak kok. Oh iya Nino, tolong kirim karangan bunga untuk firma barunya Rudi."

"Rudi? Rudi temen Bapak?"

"Iya, dia baru aja bangun firmanya sendiri setelah lima bulan keluar dari perusahaannya."

"Oh gitu, baik saya akan kirim sekarang."

"Jam satu saya ada jadwal apa?"

"Bapak gak punya jadwal jam satu ini."

"Bagus lah, saya sekalian mau kunjungin Rudi deh."

Siang kemudian, Alkan pergi ke Firma milik Rudi. Rudi dulu pernah berkunjung ke kantor Alkan sekali, namun mood Alkan waktu itu sedang tak baik-baik saja.

"Alkan, Alkan sahabat gue. Lo dateng juga," ucap Rudi lantas memeluk Alkan.

"Rudi, sorry ya gue ga nemuin lo akhir-akhir ini, lo tau kan gue?"

"Slow men, lo sahabat gue yang paling sibuk," ujar Rudi sambil menepuk pundak Alkan.

"Lo bilang apa?"

"Nggak, becanda kok. Ya udah duduk dulu, kita minum-minum teh dulu bentar."

"Eh iya selamat ya atas firma lo, semoga lancar."

"Thanks."

"Pak Alkan, saya sudah kirimkan karangan bunganya." Nino datang. Ia pun memberi hormat juga pada Rudi.

"Oh iya makasih."

"What? Formal?" tanya Rudi heran.

"Iya lah, gue Direktur perusahaan, wajib gue harus formal." Alkan terkekeh.

"Kok lo gak formal sama gue?" tanya Rudi senyum.

"Ah elah, lo kayak baru aja sama gue, geli kalau gue formal sama lo."

"Eh, gue denger lu mo nikah? Sama Hani?"

"Dari mana lo tau?"

"Gue denger dari karyawan, sebenernya ni Al ... gue sempet ke kantor lo dua hari lalu, katanya lo gak ada, lagi pertemuan. Gue mau ngundang lo datang ke firma gue, terus gue denger karyawan lo pada ngomongin soal pernikahan lo."

"Oh iya, lo pernah chat gue lo pernah ke kantor."

"Sama siapa? Hani?"

"Bukan!"

"Lah kok, sama siapa?"

"Aduh udah deh males gue ngomongin soal ini. Oh iya Rud, maaf atas kejadian waktu itu ya."

"Slow aja. Gue ngerti."

"Gue udah harus balik nih ke kantor."

"Lo bentar banget, gak mau minum soda dulu gitu," ejek Rudi.

"Lo ngajak ribut Rud?" jawab Alkan dengan senyum tipis.

Rudi terkekeh geli.

"Iya iya gue bercanda, kapan-kapan gue ke kantor lo, gue mau nanya soal itu lagi. Satu lagi, undang gue kalau emang lo bener-bener nikah."

"Yupss, semoga lancar. Good luck bro, see ya."

***

Rama datang ke restoran. Ia membawa sekotak es krim untuk Hani hari itu.

"Rama!"

"Nih es krim buat lo, juga buat seluruh karyawan di sini."

"Wah beneran ini Pak Rama?" tanya salah satu karyawan.

"Iya makan aja, ayo semuanya makan es krim."

"Rama, lo apa-apaan ini tumben banget." Hani senyum menyeringai.

"Ya kenapa? Selama ini kan gue cuma bawain lo doang, ya gue sekalian aja beliin mereka."

"Wah makasih Pak Rama," sahut Resa

"Makasih Pak," sahut para karyawan.

"Rama laki-laki baik. Kadang dia perhatian sama orang lain, kadang juga suka bikin ketawa orang. Dia tetap tegar padahal gue udah nolak dia," batin Hani menatap penuh wajah Rama yang tersenyum.

MOONLIGHT (Love in Business)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora