12. Sedikit Menuju Kerumitan

301 51 19
                                    

Jihoon menatap tanpa kedip pada secarik foto di tangannya, seolah selembar kertas itu dapat hilang terbawa angin jika ia berkedip barang sedetik. Tidak. Jihoon tidak sedang melotot sekarang. Ia hanya sedang-apa ya..


"Jihoon, ada apa dengan fotonya?"

Suara berat itu mengalihkan fokus Jihoon. Ia menoleh pada sumber suara; pamannya yang baru keluar dari dapur. Sedang membawa secangkir kopi hitam.


Jihoon tersenyum sekilas, "Tidak apa-apa paman. Hanya...rindu."

Si paman bertelinga lebar menyesap kopi hitam miliknya. Ia hanya benar-benar minum kopi asli yang ditumbuk atau dihaluskan asal kalian tahu, bukannya kopi sachet instan sembarangan.

Lidahnya terlalu berharga untuk minuman murah begitu, cih. hahaha. hanya bercanda.


Chanyeol adalah paman yang baik. Ia duduk lebih mendekat kepada Jihoon di sampingnya. Tersenyum sambil menunjuki masing-masing wajah dari foto yang Jihoon genggam.




"Jadi, kau paling merindukan yang mana?"

"Eh?" Sejenak Jihoon berpikir.

"Tentu saja! Aku paling merindukan yang ini!"

Chanyeol tertawa lebar melihat tingkah Jihoon. Bocah delapan belas tahun itu.. bagaimana bisa ia menunjuk wajah sang paman. Si paman Chanyeol yang sedang tertawa lebar pula di foto.



"Aigoo.. Kau benar-benar menyukai paman ya?"

"Tentu saja! Paman adalah yang paling baik hati dari semua orang di foto ini." Jihoon menunjuk satu persatu wajah lain. "..apalagi dua orang ini..ini. jahat sekali mereka." Si Park tersenyum aneh; tidak jelas.

"Sudahlah.." Chanyeol mengacak-acak rambut coklat keponakannya. "Mereka kan orang tuamu. Jihoon tidak boleh bicara seperti itu."

"Ya.. semoga mereka bahagia di sana."


***


Memang belum pukul setengah tujuh, tapi pagi itu tumben sekali seorang Guanlin sudah duduk manis di bangkunya. Tidak manis-manis juga, sih, ekhm. Mana ada orang manis yang sedang menyalin pekerjaan rumah si teman di sekolah. Tidak ada. Tidak ada kecuali Lai Guanlin. Karena nyatanya pemuda itu memang manis, dan juga tampan.

Tolong, berhenti meng-elu-elu-kan bahwa Guanlin itu tampan, rupawan, dan sebagainya. Guanlin sudah menyadari itu sejak kecil saat dirinya mulai mengetahui fungsi cermin.

Selain tampan, Guanlin itu, ahli dalam banyak hal. Matematika, fisika, berhitung itu mudah baginya. Hanya dengan mendengar penjelasan singkat saja, rumus-rumus yang tiada habisnya itu seperti sudah melekat saja pada otaknya. Nilai kimianya-pun terbaik nomor dua se angkatan di sekolahnya. HAHAHAH. Teori-teori random seperti itupun bisa dipahaminya dengan mudah.

Tapi kalau sudah urusan sejarah pra-sejarah dan urusan berbau politik, Guanlin angkat tangan saja. Berat katanya, otaknya tidak mampu. Biar yang ahli sejarah dan yang ingin jadi menteri saja.

Dan oiya.. sebenarnya.. Guanlin juga pandai bermain basket. Ah, bahkan dulu di Taipei ia adalah leader untuk tim nya yang mendapat peringkat pertam--


BERHENTI. Berhenti menyanjung lebih banyak tentang Guanlin, saudara sekalian.. Kalian tidak tahu, kan? Seberapa tinggi ia bisa terbang nanti.



Di tengah si Lai yang khidmat menulis jawaban, tiba-tiba sebuah ransel mendarat di kursi sebelahnya. Guanlin mendongak sedikit menatap si pelaku yang duduk di sampingnya.


"E-eh? Tumben kau sudah datang, Lin."

"Ini. Untuk ini." Guanlin mengangkat buku tulisnya. "Tugas sejarahku masih putih bersih kemarin malam. Untung sekarang sudah tidak lagi. hehehe."

"Oohh.." Respon yang singkat dari Jinyoung. Karena sekarang ia sedang sibuk mencari sesuatu di dalam tas miliknya.

Guanlin kira Jinyoung sedang mencari buku tugas sejarah untuk diberikan padanya. heheheh. Namun ternyata, perkiraan itu salah. Tangan kurus Jinyoung keluar dari dalam tas membawa kantung plastik berisi dua roti basah kemasan dan air mineral, bukannya buku tulis.

OOOO HAHAHA.



Guanlin memandangi Jinyoung dengan raut kecewa, dan sedikit malu. hahahha. Ia lupa bahwa Jinyoung adalah makhluk dengan tingkat kepekaan yang kurang.


"Mau?" Jinyoung mengarahkan satu bungkus roti rasa mocha pada Guanlin.

"Ah, tidak usah.. Daripada makanan, aku lebih butuh buku tulis sejarahmu sekarang. hehehe."

"Oke." Dengan tangan yang masih memegang sebungkus roti, tangan yang lain mengambil buku dari tas. Kemudian ia berikan pada Guanlin si teman yang lemah dalam pelajaran sejarah.

"Weheee.. Terima kasih, Jinyoung-ah." Guanlin tersenyum lebar. "Tumben makan roti pagi-pagi. Ada apa?"

"Itu.. Kak Suzy dan Kak Binnie pergi untuk beberapa hari. Jadi aku tidak sempat untuk membuat sarapan."

"Beberapa hari? Wahhh.. Kau bisa banyak menghabiskan waktumu bersama Park Jihoon kalau begitu."


Benar. Guanlin benar.

Mengapa Jinyoung bisa lupa?



Mengapa Jinyoung bisa lupa?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Uuu..
Maaf ya acuu tidak bisa update sesering dulu :'''

GOING CRAZY •bjy pjh•✔Where stories live. Discover now