23. Full of Flashback (e)

239 30 21
                                    

Aku dikhianati oleh orang yang paling kupercaya. Aku dikhianati oleh keluarga terlamaku. Aku dikhianati oleh orang yang paling berharga dalam hidupku. Jihoon hyung itu keluarga, sahabat, dan kakakku. Tapi Jihoon hyung juga-lah yang mengkhianatiku.


 Tapi Jihoon hyung juga-lah yang mengkhianatiku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Aku berusaha menatap matanya, namun ia juga terus merunduk menatap bawah.

Aku tahu ia merasa bersalah, aku tahu sebenarnya ia juga tak menginginkan ini semua. Tapi demi sebuah bakti terhadap orang tua baru--yang telah melepaskannya dari gelar 'yatim piatu'--hyung melakukannya. Ia membiarkanku diculik oleh ayahnya sendiri.

Jangan tanya bagaimana perasaanku..


Daripada sebuah rasa marah, aku lebih memilih kecewa.Tapi kecewa jauh lebih melukai. Itu seperti akan mencabikmu secara perlahan dan dalam. Menembus hati hingga terasa sakit sekali. Bahkan jika kau sudah menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, rasanya masih kurang, dada mu masih sesak, dan sulit bernafas. Lalu perlahan seperti ada sepasang tangan yang mencekikmu hingga kau benar-benar tidak bisa bernafas lagi. Itulah definisi dari terkejut dan kecewa yang berlebihan. Jangan dibayangkan!


Ia sedikit mendongak dan melirik ke arahku, seperti mendapat kesempatan, aku tidak menyia-nyiakannya. Kutatap langsung pada bola mata hitam bersinar miliknya--yang sekarang sayu. Hyung juga menatapku, lalu ia menggerakkan kecil bibirnya, seperti sedang bergeming sesuatu.


'Maaf.'

'Maaf.'

'Maaf.'


Dan ia terus mengatakannya. Tidak ada yang lain.






"Jinyoungie, jangan takut ya, tenang saja... Ikuti saja kata paman, kau tidak akan terluka." Ucap paman dengan santainya.


Oh. Bagaimana aku bisa tenang?

Diculik bukanlah sebuah hal yang menenangkan dan wajar. Bagaimana aku bisa tenang meski diculik oleh pamanku sendiri? Yang namanya penculik pastilah punya niat jahat.



Paman merogoh sakunya, membuat jantungku semakin berdebar. Takut-takut itu adalah sebuah pisau, atau pistol, atau bisa jadi rokok yang dapat menyiksaku perlahan. Aku menelan kasar ludahku.Tapi ternyata benda lain keluar dari sakunya; sebuah ponsel.


"Aku akan menelfon papa dan mama mu untuk ke sini.."

Paman merogoh saku celananya yang lain.

"...buatlah lebih mendramatisir, Jinyoungie."

Sebuah pistol didekatkan pada keningku.



Aku kaku seperti mati.



Teganya.. teganya seorang paman melakukan ini pada keponakannya sendiri.

GOING CRAZY •bjy pjh•✔Where stories live. Discover now