34. Akhir

309 34 12
                                    

Dan di dalam kesendirian... sampai kapan Jihoon dapat bertahan?

 sampai kapan Jihoon dapat bertahan?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oh, hampir lupa. Jihoon itu kuat! Mentalnya kuat dan tidak lembek seperti kawannya yang mati bunuh diri karena dirundung kesakitan mental. Jihoon berbeda, atau lebih tepatnya...sedikit berbeda.

Sekarang, Park Jihoon tidak sekuat dulu. Park Jihoon yang ceria sudah lenyap saat badai perasaan menghantamnya.

Memang mentalnya tidak lembek, namun menciut perlahan dan bahkan nyaris habis.
Seperti bola ping-pong; ringan, kecil, dan terombang-ambing.

Jihoon itu...

Tidak ada lagi senyum semangat yang terentang di wajahnya saat akan berangkat sekolah. Tidak ada Jihoon yang bahagia dibarengi semangat kawan-kawan di belakangnya. Tidak ada acara hapkido yang dulu sering menyita waktunya. Tidak ada. Tidak ada apapun yang berwarna di hidupnya. Meski saat sampai di rumah masih disambut oleh Pamannya yang ramah dan berhati emas, namun kehidupannya masih hambar. Rasa warna-warni yang selalu menemaninya kini bagai hembusan angin; hilang, pergi, dan tidak akan kembali dengan sama.

Menyeret kakinya hingga sampai rumah, acara sekolah Jihoon hari ini sudah selesai. Ia hanya akan berjalan dengan pikiran hampa yang bahkan tidak terisi dimana arah jalan pulang.

Pulang dan sampai ke rumah dengan selamat. Setidaknya tempat tinggal lebih baik dari apapun juga untuk penangkal hampir depresinya. Tapi entahlah ini efek dari mental Jihoon, atau memang jalan raya yang sekarang ia lewati kian hari kian sepi (seperti perasaannya). Sehingga suara langkah kaki Jihoon yang tanpa tenaga terdengar sampai masuk ke rungunya. Satu atau dua kendaraan bermotor hanya akan lewat dengan bunyi yang tidak ugal-ugalan.

Kedamaian atau kesepian. Tidak tahu apa yang tepat untuk menggambarkan. Perbedaannya sangat tipis, tapi maknanya berbanding terbalik. Mungkin jika diibaratkan lingkaran, jaraknya seperti dari 0° - 350°. Jika berlawanan arah jarum jam maka akan berjarak kecil, namun jika searah jarum jam jaraknya jauh dan melelahkan.

Faktanya hidup dan kehidupan itu rumit. Susah untuk diatur dan mengatur.

Meskipun ingin langsung cepat pulang, namun Jihoon merasa kasihan pada seorang pemilik toko kelontong yang ada di pertigaan jalan. Seorang kakek dengan kepala dipenuhi uban dan kacamata bulat bening yang bertengger di hidung keriputnya--sedang duduk menatap jalanan dari balik meja tuanya. Sambil sesekali menggesek kedua tangan dan mengeratkan jaketnya. Setiap hari Jihoon lewat, setiap hari itu pula Jihoon tidak pernah melihat satu orang-pun pembeli masuk ke toko tersebut. Rasanya seperti melihat sosok Jihoon sendiri yang kesepian.

Jadi dengan mengesampingkan rasa ingin pulangnya, Jihoon melangkah masuk ke toko kecil tersebut.

"Permisi." Jihoon membungkuk sopan.

Senyum menghiasi wajah keriput si kakek. "Wah.. akhirnya.. silahkan anak muda, sedang cari apa?" Ujar si kakek dengan perlahan. Seolah Jihoon adalah kaca kecil yang harus dijaga.

GOING CRAZY •bjy pjh•✔Where stories live. Discover now