29. Penghabluran

301 29 8
                                    


"A-aku--aku menyayangimu, hyung... Aku-hhhh-mencintaimu." Suaranya bergetar dengan nafas.

"Huh? Apa?"


Kalimat terakhir yang Jinyoung ucapkan spontan membuat Jihoon terjingkat. Ia menepuk pipi yang lebih muda agar terbangun, "J-jinyoung! Apa maksudmu? Hah?"

Namun Jinyoung tidak membuka matanya yang sudah terpejam sempurna. Mata yang tertutup dengan tenang, tapi tidak tahu hatinya sebelum mati. Tangan yang awalnya juga menggenggam Jihoon-pun sudah terkulai lemas.



"Hei! Bangun!!" Jihoon bernada tinggi lagi, menggoyangkan tubuh lemah di itu sesukanya. "Ayo bangunlah!" Ia terus merengek tanpa menghapus air mata yang mengalir membasahi pipinya.

Bukannya Jinyoung tidak ingin bangun, hanya saja ini memang sudah waktunya. Bunuh diri menjadi pilihannya. Ia ingin bebas dari kebusukan duniawi dan cepat-cepat pergi ke akhirat. Padahal asalkan Jinyoung tahu, surga tentu saja bukan untuk golongan orang sepertinya(yang mematikan diri sendiri).



"Hiks. Ayo bangunlah! Jelaskan padaku apa yang kau katakan tadi!"

Jihoon bergetar memeluk tubuh Jinyoung yang mulai mendingin. Menangis hebat atas kepergian teman, sahabat, saudara, dan keluarga pertamanya. Jinyoung terlalu berharga bagi Jihoon, Jinyoung adalah segalanya bagi Jihoon. Begitu-pun sebaliknya, andai sekarang Jinyoung masih bisa mengatakannya.


"Jinyoung! Ayo bangun!" Seolah masih belum terima, Jihoon terus mengguncang tubuh tanpa nyawa itu. Ia sangat ingin temannya kembali. "Bukan hanya kau yang menderita di dunia ini. Aku juga menderita!"

Suaranya bergema. Memenuhi isi ruangan dan balik masuk ke rungunya sendiri.


"Aku terus dihantui rasa bersalahku! Hiks.  Tapi aku tidak mengakhiri hidupku, bodoh! Bodoh! Jinyoung bodoh!"

Percuma Jihoon mengatai Jinyoung sebagai orang bodoh, atau gila, atau apapun itu. Seorang Bae Jinyoung sudah pergi ke alam lain. Berpisah dengan orang-orang yang ada di seluruh dunia yang masih hidup. Jinyoung yang berharga dan penuh teka-teki sudah tiada.

Menghembuskan nafas terakhir kali dengan mengatakan sesuatu yang sudah ia tahan lama...

"Aku mencintaimu, hyung."


Benar. Bae Jinyoung memang bodoh dan gila karena mencintai seorang pria.



 Bae Jinyoung memang bodoh dan gila karena mencintai seorang pria

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Duk! Duk!

Suara gedoran pintu mengagetkan Jihoon. Ia tersentak, makin menggenggam tangan kaku Jinyoung erat.

"Jinyoung? Apa yang terjadi?" Berikutnya terdengar seseorang di balik pintu.

"Jinyoung!"



Brak!

"Mengapa kau menelfonkuu.. Hah?"

"...j-jinyoung?"



j-jinyoung?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Guanlin yang baru saja mengeluarkan seluruh tenaga semakin dibuat lemas saat melihat pemandangan yang ada di depan matanya.

Si teman baik bernama Bae Jinyoung yang sudah menutup mata dan abai pada sekitar. Membujur kaku berlumur darah di bagian dada, serta bekas darah kering di bibir mungilnya yang memucat.



"J-Jinyoung!" Teriakan Guanlin tak kalah histeris dari Jihoon, memekakkan telinganya sendiri. Ia segera berlari menghampiri Jinyoung yang sudah tak bernyawa.

"Tidak. Tidak. Tidak!!" Ia terburu-buru mengecek nadi pada pergelangan tangan dan leher si teman, namun hasilnya memang nihil; tidak ada tanda-tanda kehidupan dalam sosoknya.

"Jinyoung..." Suara Guanlin melirih, ia ambruk, bertumpu lutut untuk tubuh tegapnya. Menjambak rambut hitamnya sendiri sebelum melirik pada sosok lain di depannya.



"Kau..." Ia menunjuk wajah Jihoon. "Kau apakan Jinyoung!!!" Segera Guanlin meraih kerah Jihoon dengan kasar, mencengkramnya penuh kemarahan. Matanya menyala-nyala penuh emosi dan kebencian.

"Dia menembak dirinya sendiri." Ucap Jihoon cepat.

"Huh? Apa?" Guanlin melongo tidak percaya. "Tidak mungkin! Tidak! Pasti kau, kan penyebabnya!" Guanlin semakin menghardik si-yang lebih tua tanpa rasa takut. Baginya, melihat keadaan Jinyoung yang sekarang sudah di atas batas ketakutannya.

Dengan segera Jihoon menepis kasar tangan lancang Guanlin dari kerah lehernya. Dia tentu tidak terima dikatai demikian. "Dia. Dia menembak dirinya sendiri!"

"A-apa?"

Lai terdiam, mengalihkan pandangannya. Ia tatap lagi mayat teman misterius yang tangan kanannya menggenggam pistol.

Seketika itu Guanlin merasa ikut kaku, seperti mati juga.

Sekelebat memori bersama dengan Jinyoung berkeliaran terbang bebas di pikirannya. Bagaimana pemuda bermarga Bae itu bisa sabar dan tidak membalas apa-apa dari perlakuan kurang ajar pembullynya. Bagaimana pemuda itu selalu menceritakan hyung-nya sebagai orang paling berharga.



Guanlin makin berlutut, terlalu lemas menerima kenyataan bahwa Jinyoung sudah tidak bisa bersamanya lagi. "Jinyoungie... hhh." Ia mengusap air matanya dan segera menghubungi bantuan; polisi dan ambulans. Ia ingin temannya masih bisa diselamatkan meski memang sudah terlambat.




"Aku memang tidak tahu banyak. Tapi aku jelas tahu bahwa memang ada yang tidak beres denganmu, Park!"

Guanlin menatap lawan bicaranya, penuh dengan intimidasi, "Jadi jelaskan pada polisi nanti, sejujur-jujurnya!"



Guanlin menatap lawan bicaranya, penuh dengan intimidasi, "Jadi jelaskan pada polisi nanti, sejujur-jujurnya!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Are you ready for giveaway?
Pantengin terus story ini ya💖 .


GOING CRAZY •bjy pjh•✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang