ONE

872 34 0
                                    

Siapa bilang menikahi seorang putra mahkota suatu kerajaan adalah idaman seluruh wanita di muka bumi?

Menikahi seorang putra mahkota berarti kalian dipersiapkan untuk menjadi seorang pendamping raja di masa depan. Wanita itu dipersiapkan untuk menjadi ratu dari sebuah kerajaan. Dan menjadi seorang ratu bukan hanya sekedar memakai mahkota indah dan dihormati oleh wanita di seluruh kerajaan. Bukan juga sekedar hidup di istana mewah yang dipenuhi dengan barang-barang indah, dan dilayani setiap hari.

Tapi menikahi seorang putra mahkota itu lebih kepada sebuah tanggung jawab.

Pada saat diri seseorang menikahi seorang putra mahkota, maka sang istri otomatis akan menjadi putri mahkota kerajaan. Maka ia diharuskan unyuk memasang senyum menawan setiap hari, bertanggung jawab pada negara, mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan pribadimu. Ia harus membawa beban negara di pundakmu. That's it!

Jika banyak orang mengatakan kalau hal itu mudah, berarti mereka munafik munafik. Karena tak ada bagian dari keluarga kerajaan yang benar-benar menginginkan dirinya menjadi seorang pemimpin monarki. Semuanya hanya soal tanggung jawab. Pada negaramu, dan khususnya pada rakyat-rakyatmu.

Well, setidaknya itulah yang dikatakan oleh Pangeran Henry dari Britania Raya.

Negara dimana Georgie berasal. Kerajaan dimana dia tinggal dan dibesarkan.

Tapi sekarang disinilah Catherine Georgina Eden berakhir. Di sebuah kerajaan, yang bukan tempat tinggalnya. Negara dimana ia akan menjadi salah satu bagian dari keluarga kerajaan itu, dan menjadi bagian dari pemikul tanggung jawab kepada negara. Tempat dimana ia, akan mendampingi seorang pemimpin monarki di masa depan. Dan mengambil tempatnya sebagai Queen of Belgium, seorang ratu consort(1).

Membayangkan dirinya sebagai ratu sebuah kerajaan saja sudah membuat Georgie bergidik. Ia menatap jalan raya di Brussels dengan lesu. Setiap menit perjalanan menuju Royal Palace of Brussels terasa bagaikan menit-menit menuju penghakiman.

"Georgina."

Panggilan dari ayahnya, Robert Frederick David Eden membuatnya berhenti memikirkan hal-hal yang membuatnya gelisah. Ayah dan ibunya terbang dari Inggris kemarin kemudian sampai kemarin malam. Sang ayah rela meninggalkan pekerjaannya sebagai Perdana Menteri Inggris untuk datang bersama ibunya Jennifer Hall-Eden memenuhi undangan Raja Leopold IV dan istrinya Ratu Mary.

Ya, khusus untuk membahas pertunangannya dengan His Royal Highness The Duke of Brabant.

"Ya, Dad?"

"Kali ini tidak akan ada kesalahan lagi bukan?" Tanya Robert dengan tegas. Georgie tahu bahwa ayahnya sedang menyinggung kesalahan yang dibuatnya 3 bulan yang lalu. Benar, kesalahannya ketika ia membatalkan pernikahannya sendiri di depan altar dan seluruh tamu undangan yang hadir.

Sialnya, bahkan keluarga kerajaan juga hadir pada waktu itu.

Georgie menggigit bibirnya dan mendesah pelan. "Tapi bukan aku yang menginginkan pernikahan ini, Dad." Georgie menjawab dengan lemah. Namun agaknya, Robert tak peduli dengan apa yang Georgie rasakan. "Georgina, kamu yang sendiri yang melibatkan dirimu ke dalam situasi ini. There's no turning back right now."

"Aku tidak mencintai pria itu, Dad."

Robert mengeraskan rahangnya. "Georgina, pernikahan bukan hanya soal cinta." Hanya itu kalimat yang diberikan ayahnya.

"Dad, aku mohon." Memohon, iya kali ini adalah kali kedua dalam hidupnya seorang Catherine Georgina Eden memohon. Kali pertamanya adalah ketika Georgie memohon sang ayah untuk membiarkan calon suaminya itu meninggalkan dirinya di altar dan mengejar wanita yang benar-benar pria itu cintai. Keputusan terbaik yang pernah Georgie buat seumur hidupnya.

"Aku tidak menginginkan pernikahan ini. Menjadi istri seorang putra mahkota dan menjadi seorang ratu sebuah kerajaan. I don't want that. Bisakah Dad membantu aku untuk melepaskan diri dari pernikahan ini?" Pinta Georgie.

"Georgie." Ibunya, Jenny yang sedari tadi diam dan mendengarkan kali ini merespon. Wanita paruh baya itu menatap Georgie kemudian menggeleng. Seakan memberitahu dirinya bahwa 'sudah terlambat'.

"Catherine." Robert memanggilnya dengan nama depannya. Sudah sangat lama sekali. Terakhir, saat pernikahannya 3 bulan yang lalu. "Aku adalah seorang perdana menteri Britania Raya. Aku mengabdikan hidupku untuk negaraku karena aku adalah seorang kepala pemerintahan sebuah negara."

"Apa sebelum kamu memulai semua ini kau tak pernah memikirkan apa dampaknya bagimu? Kamu adalah putriku, dan aku adalah seorang Perdana Menteri. Meskipun aku bukan raja tapi aku mewakili negaraku. Apa jadinya jika aku membatalkan semua hal ini? Tentu saja akan membawa dampak pada hubungan internasional Belgia dan Inggris bukan? Ratu tidak akan senang."

Georgie terdiam. Tidak ada satupun kata yang berhasil keluar dari bibirnya. Benar, ia tak pernah memperhitungkan hal ini sebelumnya. Hubungan negara. Betapa lucunya, urusan pernikahannya dikaitkan dengan hubungan antar negara.

Saat ini, Georgie berharap bahwa ia bukanlah putri dari seorang Perdana Menteri. Betapa menyenangkan jadi seorang gadis biasa, pikirnya.

"Aku tidak punya pilihan lain bukan?" Georgie berkata dengan senyuman pahit di bibirnya. Ia tahu tidak ada jalan lain.

Kemudian apa yang ayahnya lakukan membuatnya terkejut. Untuk pertama kali dalam 25 tahun masa hidupnya, Robert menggenggam kedua tangannya. "Dengarkan, Dad, Georgina. Dad mungkin bukan seorang ayah yang baik, tapi Dad hanya ingin memberitahumu sesuatu. Beberapa bulan yang lalu mungkin kamu sudah melakukan sebuah kesalahan, namun kali ini bukanlah kesalahan. Atau belum." Ujar Robert.

"Hal ini baru menjadi sebuah kesalahan jika kau kembali melakukan apa yang kau lakukan 3 bulan lalu di St. Paul Cathedral. Georgina, kesalahan yang sama tidak dilakukan untuk kedua kalinya bukan?"

Georgie belum sempat menjawab ketika pintu mobil limousine dibuka. "Maaf, menganggu anda. Tapi kita sudah sampai."

Robert, Jenny, dan Georgie turun dari limousine dan masuk ke dalam Royal Palace of Brussels yang megah. Mereka diarahkan menuju sebuah ruang pertemuan. Ketika ketiganya sampai diruangan, belum ada siapapun di dalam sana.

Georgie duduk disebelah ibunya dengan gelisah. Mata cokelatnya menatap seluruh penjuru ruangan. Mejanya, kursinya, guci di sudut ruangan, lukisan di dinding. Semuanya.

Hingga terdengar pintu di buka dan seorang guards masuk ke dalam ruangan. Membuat Robert, Jenny, dan Georgie berdiri bersamaan.

"Presenting. Their Majesties The King and Queen of the Belgians."

Robert menundukkan kepalanya untuk menghormati raja dan ratu. Sedangkan Jennifer dan Georgie melakukan curtsy(2). Raja Leopold IV dan Ratu Mary tersenyum pada mereka dan menyalami mereka satu persatu.

Saat bersalaman dengannya Ratu Mary berbisik. "Selamat datang di keluarga kami." Katanya.

Georgie hanya tersenyum. Suara guards tadi kembali mengalihkan perhatian Georgie.

"Presenting. His Royal Highness Prince Louis, The Duke of Brabant."

Akhirnya, Georgie kembali bertemu dengan pria itu. Masuk ke dalam ruangan dengan penampilan persis seperti yang bisa ia ingat.

Dan seperti biasa, mata hijau pria itu berhasil menemukan mata cokelat miliknya. Sama seperti saat itu.

(1): Queen consort, ratu dari sebuah kerajaan yang menjadi seorang ratu karena suaminya merupakan seorang raja. Berbeda dengan Queen reign yang menjadi ratu karena garis keturunan atau kekuasaannya secara pribadi (ex: Ratu Elizabeth II, Ratu Victoria dari Britania Raya, Ratu Beatrix dari Belanda).

(2): Curtsy, bentuk penghormatan kepada raja atau ratu (umumnya dilakukan untuk Monarki Eropa) yang dilakukan oleh seorang wanita. Curtsy dilakukan dengan menekuk satu kaki (biasanya kaki kanan ditekuk dibelakang kaki kiri) saat anggota keluarga kerajaan datang.

BECAUSE IT'S YOU | NEW YORK SERIES #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang