TEN

262 27 0
                                    

"Semuanya tolong menyingkir."

Panggilan dibelakang membuat semua orang yang tadinya mengantri untuk menaiki dan orang yang berada di dalam lift—termasuk Georgie, memandang ke arah datangnya suara. Seorang pria gagah yang mengenakan jas Tom Ford mendapatkan perhatian dari orang-orang disekitarnya.

"Please, can you all take the next elevator? I have a very important business with that woman."

Jari pria itu menunjuk ke arah Georgie. Dan tentu saja Georgie mengerti apa artinya. "Just two of us." Lanjut pria itu.

Seorang wanita yang terlihat dari kalangan atas mulai menggerutu. "Memang siapa dirimu hingga menyuruh kami seperti ini? Kami juga memiliki urusan yang penting. Kamu tidak bisa seenaknya menyuruh kami melakukan itu."

"Kalau begitu, kamu saja yang turun." Seorang pria lain juga menunjuk Georgie. "Kamu sebaiknya turun dari lift dan berbicara dengan orang ini."

Georgie menatap mereka dengan datar. "Aku tidak ingin turun. Aku bahkan tidak mengenal pria itu. Untuk apa aku melakukannya?" Tanya Georgie.

"Astaga! Anda!" Tiba-tiba seorang gadis muda diantara kerumunan itu berbicara dengan keras. Suaranya mendapat perhatian dari semua orang. Gadis itu menatap pria tadi dan menutup mulutnya. "Prince Louis? Bukankah anda adalah putra mahkota dari Kerajaan Belgia?" Tanya sang gadis.

Pria yang disebutnya Louis tersenyum dan menjawab. "Benar. Saya adalah Prince Louis of Belgium. Kalau begitu bisakah kalian semua menunggu sebentar? Aku memiliki hal yang penting untuk dibicarakan."

Setelah itu, semua orang langsung mundur dan memberi jalan padanya dengan seketika. Georgie hendak keluar dari lift namun ditahan olehnya. "Kamu harus ikut denganku." Katanya pada Georgie. Kemudian ia berbalik, dan sebelum pintu lift tertutup ia berkata pada beberapa orang di depan lift. "Terima kasih, maaf mengganggu kalian." Lalu pintu tertutup.

"Apa maumu?" Georgie berkata dengan datar.

Louis berbalik menatap mata kecokelatan Georgie. "Aku ingin meminta maaf." Louis berkata dengan lembut. Untuk sepersekian detik, Georgie merasa ada yang aneh dalam dirinya. Kemudian ia berdeham untuk memulihkan perasaannya.

"Kalau kamu merasa bersalah, tidak bisakah kamu meninggalkanku sendirian? Itu lebih baik daripada sikap heroikmu yang berusaha mengejarku dan meminta maaf."

"Aku merasa aku harus meminta maaf padamu secara langsung." Balas Louis. "Aku tahu aku telah melakukan hal yang salah. Ku benar. Tidak seharusnya aku melibatkan dirimu dalam masalahku sendiri. Aku sungguh menyesal, Georgie."

Lift tiba di lantai 10 yang dituju oleh Georgie. Pintu terbuka menampakkan lorong yang sepi.

"Aku mengerti." Kali ini Georgie memaksakan sebuah senyum di wajahnya. "Terima kasih kamu sudah berusaha meminta maaf langsung padaku. Sekarang masalahnya sudah selesai. Anda boleh pergi, Your Royal Highness." Kemudian Georgie berjalan keluar dari lift dan berjalan menuju apartemennya.

Georgie mulai memasukkan kode pintu rumahnya kemudian pintu pun terbuka.

Saat hendak menutup pintu, sebuah tangan menghentikannya. "Tunggu."

Kening Georgie berkerut melihat Louis yang berdiri di depan pintu apartemennya. "Ada apa lagi? Ku pikir semua masalahnya sudah selesai. Tidak ada lagi yang ingin kamu bicarakan denganku bukan?"

"Aku harus mengatakan satu hal lagi padamu." Louis berkata.

"Apa?" Georgie bertanya dengan penasaran.

"Soal ciuman itu.." Louis mengambil waktunya sebelum akhirnya kembali berkata. "Aku sama sekali tidak bermaksud untuk menciummu. Saat itu yang aku pikirkan hanyalah Clarisse. Entah saat itu pikiranku tertuju pada Clarisse. Aku hanya ingin membuat Clarisse melihat diriku."

Senyum miris terbentuk di sudut bibir Georgie. "Melalui diriku." Ujarnya dengan suara kecil.

"Iya. Melalui dirimu." Louis membenarkan. "Aku sama sekali tidak ada niatan untuk menciummu."

"Ya, tapi pada akhirnya kamu melakukannya." Balas Georgie.

"Clarisse.. Adalah wanita yang aku cintai." Louis memutuskan untuk bercerita pada Georgie. "Aku bertemu dengannya 10 tahun yang lalu dan dia adalah kerabat keluargaku dan juga seniorku. Aku menginginkan dia sebagai ratuku."

"Then go, get her. Tidak ada yang akan menghalangi dirimu. You are the future king of Belgium, for God sake!" Georgie mulai meninggikan suaranya. Ia pun kemudian menghela nafas untuk menenangkan dirinya. "Dengar. Aku tidak ingin terlibat lebih jauh dengan urusan asmara atau kehidupanmu. Aku bahkan sudah kesulitan dengan hidupku sendiri."

"Yang aku maksud adalah, jika kamu ingin mengejarnya atau apapun silahkan. Aku juga tidak akan ikut campur." Kata Georgie. "Oleh karena itu Louis, bisakah kau juga melakukan hal yang sama? Jangan pernah libatkan aku dengan masalahmu. Hanya itu saja, and we are clear."

Louis tak mengatakan apapun, maka Georgie pun melanjutkan perkataannya. "Aku akan melupakan semua hal ini, jadi kita selesaikan saja semuanya disini. Ku rasa sebaiknya kita kembali berjalan di jalan kita masing-masing bukan?"

Georgie tersenyum kemudian mengulurkan tangannya pada Louis. Pria itu menatap uluran tangan Georgie. "It's a pleasure to meet you, Your Royal Highness." Kata Georgie pada pria itu.

Louis kemudian menyambut uluran tangan Georgie lalu Georgie memberi hormat—curtsy, padanya. "Aku harap kita tidak bertemu lagi, Yang Mulia. Jika iya, ku harap kita bisa bersikap profesional seperti biasanya."

Setelah itu Georgie tersenyum dan menutup pintu apartemennya.

Georgie mengambil nafas sebanyak-banyaknya ketika pintu sudah ia tutup. Ia berusaha menenangkan dirinya. "You really do a great job, Georgina. Well done." Pujinya pada diri sendiri. Ia menutup matanya dan mulai tersenyum.

Berbeda dengan Louis. Ia masih berdiri di depan apartemen Georgie. Louis berdiri disana selama 3 menit, hanya memandangi pintu yang telah tertutup itu. Entah apa yang ia cari. Kemudian karena ia merasa tidak berguna berdiri di depan pintu yang tertutup, ia pun berjalan ke menjauh dari apartment itu.

Ia masuk ke dalam lift dan pintu itu tertutup perlahan meninggalkan lorong yang sepi.

Louis membuka ponselnya dan menghubungi Willem. "Yang Mulia?" Willem mengangkat panggilannya pada dering ketiga. "Siapkan mobilnya. Aku akan segera keluar."

"Apa anda sudah menemui Miss Eden?"

"Sudah. Aku akan segera sampai ke depan." Jawab Louis sambil berjalan menuju pintu lobby gedung apartement Georgie. Setelah itu, Louis menutup panggilan teleponnya. Ia berjalan dengan cepat, tanpa menyadari apa yang terjadi disekelilingnya. Matanya hanya tertuju pada pintu keluar, dimana mobil miliknya sudah terparkir di luar dengan Willem yang menunggu di depannya.

Louis segera masuk ke dalam kursi penumpang ditemani Willem yang ikut masuk menyusulnya.

"Kemana kita setelah ini, Yang Mulia? Apa anda ingin mendatangi suatu tempat?" Pertanyaan Willem mengisi kesunyian di dalam mobil.

"Kali ini kita kembali ke hotel saja. Aku benar-benar harus beristirahat sebelum bertemu dengan Howard Griff." Jawab Louis.

"Baiklah, Yang Mulia. Kita akan kembali ke hotel sekarang."

BECAUSE IT'S YOU | NEW YORK SERIES #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang