BAB 7 ~ NARA

6.9K 573 23
                                    

Cerita "Malam yang Terkoyak" ini kolaborasi 2 penulis.

🐇🐇🐇

Dipandanginya sosok gadis cantik yang terlelap telanjang dalam pelukannya, wajah yang tidak asing bagi Yaszha karena memang Nara sudah menjadi incarannya sejak dulu.

Ingatan Yaszha berlari ke belakang, memorinya merekam jelas saat pertama kalinya ia melihat Nara kecil berlari-lari bertamu di rumahnya.

Kedua orang tua Nara bertamu ke rumahnya untuk mengurus surat keluarga, memang ayah Yaszha adalah salah satu ketua RT di desa setempat yang dihormati para warganya.

Yaszha yang berusia 16 tahun saat itu merasakan getaran aneh bersarang di dalam hatinya tentang sosok Nara yang menurutnya sangatlah cantik.

Mungkinkah dia gila karena menyukai anak kecil yang terpaut jarak 10 tahun kala itu? Tapi Yaszha bukan layaknya pedofil. Ia hanya mengagumi Nara tanpa mau berniat jahat sedikit pun.

Rasa sukanya terpendam seiring berjalannya waktu hingga Nara mencapai usia 13 tahun.

Hanya mengagumi dari kejauhan, Yaszha diam-diam sering memperhatikan Nara, mencuri waktu untuk sekadar behenti di depan halaman rumah gadis itu mengobati rasa rindunya.

Namun, apa yang diangankannya luluh lantak seketika. Ia tidak bisa memiliki Nara karena ia dianggap gila oleh paman dan bibinya sendiri.

Semua terjadi begitu cepat, layaknya benang kusut yang dibentangkan tidak akan usai. Orang tua serta adiknya tewas dalam kecelakaan, membuat Yaszha terpukul.

Keanehan terjadi pada sikap Yaszha sejak paman dan bibinya memberikan pil obat yang katanya untuk menenangkan, padahal pria itu tidak membutuhkan apa pun, ia hanya butuh perhatian moril sang paman dan bibi kepadanya.

Anehnya setelah meminum obat itu, Yaszha sering merasakan tidak tenang, berkeringat, ketakutan, bahkan mengamuk. Hingga tersebar di kalangan masyarakat bahwa dia menderita penyakit mental.

Sampai suatu ketika Yaszha menolak meminum obat pemberian bibinya, berpura-pura menelannya. Ia lalu pura-pura tertidur setelah meminum obat itu. Sangat jelas ia mendengar pembicaraan paman dan bibinya untuk membuang dirinya ke hutan karena meresahkan warga.

Dari pembicaraan itu Yaszha menangkap jelas paman dan bibinya ingin menguasai harta warisan peninggalan orang tuanya.

Yaszha geram, ingin ia berontak menghabisi paman dan bibinya yang sudah menzalimi dirinya, namun pria itu menahan diri, ia tidak boleh gegabah, maka ia pun akan menuruti permainan ini sampai mana.

Ingatan Yaszha kembali lagi, ia menghela napasnya kasar, ternyata sudah sangat lama ia menghuni hutan ini, buktinya Nara sudah tumbuh menjadi seorang gadis berseragam putih abu-abu, menggoda, dan lebih cantik dibandingkan beberapa tahun silam.

Akhirnya apa yang ditunggunya selama ini menjadi kenyataan, Nara datang kepadanya terperangkap dalam belenggunya.

Tangan Yaszha terulur membelai pipi tirus Nara. "Kau milikku, tidak akan pernah kulepaskan," gumamnya.

Tidur Nara terganggu, mata indahnya terbuka bertepatan menatap Yaszha yang memandanginya.

"Apa yang kau lihat?" bisik Nara memberanikan diri bertanya, entah kenapa mata itu berbeda setiap mengawasi dan menatapnya sangat dalam penuh makna.

"Aku melihat keindahan yang sesungguhnya," sahut Yaszha.

"Aku bukan sesuatu yang indah."

"Kau salah, kau sesuatu yang sangat indah sejak dulu," kata Yaszha meraih dagu Nara mencium ringan bibirnya.

Sejak dulu? Maksudnya sejak kapan?

Nara menatap dalam Yaszha, ia perlu jawaban kenapa Yaszha mengatakan sejak dulu, apakah pria itu mengenalnya sudah sangat lama?

"Sebenarnya siapa kau?" tanya Nara penasaran.

"Aku bukan siapa-siapa, aku hanya pengagummu."

***

Deni memperhatikan seorang pria yang duduk berseberangan dengannya, keningnya mengerut dalam tentang permintaan Deni.

"Tolonglah, Pak Bagas, saya tahu Anda pasti bisa menolong saya, besar harapan saya pada kebaikan Pak Bagas selaku ketua RT di sini, putri saya sudah menghilang sejak kemarin sore dan tidak diketahui keberadaannya," kata Deni sedih.

"Jadi kau menduga putrimu Nara masuk ke hutan dan diperangkap orang gila di dalam hutan itu?" tanya Bagas yang dibalas anggukan Deni.

"Banyak saksi melihat Nara masuk ke dalam hutan untuk memotong jalan pulang ke rumah setelah dari sekolahnya."

"Ini berat, Pak Deni, tidak ada yang mau memasuki hutan itu."

"Saya mohon, Pak, bila berhasil menemukan Nara, apa pun akan saya berikan," ujar Deni meyakinkan.

Penawaran uang bagus juga, pikir Bagas, ia menyeringai mengangguk-angguk.

Kalau ia bisa membwa Nara keluar dengan selamat dari hutan itu, tentu namanya akan menjadi kebanggaan warganya, dan pundi-pundi kekayaannya pun bertambah karena pastinya hadiah dari Pak Deni tidaklah sedikit. Pak Deni seorang pemanen buah yang sukses dan pastinya uangnya pun sangat banyak.

"Kalau Bapak tidak bisa membantu, mungkin besok pagi saya akan ke kantor polisi."

"Jangan! Biar aku nanti yang mencari Nara di dalam hutan itu," ucap Bagas dengan tegas.

🌲🌲🌲

Aqiladyna & Emerald, 31 Agustus 2018, 15.30

Nda-Aqila & Emerald8623

Repost, 30 Januari 2024, 08.27 wib.

Malam yang Terkoyak by Aqiladyna & Putri Permatasari (Emerald)Where stories live. Discover now