BAB 9 ~ MENCEKAM

5.9K 538 10
                                    

Cerita ini kolaborasi 2 penulis. Emerald8623 & Nda-Aqila

🌲🌲🌲🌳🌳🌳🐇🐇🐇😸😸😸

Brak!

Nara yang tengah tertidur di ranjang dipan, membuka matanya perlahan mendengar pintu kayu tertutup menandakan Yaszha sudah pergi meninggalkan gubuk ini. Pandangannya mengarah pada jendela kaca di luar, masih sangat gelap,entah ke mana Yaszha pergi,tapi ini kesempatan Nara melarikan diri karena kedua tangannya tidak terikat—mungkin Yaszha melupakannya.

Menunggu waktu hingga Nara pikir Yaszha cukup jauh, barulah ia bangkit dari ranjang melangkah mengendap membuka pintu kamar.

Bagaimanapun ia harus waspada, takut Yaszha kembali dan menemukannya yang hendak pergi dari sini, maka habislah riwayatnya.

Keringat dingin mengalir di pelipis Nara, ia melangkah cepat menuju dapur. Ditatapnya pakaian sekolahnya di keranjang bambu, lekas ia ambil dan kenakan—meskipun seragam atasnya koyak. Tanpa membuang waktu lagi—meski tidak memakai alas kaki karena ia tidak menemukan sepatunya yang entah disimpan Yaszha di mana—Nara meninggalkan gubuk itu menembus kegelapan malam.

Nara terus berlari dengan bantuan sinar rembulan, tidak dihiraukannya suara binatang yang saling bersahutan, melawan rasa takut ia tekadkan untuk tidak menyerah.

Nara kebingungan, ia sudah berlari jauh—tersandung akar pepohonan dan batu berkali-kali—namun belum juga menemukan jalan untuk keluar dari hutan ini, sampai langkahnya mengantarkannya ke sebuah ladang yang begitu luas di bawah langit penuh bintang dan gunung di kejauhan.

Ia berhenti, napasnya ngos-ngosan karena terlalu lelah. Kakinya juga terasa sakit dan pegal. Ladang apa ini? pikirnya seraya memicingkan mata untuk melihat lebih jelas.

Kedua tangan Nara hendak menggapai daun tanaman yang tingginya melampaui tinggi tubuhnya, namun suara berat seorang pria membuatnya tersentak.

“Hei! Siapa di sana?”

Sebuah cahaya senter diarahkan pada Nara, dan sontak pria itu berteriak keras.

“Ada penyusup!!”

Siapa penyusup? Aku bukan penyusup!! Nara yang panik dan terkejut, spontan berbalik arah dan berlari menjauhi ladang, menghindari beberapa orang yang ingin mengejarnya. Jantungnya berderap.

Nara kembali berlari kencang, sepertinya ia melewati jalur yang berbeda dengan sebelumnya, hingga menembus semak belukar membuatnya terluka, Nara menangis, tersungkur ke tanah. Langkah mereka makin mendekat membuat gadis itu kian panik. Ia berusaha bangkit dan dengan jalan terpincang menyeret kakinya menjauh.

“Aaauppppp!”

Dari arah samping, seseorang tiba-tiba muncul dan membekap mulut Nara, menyeretnya ke dalam gua yang gelap.

Tidak! Nara memberontak meremas pergelangan tangan kuat dan besar pria itu untuk melepaskan diri.

“Diamlah! Ini aku,” bisiknya serak, dan Nara bisa mengenali suara pria yang masih membekapnya, Yaszha.

Entah kenapa, Nara merasa sedikit lega.

Mereka diam dalam suasana mencekam sampai suara langkah beberapa orang di luar sana makin menjauh dan tidak terdengar lagi. Barulah Yaszha melepaskan bekapannya di mulut Nara lantas membalik tubuh gadis itu menghadapnya.

“Kau sangat nakal, Nara!” katanya membuat bulu kuduk gadis itu meremang. Nara bisa melihat sinar mata Yaszha yang tajam di dalam kegelapan.

Tanpa perlawanan, Nara membiarkan saja Yaszha meraih tubuhnya dan memanggulnya seperti karung beras keluar dari gua tersebut untuk kembali ke gubuk.

Kepala Nara terasa pening selama Yaszha membawanya dengan berlari. Ia tidak tahu berapa lama waktu berlalu hingga tibalah keduanya di gubuk, pria itu pun menurunkan Nara di tepi dipan.

Nara menciut ketakutan, ia tidak banyak bicara, siap menerima amukan dari Yaszha yang melangkah ke sebuah lemari dan mengambil sesuatu di dalamnya lalu kembali lagi untuk duduk di samping gadis itu.

Ternyata dugaan Nara salah, Yaszha meraih kaki Nara yang terluka dan mengobatinya. Memberanikan diri, gadis itu melirik Yaszha, terlihat jelas raut kekecewaan terpancar di wajah tampannya.

Nara merasa bersalah, kalau saja Yaszha tidak datang, mungkin dirinya berakhir di tangan sekelompok orang yang meneriakinya penyusup.

“Kau pikir gampang lari dariku dan keluar dari hutan ini?” ujar Yaszha melirik tajam pada Nara yang terdiam, matanya kemudian menyusuri sebelah dada gadis itu yang tampak di balik atasan seragamnya yang koyak. “Di luar sana sangat banyak sesuatu yang tidak kau ketahui dan bila kau mengetahuinya, bisa saja nyawamu dalam bahaya.” Pria itu mendekati Nara yang memundurkan tubuhnya.

“Siapa mereka?” tanya Nara bergetar.

Yaszha menyeringai, meraih dagu Nara, menyapu bibirnya dengan ibu jarinya. Bukannya menjawab, pria itu malah berkata, “Sekarang nyawamu dalam bahaya karena sudah memasuki wilayah mereka.”

Nara masih tidak mengerti dengan ucapan Yaszha.

“Sebaiknya jadilah gadis penurut dan lupakan niatmu meninggalkanku, hanya aku yang bisa melindungimu saat ini,” bisik Yaszha makin menyudutkan Nara.

Nara memejamkan mata, detak jantungnya makin berdegup kencang saat Yaszha kian merapat lalu mengecup bibir merah gadis itu yang menjadi lumatan penuh hasrat.

🌲🌲🌲

Aqiladyna & Emerald,
18 September 2018, 08.10 wib.

Update. Repost. Cerita ini merupakan salah satu cerita favoritku. Jika tidak menulisnya bersama Aqila, mungkin ceritaku hanya akan berakhir di bab 3. Thanks a lot to Nda-Aqila 🥰🥰🥰
Semoga karya-karyamu makin bersinar.

Kamis, 25 April 2024, 05.51 wib.

Malam yang Terkoyak by Aqiladyna & Putri Permatasari (Emerald)Where stories live. Discover now