17'

3.4K 415 21
                                    





"Jangan pergi" Jaemin berdecak malas. Sampai kapan pria aneh, yang sayangnya sangat tampan ini terus memeluknya?

"Ka, saya pulangnya besok. Bukan hari ini, lebay deh"

"Bukan masalah lebay, Na. Masalahnya, kalau kamu pulang, kaka sama siapa? Yang bangunin kaka buat sarapan siapa? Yang kaka peluk ntar siapa? Kalau kaka pengen nyium kamu gimana? Kalau kaka sakit, kamu mau tanggung jawab? Nikah sama kaka ya ntar" si manis memejamkan matanya lelah. Mark terlalu mendramatiskan segalanya. Astaga.

"Kenapa kaka ga ikut pulang aja sih?" Ujarnya sembari memijat pelipisnya. Ia lelah dipeluk oleh Mark seharian penuh.

"Oh iya. Hmm.. gak, masih mau disini. Disana capek" Mark membenamkan wajahnya di perut Jaemin. Ia tak membiarkan Jaemin bangun dari sofa, apa lagi jauh dari pelukannya.

Seketika raut wajah Jaemin berubah menjadi melembut. "Kenapa? Kerjaan?" Tanyanya dengan suara yang lembut.

Mark mengangguk, diiringi dengan suara menyedihkan yang dibuat-buat olehnya. Jaemin terkekeh pelan saat Mark mendumel tentang pekerjaannya yang sangat melelahkan itu. Suara Mark yang terendam oleh perutnya, membuat sensasi geli yang menggelitik. Akhirnya, Jaemin hanya dapat mengelus-elus surai hitam milik Mark, berusaha membuat si tampan merasa tenang.

"Udah jadi kewajiban kaka, jalanin aja. Asal kakanya ikhlas, semuanya bakalan mudah. Kaka ikhlas ga?" Tanyanya. Mark sedikit menimbulkan wajahnya dari balik perut Jaemin.

"50% iya, sisanya nggak" dengan Gemas Jaemin mencubit pipi Mark.

"Gimananya sih, kaaa."

"Tapi kalau buat kamu, jangankan 100%, 1000% kaka jabanin. Cuma kamu seorang" Jaemin berdecak sebal, ia tidak mempan dengan gombalan cangcut. Toh, biasanya Jaeminlah yang melemparkan gombalan-gombalan untuk kaum wanita yang hanya melihat fisik dan harta.

"Jangan pulang dulu yaa" pinta Mark. Jaemin menggeleng.

"Nggak, janji saya cuma seminggu. Ga bisa lebih dari segitu. Lain kali aja" tolak Jaemin. Mark menghembuskan nafasnya sedih.

"Yaudah, kaka juga ikut sama kamu aja" Mark tidak kuat berjauhan dengan Jaemin. Astaga, dasar pria tampan, kau baru saja berkenalan dengannya, lalu kau menungganginya dan sekarang kau sudah berlagak seperti kekasihnya. Ck, terserah Mark saja.

"Yakin? Katanya capek"

"Dari pada jauh dari kamu" gumamnya.

"Terserah kaka aja"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


"Hwi, udah sampe?" Tanya Jaemin dengan seseorang disebrang sana. Mark hanya terdiam dan terus berjalan, jangan lupakan tangan kirinya yang menggenggam erat tangan Jaemin.

"Yaudah, kaka kesana. Proposalnya dibawakan?" Jaemin mematikan sambungan telefonnya. Menatap Mark dengan pandangan menyesal.

"Kenapa?" Tanya Mark.

"Saya harus pergi, ada kerjaan. Maaf ya ka" Mark memasang wajah masam. Padahal, Mark sangat ingin menghabiskan waktunya bersama Jaemin hari ini.

"Kamu ga capek?" Jaemin menggeleng dan tersenyum manis. Mark jadi tidak tega untuk meninggalkan Jaemin. Ia membawa Jaemin kedalam ciuman yang lembut sebelum membiarkan si manis pergi menjauh.

"Nanti kaka telfon kamu, harus dijawab!" Perintahnya. Dan Jaemin hanya memberikan jempol untuk Mark.

.
.
.
.
.
.
.
.

"Aku pulang" kaki itu melangkah dengan lelahnya. Hari ini benar-benar melelahkan. Ia ingin bertemu dengan adik manisnya yang menyebalkan itu.

"Jisung!?"

"Yaaaaaa???" Jisung segera berlari dari lantai atas dan memberikan senyuman imutnya kepada sang kaka. Jaemin mendekat dan menarik kedua pipi Jisung dengan gemas.

Setelah selesai mengisi tenaganya, Jaemin berjalan menuju ruang keluarga. Tentunya dengan Jisung yang mengekorinya seperti anak Itik.

"Bang!" Jaemin segera menengok ke arah suara, dan menemukan kedua tangan Jisung yang tengah menadah dihadapannya. Jangan lupakan juga senyum yang dibuat seimut mungkin itu.

"Apa?" Jisung berdecak kesal.

"Dih, dasar ga peka. Oleh-oleh dong" Jaemin terkekeh mendengarnya.

"Ambil tuh di koper"


.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Kamu kenapa ga cepet angkat telfon kaka?" Jaemin segera ditodongkan pertanyaan dengan nada dingin khas seorang Mark Lee.

"Tadi abis mandi" jawabnya dengan tenang.

"Jisung itu siapa kamu?" Jaemin menaikkan sebelah alisnya. Ia segera mendudukan dirinya diatas sofa kamarnya.

"Jisung mana? Han Jisung, Park Jisung atau Yoon Jisung?"

"Hmm, ketiganya"

"Yoon Jisung itu sepupu saya. Orangnya baik, sikapnya bapak-bapak banget. Han Jisung, kaka inget ga yang mukanya mirip banget sama tupai, pas saya lagi ketemuan sama temen-temen saya?"

"Ohh, iya-iya. Terus?" Seketika Jaemin membayangkan wajah Mark yang sangat serius mendengarkan cerita darinya.

"Nah, dia itu sahabat saya. Terakhir Park Jisung, anak pungut saya"

"Hah!? Masa sih???!!" Jaemin terkekeh mendengar nada terkejut Mark.

"Nggak. Sebebernya dia anak tetangga, itu loh, Park Chanyeol. Nah, karena orang tuanya sering pergi dan dia ga mau dirumah sendiri, dia sering ngungsi kerumah saya. Biasanya, kalau saya belum pulang, dia bakalan main sama ibu saya" disebrang sana Mark hampir terkena serangan jantung, namun penjelasan Jaemin menyelamatkannya.

"Ohh, jadi kamu udah anggep dia adik?"

"Hmm" Jaemin memilih untuk memainkan ujung piyamanya. Kehabisan topik pembicaraan adalah hal yang paling canggung menurutnya.

"Kaka.. pengen ketemu sama kamu, besok.. bisa?" Si cantik berfikir sebentar. Menimang-nimang permintaan Mark.

"Ga tau, gimana nanti ya, Ka. Bi--"

Tok tok tok

"Abangg!! Kita ke rumah ka Haechan yuk!"

"Barusan mau diomongin, orangnya udah ada aja. Ka, saya tutup ya"

"Yaudah, bye baby"

"Hmm"

















Tbc

TrapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang