chapter 29

1.8K 75 4
                                    

Martin mengenakan masker dan kaca matanya kemudian keluar dari dalam mobil. Ia mengejar diantara kerumunan pejalan kaki.

'Ckiiit... brak'

Terdengar suara tabrakan dari jalan.

'Alice!' Batin Martin. Ia berusaha untuk menerobos kerumunan bahkan ia menggunakan cara yang kasar.

Dan ternyata wanita yang ditabrak itu bukan Alice, melainkan seorang mahasiswa yang tengah berkompromi dengan penabraknya. Martin menyelusuri semua orang di kerumunan itu, sampai ia melihat Alicia yang tengah mengamati dari kejauhan.

"Alice!" Panggil Martin. Ia menghindar dari kerumunan, namun itu tak memakan waktu yang singkat.

"Alice?" Setelah keluar dari kerumunan, Martin tak lagi menemukan keberadaan Alice.

'Shit!'

***

Alicia pov

Kupikir siapa tadi yang tengah ditabrak, bukannya aku tidak mau peduli sesama, tapi kalau bisa jujur semua yang berkumpul itu hanya penasaran tak punya niat sepenuhnya menolong. Hanya beberapa saja yang mungkin menolong, selebihnya hanya bisa memotret, merekam, dan memposting di akun sosial media mereka dengan tujuan agar nama mereka menjadi ikut Viral seperti kecelakaan yang tadi.

Ponselku berdering menandakan panggilan yang berasal dari Irene.

"Halo, kamu dimana?"

"Lagi duduk di halte. Kenapa?"

"Soal kerjaan?"

"Maaf, aku belum dapat."

"Aku barusan dapat pinjaman bisa buat modal gado-gado. Mendingan kamu pulang aja gih, Lydia juga daritadi nangis mulu."

Aku terdiam sejenak, dari tadi akupun tak mendapatkan pekerjaan. Di Jogja, cari kerja pun susah. Tapi.. bukankah di ibu kota itu punya banyak lowongan pekerjaan?

Aku menutup telpon ketika bus yang menuju jurusanku datang.

***

Author pov

Alice men-search lowongan pekerjaan yang berlokasi di Jakarta. Ada begitu banyak lowongan dan persyaratannya pun sesuai dengan gaji yang cukup. Namun satu hal saja, Alice melirik kearah Lydia yang tertidur lelap dia ayunan. Ia sekarang mempunyai dua pilihan, pilihan pertama : pergi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan dan selamatkan hidup bapaknya, pilihan kedua : tetap di Jogja merawat Lydia dan mengalami krisis keuangan. Alice bisa gila karena terus-terusan memikirkannya.

"Alice?" Irene memasuki kamar Alice dengan membawa sebuah nampan yang diatasnya tertera segelas susu.

"Lowongan kerja di Jakarta?" Tanya Irene setelah membaca sesuatu di Computer Alice

"Aku lagi bingung.. kamu tahu kan kondisi bapak krisis. Untuk makan sekarang aja kita susah, aku pengen kerja. Di Jakarta. Tapi kamu tahu kan..." Alice memberi isyarat pada Irene melalui pergerakan bola matanya yang melirik sekilas kearah Lydia.

"Aku ngerti kok. Kamu tinggal pilih aja, lebih mentingin bapak yang selama ini kerja untuk biaya hidup kita, atau Lydia bayi lucu kamu yang barusan kamu lahirin?" Saran Irene, Alice berpikir sejenak.
"Tenang aja, kamu bisa ambil jalan tengah yang gak mengorbankan apapun sama sekali."

Alice kini mendapatkan sebuah ide, ia mengambil ponselnya dan menelpon sahabatnya-Dira. Alice berteman dekat dengan Dira waktu masa kuliah dulu. Namun setelah menikah, Dira mengikuti suaminya pindah ke Jakarta.

"Halo."

"Ini Alice kan? Apa kabar?"

"Aku baik. Kamu sendiri?"

The Mate For The Throne HeirWhere stories live. Discover now