Day 1

98 9 0
                                    

Holding Hands

Sato Naosu x Miyuji Aiko

*

Suasana sekolah berasrama Yobushina kali ini sedikit berbeda. Tentu saja karena hari ini adalah hari jadi instansi tersebut.

Berbagai acara digelar. Mulai dari penampilan-penampilan terbaik setiap klub ekstrakulikuler hingga puluhan stand yang dibangun memenuhi lapangan sekolah. Sehingga dari luar sudah ketahuan bahwa keadaan di dalam sana luar biasa ramai.

Dan di antara hiruk pikuk lautan manusia itu, terdapat seorang gadis yang hanya bisa celingak-celinguk memandang sekitar. Tentu saja karena ia tersesat.

Padahal, seorang Miyuji Aiko yakin bahwa ia tadi membeli Mochi hanya sebentar. Namun nyatanya, ia sudah ditinggal oleh teman-teman dari klub drama. Membuatnya kelimpungan terhadap keadaan sekitar.

Dengan tangan yang berusaha menjaga sebungkus kue Mochi di dekapan, Aiko pun menerobos barisan rapat manusia di depannya. Mencoba mencari celah untuk keluar dari jalan utama tempatnya berada.

Di satu sisi, seorang lelaki bertubuh tegap memandang tajam pada antrian yang masuk dari gerbang. Dengan name tag bertuliskan "Sato Naosu. Ketua 1 Divisi 1", sudah membuatnya mendapatkan tempat yang nyaman di antara keramaian yang ada. Tentu saja itu semua dalam rangka menjalankan tugas.

Di saat suasana semakin semrawut, Naosu bisa melihat sosok kecil yang terlibas kerumunan manusia. Tanpa pikir panjang, ia pun menyerahkan papan data miliknya ke junior yang kebetulan ikut menjaga. Sementara dirinya segera masuk ke dalam barisan.

"Minggir!"

Teriakan Naosu yang menggelegar rupanya sukses membuat beberapa pengunjung dengan sigap memberikan jalan. Apalagi lelaki itu memakai seragam khas khusus ketua divisi. Tak ayal para murid yang lain menjadi segan padanya.

Beberapa saat berjuang, akhirnya Naosu berhasil menuju sosok Aiko yang matanya sudah memerah. Mungkin lelah menahan tangis akibat kebingungan yang melanda.

"Aiko? Apa yang kau lakukan di sini?!" tegur Naosu seraya menepuk pundak gadis itu.

Sontak saja Aiko menoleh dan segera memeluk Naosu. "Naosu-niisama!" teriaknya bahagia.

Naosu hanya mendiamkan Aiko yang memeluknya untuk beberapa saat. Baru kemudian ia bertanya lagi. "Mengapa kau bisa sendirian di tengah keramaian seperti ini?!"

"M-maafkan Aiko, Naosu-niisama. Sebenarnya tadi Aiko bersama teman-teman dari klub Drama. Namun, kami terpisah ketika Aiko pergi membeli Mochi." Berkata demikian, Aiko menunjukkan bungkusan putih yang ia jinjing kepada kakak asramanya itu.

"Lain kali kau harus hati-hati, Baka!" Wajah Naosu tetap datar ketika mengatakan itu. Sedetik kemudian, jemarinya pun segera menyentil dahi Aiko dengan agak kuat.

"Onii-sama! Itu sakit!"

"Itu hukuman yang pantas untuk gadis ceroboh sepertimu tahu!"

Keduanya berhenti berdebat begitu menyadari matahari yang semakin terik, seiring dengan jalan yang semakin memadat. Karena itu, Naosu refleks menggenggam erat tangan Aiko.

"Jangan sekali-kali kau melepas tanganku selama kita masih ada di jalan utama. Kau paham?"

Naosu tersenyum tipis melihat Aiko yang mengangguk. Fokusnya kembali ke jalan. Di mana ia kembali menggunakan kekuasaannya sebagai ketua untuk mencuri celah dari yang lainnya.

"Hah. Akhirnya kita sampai juga," ujar Naosu begitu melihat stand bertuliskan "Posko Utama" berada di depannya.

Dengan langkah tegap, ia masuk ke dalam. Menyapa setiap rekan sesama ketua yang merangkap sebagai panitia di sana. Lalu kemudian duduk di kursi yang ia dapat.

"Wah. Ternyata itu kau, Naosu-nii."

Naosu menoleh dan mendapati sosok dengan iris violet yang mendekatinya. Sadar itu adalah Sato Naoru, ia pun mendecih.

"Ada apa? Tenang saja. Aku sudah menyelesaikan tugasku di pos penjagaan di gerbang," ujar Naosu. Ia mengira adik kembarnya itu datang menanyakan tugas.

"Aku sudah tahu akan hal itu. Terlepas dari itu, sampai kapan kau mau terus menggenggam tangan anak orang, huh?"

Seketika itu juga Naosu sadar akan kealpaannya. Terlebih menyadari Aiko yang ternyata masih berdiri dengan membalas genggamannya.

"Mengapa kau tidak menegurku, Aiko?!"

"Ehee ... Maafkan Aiko. Namun, sepertinya Naosu-niisama begitu kelelahan. Jadi Aiko tidak berani untuk menegurmu. Setidaknya sampai Naosu-niisama bisa beristirahat."

Naosu menghela napas mendengar jawaban tersebut. Seharusnya ia sudah bisa menduga jawaban dari gadis terpolos yang satu asrama dengannya itu. Sayangnya ia sepertinya terlalu lelah sampai kehilangan fokus seperti itu.

"Sudahlah, Naosu-nii. Kau tidak perlu menyalahi Aiko seperti itu. Justru kau harusnya berterima kasih karena Aiko tidak mengeluh selama  berjalan bersama patung sepertimu."

"Diam kau, Naoru! Sebaiknya kau menyelesaikan tugasmu!"

"Dan kau juga sebaiknya melepaskan tangan Aiko, Naosu-nii."

Naoru segera tergelak melihat Naosu yang melepas tangan Aiko secara spontan. Sebuah kenikmatan tersendiri dirinya bisa menjaili kakaknya yang dingin itu. Walau tidak bisa dipungkiri bahwa sepulang sekolah ia pasti akan mendapatkan hukuman.

Setelah pertikaian antar saudara itu selesai karena Naoru yang sudah pergi, kini giliran Aiko yang bingung sendiri. Bingung mau berbuat apa di tempat yang ia tidak mengenal siapapun di dalamnya. Sementara Naosu sendiri tampaknya sudah dalam keadaan setengah sadar.

"Sebaiknya aku pergi saja. Biarkan Naosu-niisama beristirahat." Aiko bergumam kecil. Mata cokelat beningnya terarah ke bungkusan Mochi di pelukannya.

Segera ia mengambil bolpoin yang kebetulan ada di sakunya. Dengan perlahan, ia pun menuliskan kata "Untukmu. Terima kasih." pada plastik putih itu.

Setelah membubuhkan inisial namanya, ia pun dengan hati-hati menyisipkan bungkusan Mochi itu di pangkuan Naosu yang rupanya tertidur dalam kondisi duduk. Disentuhnya pelan tangan lelaki itu, berusaha agar empunya tidak terjaga.

"Terima kasih, Naosu-niisama," bisiknya pelan sebelum akhirnya berlari keluar tenda.

Tanpa mengetahui bahwa mata di belakangnya mulai membuka. Menampilkan iris ruby yang menyipit karena sebuah senyuman tipis.

*

855 words.

Day 1, End.

[Completed] 30 Days OTP ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang