OPERA | Quenque

4.7K 720 30
                                    

Aku ingin berhenti. Namun yang ada, langkahku memaksa untuk mengikuti.

Bagaimana rasanya bertemu dengan orang asing? Canggung bukan? Bagaimana rasanya bertemu dengan orang yang harusnya saling menyayangi, tapi nyatanya menjadi asing? Selain lebih canggung, pastinya ada rasa sakit yang sulit dihindari, bukan?

Lessa mencoba keluar dari rasa canggungnya. Latifa yang menjadi ibu angkat setelah ibunya meninggal sampai sekarang masih membatu, keras kepala, bisu. Namun malam ini, entah kenapa perempuan itu kini menghampiri kamarnya, seperti akan mengutarakan sesuatu.

"Kalau ibu belum siap membicarakan hal yang mau disampaikan, ibu gak usah buru-buru. Lessa bisa nunggu sampai ibu siap." Lessa melirik jam dinding di kamar berwarna violet mudanya, sudah pukul sepuluh malam.

"Jangan panggil saya ibu, saya bukan ibu kamu!" tegurnya. Latifa menghela napas, "saya gak suka teman cowok kamu, bisa kamu jauhi dia?" tanya Latifa, ternyata itu poinnya.

Lessa mengerutkan kening, "Braga?" tanyanya ragu, karena Latifa pasti baru melihat Braga yang menjadi teman cowoknya.

Tanpa menjawab, Latifa keluar kamar, menutup pintu dengan tergesa.

Memangnya ada apa dengan Braga? Sampai belum mengenalpun, Latifa tidak menyukainya. Lagipula, apa peduli ibu angkatnya itu yang selalu menganggap Lessa tidak ada?

Ada-ada aja!

Gadis itu kini telungkup di atas kasurnya, lagipula, siapa yang dekat dengan Braga? Dirinya hanya kebetulan berada di tempat yang sama dengan waktu yang sama, apa itu salah?

Lessa mengubah posisinya menjadi berbaring. Ia memejamkan mata, lantas membiarkan kantuk menyergap dan malam melahap dirinya.

Braga memukul bola hijau sebesar kepalan tangan itu dengan tongkat yang ia pegang. Pukulannya terlampau keras, ia berlari dengan cepat saat bola itu melambung. Bisa kalian menebak apa yang cowok itu mainkan sekarang.

Softball.

Ia sampai di base dua saat bola berhasil ditangkap. Braga membenarkan topi putih yang kini menghiasi kepalanya. Cahaya matahari yang menyengat membuat para siswa 12 IPA 1 kewalahan. Peluh menetes dari pori-pori kulit mereka, berapa bahkan sudah mengenakan kaus olahraga yang basah oleh keringatnya sendiri.

Suara menggema dari Pak Danar terdengar, menimbulkan protes dari para pemain karena jam olahraga mereka telah selesai.

Brisia yang mengenakan pakaian olahraga juga topi yang sama kini melangkah mendekat, menghampiri Braga juga Nael yang belum beranjak dari tengah lapangan.

Nael memandang Brisia lurus, cowok yang merupakan atlet baseball itu tersenyum saat kontak matanya bertemu.

"Manis!" desis Nael saat Brisia justru menghampiri Braga.

"Boleh gue pulangnya bareng lo, Ga?" tanya Brisia ikut duduk di samping Braga.

Brisia tau jawaban apa yang akan di dapatnya, namun gadis itu selalu saja bersikukuh membuat Braga mengantarnya pulang.

Braga tampak berpikir, "gue ada-"

"Acara?" potong Brisia merasa basi.

"Lo tau," jawab Braga artinya dia menolak.

Brisia bangkit, tanpa menoleh ke belakang lagi. Sampai kapan cowok itu akan beku pada setiap perempuan?

Nael terkekeh hambar, "sejenis Brisia aja lo tolak, tipe lo kek apasih, Ga?"

OPERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang