OPERA 🎭 Sedecim

2K 416 88
                                    

Seharusnya kamu ingat, bahwa perempuan yang sedang kamu sakiti sekarang, adalah anak yang mati-matian dibahagiakan orangtuanya.

🎭

Pukul sebelas malam Lessa belum juga tidur. Tangannya ia remas karena gelisah, Dahlan belum pulang bahkan nomornya aktif tidak menjawab. Ayahnya itu tidak pernah membuat Lessa sekhawatir ini, apalagi mobil milik ayahnya tidak digunakan. Lessa mencoba menghubungi nomor ayahnya lagi namun lagi-lagi yang terdengar hanya suara oprator menyebalkan.

Kringg.. Kringg..

Cepat-cepat Lessa berlari menuju telepon rumah yang menimbulkan cemas berlebih. Ia harap itu dari Ayah, mengatakan bahwa keadaannya baik-baik saja. Tangan dinginnya mengangkat gagang telepon, "Halo?" ucapnya setenang mungkin setelah benda itu rapat, berharap bukan orang iseng yang meneleponnya malam-malam.

Halo dengan keluarga Tuan Dahlan?

Terdengar suara pria tegas dari sebrang sana, semakin membuat Lessa khawatir. "Iya?" Latifa keluar dari kamar dan berdiri di samping Lessa.

Tuan dahlan mengalami serangkaian kecelakaan penembakan. Diharap, ada keluarga yang dapat datang ke tempat kejadian sesegera mungkin, kami sedang mengusahakan yang terbaik.

Telepon di genggaman Lessa kini ditarik paksa oleh Latifa. Perempuan itu melotot tidak percaya, "baik! Saya akan segera kesana, terimakasih pak!" ucap Latifa formal.

Perempuan itu bergegas memakai jaket lantas mengambil kunci mobil. "Boleh Lessa ikut?" tanya Lessa ragu, Latifa menatapnya tajam. "Diam di rumah!" ucapnya buru-buru kemudian keluar.

Lessa menelan salivanya ketika melihat mobil yang biasa ditumpangi ayahnya keluar dari pekarangan. Ia berharap semuanya akan baik-baik saja, tapi pikirannya tetap gusar, saat ia tahu bahwa ada hal yang ganjil dari Latifa.

🎭

04.00

Lessa sama sekali tidak bisa tidur malam ini. Tidak ada yang bisa ia hubungi, termasuk ibu angkatnya. Setelah bunyi alarm yang sengaja tak ia matikan, Lessa masuk kamar mandi, bersiap membasuh diri karena hari ini dirinya masih harus bersekolah.

Air dingin yang jatuh dari shower diatasnya tidak membuat ketenangan Lessa bertambah. Ia masih saja gusar dan Lessa seperti seorang penunggu kabar yang entah kapan kabar itu akan datang. Selang lima belas menit berada di bawah guyuran air, Lessa kini sudah memakai handuk kimono. Ditatap wajah pucatnya dalam cermin, matanya berkantung hitam dan penampilannya ia rasa jauh dari kata layak.

Satu tetes air mata jatuh, meninggalkan jejak basah yang memanjang. Disapunya jejak itu, ada sedikit rasa sesak. Tentang ibunya, tentang kabar ayahnya, tentang Braga.

Dan yang ia sesalkan, kenapa Braga masuk dalam daftar sesaknya? Itu tidak bisa dimengerti oleh jalan pikiran Lessa.

Ting..

Lessa yang masih mengenakan handuk buru-buru turun ketika medengar bunyi bel rumah. Ia mengintip dari tirai, yang memperlihatkan seorang yang memakai pakaian musim dingin keluar dari pagar, terlihat terburu-buru. Ketika membuka pintu, Lessa dikejutkan oleh sebuah kotak di depannya. Dengan cepat Lessa membawanya masuk, selama ini kotak yang ia terima itu tidak berbahaya. Ia lalu teringat pada dua kotak yang beberapa hari lalu datang namun ia tidak sempat membukanya, lebih tepatnya tidak minat.

Langlah Lessa terhenti ketika melihat dua kotak itu sudah tidak ada di tempat. Pasti ayah sudah membakarnya, pikir Lessa. Ia kemudian meletakan kotak yang ia pegang diatas meja, membukanya dengan perlahan.

OPERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang