OPERA 🎭 Septemdecim

3.2K 505 226
                                    

Jika dekat saja bisa membuat harap lebih yang sulit untuk dicapai. Apa dengan menjadikanmu pilihan itu adalah sebuah kesalahan?


Daun satu-persatu jatuh, hembusan angin cukup kencang dengan suhu tidak panas. Seusai membeli lateks dan masker, Braga menuju parkiran dan sudah melihat Lessa disana yang mungkin saja menunggunya.

"Jadi, ada apa?" Lessa bertanya, sedikit aneh saja. Setelah ini dirinya akan diantar pulang oleh Braga.

"Gue punya satu," ucap Braga selalu terdengar taksa.

"Apanya yang kamu punya satu?"

Braga mendengus geli, "ikut dulu aja," ucapnya menyalakan mesin motor. Akhirnya Lessa menurut juga. Ia menaiki motor Braga dan melesat jauh keluar sekolah. Jalan yang dilalui tidak cukup asing. Ia sering lewat jalan tersebut ketika pulang.

Hingga akhirnya mereka sampai di depan rumah bercat putih. Braga membuka pagar, kemudian masuk. Lessa awalnya enggan namun Braga meyakinkan bahwa tidak ada apa-apa di dalam sana.

Sampai di dalam, Braga membuka lebar gorden berwarna maroon, membiarkan cahaya sepenuhnya menyelusup masuk. "Rumah kamu?" tanya Lessa penasaran, tidak terlalu jauh dari rumah Lessa.

Braga tidak menjawab, ia kemudian menarik tas yang masih tersampir di punggung Lessa. Melihat gantungannya. "Ini," Braga menunjuk gantungan tersebut. "Aku punya satu," lanjutnya.

Lessa melepas kacamata yang ia kenakan. "Kok bisa?"

Braga membuka sebuah kotak kayu, memerlihatkan isinya pada Lessa. "Sekarang hilang," ucapnya datar.

Lessa sedikit bergidik, "sumpah aku gak nyuri, kok." Lessa membentuk angka dua di jarinya dan justru Braga mendengus geli. "Gue tau, gue juga lupa kapan ngecek itu, gue kira punya gue masih ada."

"Aku dapet dari kiriman paket," ucap Lessa memerhatikan gantungan yang kini disematkan di tasnya.

Braga sedikit tercekat, "kiriman paket itu? Teror itu?" tanyanya memastikan yang dijawab Lessa dengan anggukan.

Lessa berpikir sejenak, "jangan-jangan yang kirim paket itu.. Braga ya?" Gadis itu memicingkan mata.

"Ha?" Braga mendekat, duduk di samping Lessa.

"Soalnya aku gak ngerasa terancam sama paket itu. Kadang aku mikir kalau paket itu cuma ngungkapin sebuah kebenaran." Lessa berujar yang sangat disimak Braga.

Cowok itu hampir merangkul Lessa, namun Lessa sedikit bergerak maju, jadi yang ada ia menempatkan tangannya pada punggung sofa.
"Gue gak sepengecut itu kalau cuma buat ngungkap kebenaran," ucap Braga dengan penekanan, membuat Lessa terkesiap.

"Kalau gitu, aku takut. Berarti ini ada hubungannya sama kamu. Berarti orang ini pernah masuk ke rumah kamu, berarti bisa aja sekarang dia ada disini," ucap Lessa tampak biasa saja.

Braga menatapnya lekat, "lo laper?" tanya Braga yang lagi dihadiahi anggukan. "Sama, gue juga 'laper'." Tentu saja laper yang dimaksud Braga dan Lessa itu berbeda.

Dan disinilah mereka sekarang, di dapur. Memasak mie rebus. "Lo tau?" Braga melirik Lessa yang mengambil dua piring. "Apa?" tanya Lessa menoleh sedikit.

"Hipotesis lo bener semua." Braga kini mendekat, "ada orang yang pernah masuk rumah gue dan tau persis letak gantungannya. Itu bukan punya gue, punya Ibu gue dulu." Jelas Braga membuat ruang gerak Lessa semakin sempit karena posisi Braga yang semakin dekat.

Braga melingkarkan tangannya pada pinggang Lessa. Membuat Lessa menahan napasnya seketika. Saat itu juga, Braga menaikan Lessa pada meja, hingga gadis itu duduk dan sejajar dengannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

OPERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang