laughter | 04

4.1K 485 14
                                    

Seperti biasanya, lelaki itu merenung dengan tatapan kosongnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seperti biasanya, lelaki itu merenung dengan tatapan kosongnya. Introvert, satu kata itu sudah mendeskripsikan diri Jungkook dengan tepat.

Jungkook sudah terlalu muak dengan takdir yang ia jalani. Rasanya ingin sekali ia mengambil kembali semua itu, namun tidak ada yang bisa ia lakukan.

Status anak 'broken home' sudah ia sandang selama 6 tahun. Tidak ada yang menemaninya selama itu juga. Ayah? Kakak? Itu semua hanya orang asing yang bermarga sama dengan dirinya. Mereka semua hanya mempedulikan urusan mereka masing-masing. Ayahnya yang bekerja keras sebagai CEO perusahaannya, dan kakaknya yang sibuk menjalani kuliahnya di Aussie.

Sungguh menyakitkan jika ia ingat kembali saat-saat dimana ia masih mempunyai segala kebahagiannya. Lagi pula, semua itu tidak akan kembali berada di kehidupannya. Hanya ada kesedihan, tidak akan ada lagi kebahagiaan yang dapat mengisi hidupnya sekarang.

Jungkook sekarang bahkan sudah tidak punya lagi tujuan hidup. Lelaki itu tak tau apa lagi manfaatnya untuk terus hidup. Jungkook masih bernapas di atas bumi seperti ini hanya karena paksaan dari ayahnya. Ayahnya memaksa Jungkook untuk meneruskan jabatannya menjadi CEO kelak, walau Jungkook sendiri tak ingin. Jika saja ayahnya tidak memaksanya untuk meneruskan jabatannya itu, Jungkook pasti sudah menjadi debu yang tertiup angin entah kemana.

Pernah suatu hari Jungkook nekad untuk membunuh dirinya sendiri. Saat itu ia masih berumur 13 tahun, seorang anak yang baru saja menjadi remaja, dan sedang berada dalam ambang kehidupan. Dengan sebilau pisau yang di tangannya dan siap memotong urat nadinya kapan saja. Namun percobaan bunuh dirinya itu sudah digagalkan oleh kakaknya.

Sudah 4 tahun lamanya kejadian percobaan bunuh dirinya itu, namun malah menjadi semakin lekat di memori Jungkook. Jika ia mengingatnya kembali, ada rasa dimana ia ingin mencobanya lagi.

Secara tak sadar Jungkook sudah menitikkan air matanya sejak tadi. Memikirkan segala nasibnya sudah membunuh Jungkook secara perlahan. Jungkook menyadari jika ia memang lelaki lemah yang hanya dapat menangis sepanjang waktu. Tanpa adanya tangan yang menggenggam tangannya, Jungkook memang pantas bersikap seperti ini. Ia tidak mau berpura-pura kuat namun kenyataannya ia ingin menangis.

Menyadari wajahnya sudah basah oleh air matanya, Jungkook segera mengusap pipinya yang terkena air matanya itu. Ia lalu menoleh ke arah jam yang menunjukkan 3.35 PM saat ini. Sudah cukup untuk hari ini, tangisan Jungkook harus disimpan untuk hari kedepannya.

Tenggorokannya terasa sangat kering saat ini, Jungkook pun berpikir untuk keluar membeli sebotol air mineral. Ia merasa tidak pantas menikmati hasil kerja ayahnya sendiri. Oleh karena itu ia jarang untuk makan atau mengonsumsi apapun yang ada di rumah ini.

---

"Halo? Kenapa?

"Halo, Lis keluar yuk."

Laughter - LISKOOKWhere stories live. Discover now