2

1.8K 185 6
                                    

"Terimakasih, Pak. Nanti sore saya akan kembali ke ruangan Bapak." ucap seorang gadis yang sedang membungkukan badan nya, lalu tak lama kemudian pergi meninggalkan ruangan Kepala sekolah.

Gadis itu berjalan tanpa memperhatikan ke depan. Ia berjalan pelan, menunduk. Seolah enggan menatap orang-orang yang tengah menatapnya.

Bruk!

"Eh—"

"Ma, maaf." ucapnya terbata-bata.

Tak ada balasan apapun dari kata maaf yang sudah ia katakan.

Gadis yang ditabrak tadi berlalu tanpa permisi.

"Sedingin itu?" gumam gadis yang menabraknya.

Gadis itu pun menoleh kebelakang. "Baiklah."







"Ve?" panggil seseorang yang berada tepat di depan gadis itu. Gadis itu mundur karena terkejut. Ia mendorong bahu orang tersebut.

"Bisa ga sih munculnya jangan pas di depan aku? Nyebelin banget."

Gadis yang dipanggil Ve tadi langsung bergegas pergi meninggalkan orang yang sedari tadi berdiri dihadapan nya. Tak lama, orang itu kembali menyamakan langkahnya dengan Ve.

"Abis dari ruangan kepala sekolah lagi?" tanya orang di samping Ve.

Ve hanya mengangguk. Ia bergumam tak jelas. Mungkin gadis itu merasa kesal.

"Shani dipanggil lagi?"

"Nal, diem deh."

"Ya, baik."

Mereka berdua pun terus berjalan menuju kelas tanpa ada sebuah pembahasan.

>>

"Kamu berantem sama Shani?" tanya Gracia.

Viny menggeleng. Ia enggan menjawab, dan masih sibuk dengan makanan di depan nya.

"Shani dipanggil Kepala sekolah."

"Hm."

"Kamu ga mau bantu dia?"

Viny mendongakkan kepalanya menatap Gracia bingung, "Buat apa? Aku kenal dia juga engga." jawab Viny asal.

Gracia menghembuskan napas pelan, "Dengan kamu tau namanya aja, itu udah dianggap kenal, Vin."

"Teori dari mana?"

"Itu—"

"Yaudah, kalo gitu kenapa bukan kamu aja yang bantu dia? Kamu kan kenal dia." sela Viny dengan cepat.

Gracia memejamkan matanya kuat. Saat ia membuka matanya, ia tak lagi melihat sosok Viny disampingnya.

Sebenci itukah Viny pada Shani?

Pertanyaan itulah yang saat ini terlintas dipikiran Gracia.

Sedangkan disisi lain, Viny berjalan di koridor sekolah. Tak ada orang di sana. Ia pun duduk dibangku panjang yang ada di koridor sana. Lalu memasang earphone pada kedua telinganya.

Ia memejamkan matanya, berusaha menenangkan pikiran nya.

"Viny?" panggil seseorang. Membangunkan Viny dari tidur sesaatnya.

"Iya?" tanya Viny.

"Aku boleh duduk?"

"Hm." Viny sedikit menggeser posisinya lalu kembali memasang earphone nya.

Gadis yang berada disamping Viny itu hanya diam. Ia bingung harus mengatakan nya dari mana. Membuat Viny yang merasakan gerak-gerik aneh dari gadis disamping itu menolehkan kepalanya.

"Ada apa kak?" tanya Viny yang pada akhirnya menggeser sedikit sifat dingin nya itu.

"Maafin atas semua yang udah Shani lakuin ke kamu ya." ucapnya.

Viny memutar bola matanya malas, "Shani lagi Shani lagi." ia kembali memasang earphone nya, namun dengan cepat gadis itu menahan nya. Viny menoleh ke samping, ia menepis lembut tangan gadis disampingnya, "Maaf kak, ga semudah itu maafin seseorang yang bahkan selalu nyalahin orang lain. Buat saya sih ga masalah, karna dia kayaknya emang bermasalah sama saya. Tapi kalau itu buat orang lain yang ga ada masalahnya sama dia. Saya tetap ga akan maafin dia." jelas Viny. Ia beranjak bangun lalu berjalan meninggalkan gadis itu.

Gadis itu berdiri, "Shani ga masuk sekolah karna larangan dari Ayahnya, Vin." teriak gadis itu.





"Saya ga perduli!" balas teriak Viny.

××

Viny menjalankan motornya saat ia telah berpamitan dengan Gracia. Ia akan pulang lebih dulu.

Ntah, mungkin untuk saat ini hanya kepada Gracia saja ia bisa bersikap selayaknya murid lain.

Di pertengahan jalan, langit tak menampakkan keindahan nya. Awan gelap menutupi keindahan itu. Hingga tak lama, hujan pun turun, membuat Viny mau tidak mau menepikan motornya. Ia berlindung pada halte yang jaraknya tak jauh dari sana.

"Giliran gue ga bawa jaket ujan." gumamnya.

Ia duduk dibangku halte lalu menyandarkan kepalanya.

Entah mengapa, ucapan gadis yang bertemu dengan nya di koridor tadi membuatnya berpikir. Tetapi, ada satu hal yang baru ia ingat. Viny bahkan tidak tahu nama gadis yang duduk disampingnya tadi. Yang ia tahu, gadis itu adalah Kakak kelasnya. Terlihat dari bet angkatan yang ada diseragam nya.

"Hhhhh."

"Kenapa harus gue yang lo tarik sih?" ia mengusap kasar wajahnya lalu menutup nya dengan telapak tangan nya.





"Lo cari masalah sama Shani?"

Viny mendongak. Menatap kesamping pada seseorang yang mengenakan jaket kulit berwarna hitam. Orang itu menutup kepalanya dengan hoodie. Hingga Viny tidak bisa melihat wajahnya.

"Lo ga perlu jawab. Gue udah tau."

"Hah?"

"Urus semuanya sampe selesai. Baru lo bisa bebas." seseorang itu melempar jaket hitam pada Viny, yang dengan sigap Viny ambil.

"Ini apa?" tanya Viny.

"Lo SMA kan?"

"Iya."

"Masa jaket aja ga tau." ucap orang tersebut dengan cuek.

"Ya anjer! Maksud gue bukan itu, tapi maksudnya a—"

"Pake aja. Kita bakalan ketemu lagi nanti. Gue duluan."

Langkah kaki orang itu tiba-tiba terhenti, "Satu lagi. Jangan kasih jaket itu pada siapapun. Kalau sampe lo kasih, akan ada sesuatu yang terjadi nantinya."










"Aaaaaaaaa! Belum ada seminggu gue sekolah di sini kenapa banyak banget yang nyebut nama Shani dan kenapa banyak orang-orang aneh sih." kesalnya.

Namun bodohnya, Viny malah memakai jaket itu dan berlalu pergi saat hujan reda sedikit demi sedikit.





×××

Hmmm.

Deeper [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang