7

1K 114 6
                                    

×

"Shania!"

"Shan.."

Viny berlari mencoba untuk menyamakan langkahnya dengan gadis yang ia panggil secara terus-menerus.

Gadis yang bertemu dengan nya di koridor tadi tidak menjawab panggilan Viny. Ia malah mempercepat langkahnya. Banyak pertanyaan dari benak Viny, mengapa Shania bersikap seperti itu? Bahkan terhitung semenjak tiga minggu diterimanya Viny di Club Panahan.

Viny pun semakin mempercepat langkahnya. Ia menarik pergelangan tangan Shani secara paksa.

"Shan? Are you okay?" tanya Viny.

Plak!

Satu tangan Shania terangkat, menampar kencang pipi Viny. Bola mata Shania menangkap sesuatu yang masih Viny genggam di tangan nya. Sedangkan gadis yang ditamparnya hanya diam membisu. Menatap Shania penuh pertanyaan.

"Eh?" Viny menaikkan sebelah alisnya.

Shania menepis kasar tangan Viny yang menggenggam nya tadi. Ia pergi meninggalkan Viny yang terus bertanya-tanya.

"Gue di tampar? Kenapa?" tanya Viny pada dirinya sendiri.

Sedangkan di sisi lain,

Shani menatap Viny dan Shania dari atas gedung sana. Ia dapat menyimpulkan bahwa ada sesuatu hal yang terjadi di antara mereka.

Tapi,

"Kok dia diem aja padahal ditampar sekenceng itu?" gumam Shani. Ia mengerutkan keningnya bingung.

Di tangan Viny, terdapat sebuah Jaket hitam berhoodie. Shani terus memperhatikan nya. Hingga detik berikutnya ia melihat sebuah lambang 'B' dibagian dada sebelah kiri jaket tersebut.

"Be or... By?" tanya Shani pada dirinya sendiri.

"By."

Shani tersentak kaget saat sebuah suara turut menimbrung ucapan nya. Ia mundur beberapa langkah, mencoba menjauh tapi tertahankan. Orang yang mengejutkan Shani itu masih bersikap santai. Ia bahkan tak berniat menoleh pada Shani.

"Kok kaget gitu? Santai aja. Kita udah lama juga gak ngobrol baik-baik kayak gini, kan?" ucap orang tersebut.

Shani masih terdiam di tempatnya, "Gracia.."

"Hhhhh.." gadis bernama Gracia itu menghela napas. Ia menyandarkan tubuhnya pada dinding, lalu bersedekap dada. "Kapan terakhir kali kita ngobrol kayak gini ya?" tanya Gracia. Matanya sibuk menatap langit. "Apa kamu inget kapan terakhir kita ngobrol gini, Ci?" tanya Gracia pada Shani yang masih diam mematung di tempatnya.

Shani membuka mulutnya, namun ia tutup kembali.

Berapapun lama nya ia tidak mengobrol dengan Gracia, ia tetap mengetahui seluruh hal tentang Gracia. Begitupun Gracia sebaliknya.

"Bukan sekarang waktunya Gre," ucap Shani nyaris berbisik.

Gracia tersenyum miring, ia berjalan pelan menuju tembok pembatas. Lalu menunjuk Viny yang tengah duduk di depan kelasnya.

"Aku tahu betul siapa kak Shania," ucap Gracia. Gadis itu masih sibuk menatap Viny, "Aku rasa, setelah Viny berurusan sama kamu, dia akan berurusan dengan kak Shania. Aku tahu, pemikiran kamu juga sama seperti aku kan?" Gracia menolehkan kepalanya menatap Shani.

Tangan nya terngkat menggenggam lembut tangan Shani lalu menariknya pelan untuk berdiri tepat di sampingnya. "Pemikiran kamu itu sudah terbentuk lebih dulu dari pada aku. Mungkin, saat...."

Gracia berpikir sejenak, ".... Pencarian lima anggota di Club Panahan kamu. Aku bener kan?" tanya Gracia.

"Gracia, cukup."

"Aku tahu cici—"

"Kamu suka sama Viny?" tanya Shani secara spontan. Gracia diam menatap lekat netra pekat milik Shani.

"Ci, aku cuma suka—"

"Hati-hati." jelas Shani lalu pergi meninggalkan Gracia.



Shit!


××

19.30 WIB

Suasana di tempat latihan Club Panahan tidak terlalu ramai. Hanya ada para junior yang tengah berlatih yang didampingi oleh para senior.

Suara riuh-piuk di dalam gedung cukup sangat menggema. Teriakan dalam perhitung skor terus berlanjut. Di bangku penonton, para senior yang tidak memiliki jadwal terus memperhatikan para adiknya.

Sedangkan Viny,

Gadis itu duduk di pinggir lapangan tempat latihan nya. Ia menunduk tanpa berniat menatap teman-teman nya. Sesekali, ia meneguk minuman nya. Lalu menunduk lagi.

Bayangan saat Shania menamparnya, terus terngiang.

"Gue salah apa sebenernya? Kenapa Shania keliatan benci banget sama gue?"

Viny memejamkan matanya kuat. Sampai pada akhirnya ia beranjak bangun dan mengambil barang-barangnya sebelum ia menuju locker.

15 Menit kemudian.

Viny berjalan menuju pemuda yang terlihat sibuk memainkan ponselnya.

"Kak, Viny izin pulang lebih awal. Gakpapa kan?"

Pemuda itu akhirnya menoleh dan menatap Viny. Ia tersenyum ramah lalu mengangguk, "Makasih ya udah sempetin dateng buat latihan,"

"Udah seharusnya, Kak. Viny kan udah termasuk jadi anggota ehehe."

Pemuda itu tertawa, kemudian menepuk pelan pundak Viny, "Silahkan. Hati-hati di jalan ya. Kamu bawa mobil atau motor?" tanya pemuda itu.

Viny menunjuk semua barang yang ia bawa, cukup banyak. "Barang sebanyak ini, bisa di bawa pake motor?" tanya Viny.

"Ya, Oke. Mau gue bantu?"

"Gak perlu, kak. Viny pamit ya. Daah kakak Kinan-kuh!"

Viny pun meninggalkan pemuda bernama Kinan itu. Ia membawa barang-barangnya menuju mobil di parkiran.

Jaket hitam yang sejak tadi ia bawa, akhirnya ia pakai.

Tanpa menunggu lama, Viny kembali berjalan menuju mobilnya. Tetapi, ia menyipitkan kedua matanya, saat melihat seseorang di dekat mobilnya.

"Shani?"

"Ada yang mau gue omongin. Cepet naik." suruh Shani.

"Hah?! Itu mobil gue." sergah Viny.

"Gue gak perduli. Cepet, Viny!"

"Hhhhhh. Oke. Tunggu," Viny pun menurut.

.

.

.

.

.

"Jaket yang lo pake, itu jaket pemberian Shania buat Beby."



TBC


Aku kangen. Kalian kangen ga? Itu Gracia cakep btw :')

Deeper [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang