Keenam: Jangan Dilihat!

3.4K 425 94
                                    

*6*

"... dan mereka pun hidup bahagia selamanya. Tamat," kata Lani seraya menutup buku dan memandang Milengga yang masih sadar, "dongengnya sudah selesai, Mil. Sekarang kamu naik, tidur yang nyenyak."

Milengga mengangguk dengan lekuk bibirnya yang manis. Merangkak naik hingga ranjang atas menopang tubuh kecilnya.

Lani pun hanyut di ranjang bawah. Tetapi sebelum mematikan lampu tidur yang temaram, dia memikirkan perkataan Pak Kiai tentang sesuatu yang berbahaya di rumah itu. Memang sebuah anomali.

"Perbanyaklah sholat tahajud, berdoa meminta perlindungan dari Allah ...."

Ya.

Lani kebetulan muslimah yang taat beribadah. Senantiasa mengerjakan sholat lima waktu, sholat duha, dan sholat tahajud. Jadi tidak terasa berat, toh itulah yang harus ditunaikan.

Tetapi berbeda dengan Farabi, adik pertamanya itu seolah tidak percaya dengan perkataan Pak Kiai. Bahkan saat Lani melewatinya di ambang pintu, dia mengatakan bahwa pria bangkot alim itu hanya mengada-ada.

Wanita berkulit kuning langsat tersebut menghirup udara dalam-dalam, memutar mata, dan merangsang saraf tangan kanannya menarik tali hingga cahaya di kamar itu direnggut oleh kegelapan.

Wanita berkulit kuning langsat tersebut menghirup udara dalam-dalam, memutar mata, dan merangsang saraf tangan kanannya menarik tali hingga cahaya di kamar itu direnggut oleh kegelapan

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

Seorang gadis piyama putih polos berdiri di hadapan lemari mahoni dengan mata terpejam. Helaian rambut yang tidak menyatu mengirap memotong cahaya bulan dari arah belakang. Dan sekitarnya adalah kegelapan. Telinga lancip bergerak perlahan menangkap suara. Lekang. Bulu matanya mengibar, lensa hitam di tengah membesar ketika ketakutan menjadi kewaspadaan.

Lemari mahoni.

Benda balok tegak lurus dengan pintu tertutup rapat-rapat. Tetapi tidak ada jaminan bahwasanya terkunci. Walaupun begitu, dia sangat penasaran. Menganalogikannya seperti hadiah misterius. Jika tidak dibuka, rasa penasaran pun menjadi candu.

Kaki telanjangnya lantas terpaku ketika ingin beranjak. Tidak dapat menarik pintu lemari yang berjarak satu meter. Alisnya tiba-tiba tersentak saat suara bernada tinggi terdengar dari dalam lemari. Persis dengan dentuman yang didengarnya beberapa jam dan satu hari yang lalu. Ketakutan pun semakin merajang adrenalin saat secara mengejutkan pintu lemari mahoni itu terbuka lebar, menampakkan ribuan tangan kering anyir menjulur hendak meraih tubuh di depan.

Seluruh anggota tubuhnya ingin segera lari. Namun, sebuah angin keras mendorongnya maju. Dipaksa untuk menghadapi tangan-tangan mengerikan yang ingin segera mencabik-cabik tubuhnya.

Percuma. Perlawanan malah semakin memperkeras sang angin. Hingga dia mulai mengumpulkan tenaga, merapikan pita suara, dan ....

 Hingga dia mulai mengumpulkan tenaga, merapikan pita suara, dan

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

"AAAAHHHHH!"

Jeritan Milengga disertai dering jam weker--peringatan menjelang pukul dua belas malam untuk sholat tahajud--meresap ke dalam telinga Lani. Nyaring. Hingga berhasil membawa jiwa sang kakak kembali ke dunia nyata.

Secepat kilat Lani menyalakan lampu, mematikan jam weker dan bangkit. Dia mendapati Milengga terduduk dengan rambut semrawut kusut. Bahkan jika diperhatikan lebih dekat, keringat timbul di mana-mana.

"Mil, ada apa denganmu? Ayo sini, turun ke kakak," pinta Lani, sangat khawatir.

Milengga tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya merangkak turun, lalu memeluk tubuh Lani. Barulah wanita itu sadar, tubuh adiknya bergetar hebat.

Lani mengajak Milengga duduk ke ranjangnya. Meletakkan kepala gadis itu ke pangkuan, lalu mengusap rambutnya. Bermaksud untuk merapikan.

"Mil, kamu mimpi buruk?" Suara Lani nampak tegang.

Milengga mengangguk pelan.

"Kamu mimpi apa? Cerita ke kakak."

Gadis itu mengangkat kepalanya. "Aku ... sebenarnya sejak kita menempati kamar ini. Ada yang aneh Kak. Apa Kakak tidak pernah merasakannya?"

Dahi Lani mengerut, "Aneh? Tidak. Kakak tidak menemukan keanehan apapun di kamar ini. Mil, jangan membuat kakak penasaran. Sebenarnya apa yang kamu sembunyikan? Ayo ceritakan."

"Jadi, lemari mahoni di belakang selalu bergerak dan mengeluarkan suara yang aneh setiap sendiri di kamar ini," Lani melirik lemari mahoni di belakang. Berdiri tenang di tempatnya seolah yang dibicarakan adiknya saat ini hanya bualan belaka, "dan aku pernah bertanya sama Nenek tentang isi lemari mahoni itu. Katanya hanya tikus, tapi aku tidak percaya, Kak. Ada sesuatu yang hidup di dalamnya ...."

"Dan kamu sampai-sampai bermimpi buruk tentang lemari mahoni itu?" terkanya.

Milengga mengangguk pelan. "Iya, Kak."

"Ya sudah. Kakak mau ke kamar mandi, mengambil wudhu dan sekalian air putih untukmu." Lani tidak ingin menanggapi dengan serius. Dia malah mengalihkan pembicaraan dan mengangkat bokongnya ketika tangan Milengga yang beku menariknya kembali.

"Kak, aku takut sendirian ...."

Tiba-tiba lemari mahoni di belakang mereka berdentam. Sangat nyaring. Empat mata membelok memerhatikan benda tua tersebut. Bergetar seperti kayu basung.

Lani sekarang percaya. Ada sesuatu yang aneh di dalam sana, bukan hanya lemari tersebut, tetapi seisi ruangan ini. Tikus kata Nenek? Salah. Dia memikirkan hal selain itu, sesuatu yang besarnya sepuluh kali lipat dari hewan omnivora tersebut.

Wanita yang tidak terkenal pemberani itu bangkit setelah menenangkan adiknya. Sepasang kaki lembut bergantian menindih lantai. Perlahan tapi pasti dia mendekati lemari mahoni yang belum memberikan aba-aba berhenti. Dia menjulurkan tangan, berusaha meraih gagang bulat emas di salah satu ujung pintu. Dan, ketika mengempaskannya ke luar, sesuatu bergerak dengan cepat dari dalam.

CIT! CIT! CIT!

Suara menjijikkan saling menyambung saat pintu lemari terbuka lebar.

Lantas Lani menghembuskan napas lega. "Memang tikus, Mil."

Masih berada di depan lemari mahoni. Milengga bertanya dengan mata melotot , "kalau itu benar tikus, di sebelah kakak siapa?"

Bunuh Ibumu Sebelum Pukul 12 Malam✔ [LENGKAP]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum