Ketujuh Belas: Surat Dari Ilahi

2.8K 353 47
                                    

*17*

Pagi yang hambar memenuhi rumah tua bergaya sembilan puluhan itu. Matahari mengintip di sela-sela jendela, berusaha melihat keadaan di dalam. Mereka tertunduk lesu. Tidak ada yang berani membuka mulut setelah sarapan. Sibuk bermain-main bersama pikiran sendiri. Anggun dikurung dalam kamar, diikat menyatu dengan ranjang yang dikelilingi garam. Setiap menit menjerit kesetanan seperti sedang terbakar, persis saat Pak Kyai Soleh memaksanya untuk meminum air garam di loteng. Dari situlah perkataan Farabi menjadi sembilan puluh lima persen di otak Lani. Nyaris seratus persen. Tidak ada seorang anak yang akan menuduh ibu kandungnya sendiri sebagai pembunuh, kecuali anak itu ingin durhaka.

Praja yang ditemukan di bawah ranjang Nek Adanu masih syok. Rasa takut dan trauma masih tergambar jelas di mata kecilnya. Sementara Farabi menatap lantai. Kosong. Tubuhnya begitu lemas membayangkan sosok yang lebih mirip iblis mencengkeram kakinya semalam. Lama terdiam, kemudian mendesah sambil mengacak-acak rambutnya. Terus begitu.

Tiba-tiba suara ketukan pintu membangkitkan kesadaran mereka. "Siapa yang bertamu di kondisi genting seperti ini?" umpat Farabi lalu berdiri membuka pintu.

Saat pintu kayu itu terkuak, nampak seorang wanita tua berkudung putih dengan gamis senada berdiri dengan wajah penuh air mata. Sesekali menghapusnya tanpa tersenyum.

"Ini benar rumah Anggun?" tanyanya. Farabi mengangguk penasaran, Lani dan Praja juga sudah ada di samping dengan tatapan penuh tanya. "Saya Najma, istri Pak Kyai Soleh. Beliau ... ini ada surat. Maaf saya tidak bisa berlama-lama ...." Dia pun berjalan tergopoh-gopoh berbalik meninggalkan tiga orang yang harusnya bertanggung jawab atas malapetaka yang menimpa suaminya. Namun, nasihat dari sang tercinta sudah meluluhkan hatinya.

Surat beramplop putih yang basah dengan air mata telah berada di genggaman Farabi. Menukar pandang dengan punggung Najma yang bergetar hingga menghilang di belokan.

"Coba kamu buka suratnya, Abi," pinta Lani tidak sabar.

Farabi mengangguk lalu merobek ujung amplop dan menarik secarik kertas lusuh ke luar. Kaget. Bukan hanya tinta hitam acak-acakan yang menempel di sana, ada darah juga. Dia mulai membaca.

"Untuk Keluarga Anggun,

Nak, kematian seseorang tidak bisa ditebak. Tidak tahu kapan dan bagaimana kita mati. Jadi setelah Nak Abi atau Nak Lani membaca surat ini, berarti saya sudah mendapatkan kematian itu. Saya ingin memberitahukan kepada Nak Lani untuk percaya dengan perkataan Nak Farabi. Tapi pernyataannya tentang Bu Anggun tidak sepenuhnya benar. Dia bukan ibu kalian. Ada seseorang yang berusaha memecah belah keluarga kalian dengan menanamkan IBLIS ke dalam tubuhnya. Entah bagaimana caranya, tetapi IBLIS itu sangat kuat. IBLIS itu akan membunuh siapa saja yang mencoba membongkar sebuah rahasia besar yang sudah lama dipendam di keluarga kalian. Semoga surat ini sampai di tangan kalian dan bisa menyadarinya. Temukan sosok anak kecil perempuan yang suka bermain dengan adik bungsu kalian. Jaga dia, karena bisa saja IBLIS itu mengincarnya pada pukul 12 malam.

Tertanda Pak Kyai Soleh."

"Rahasia? Iblis? Gadis kecil yang suka bermain dengan Praja?" gumam Farabi melipat kembali surat itu lalu bersedekap.

"Aku tahu gadis kecil yang dimaksud Almarhum Pak Kyai Soleh," papar Lani di belakang.

Farabi berbalik memandang Lani. Wanita itu lantas tertunduk.

"Dia ada di saat pemakaman Milengga, aku melihatnya sedang berdiri di samping Praja. Sebenarnya aneh, entah kenapa Praja dan Rintih bisa sangat akrab, bahkan di pemakaman mereka membicarakan sesuatu. Tapi tidak jelas. Dia juga sempat datang ke rumah ini setelah pemakaman untuk bermain-main dengan Praja. Aku pikir, anak-anak bisa cepat menjalin persahabatan jadi itu hal biasa." Lani kembali melanjutkan.

Bunuh Ibumu Sebelum Pukul 12 Malam✔ [LENGKAP]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin