Kedelapan: Perselisihan Berdarah

3.4K 396 144
                                    

*8*

Lani tiba di-rakaat terakhir. "Assalamualaikum warohmatullah." Dia mengucapkannya dua kali sambil menengok dua arah.

Saat ini, sosok yang menyerupai Anggun telah lenyap saat Lani mengumandangkan ayat-ayat suci Al-Qur'an sembari berdoa. Beberapa menit kemudian, dia membebaskan rambut hitamnya dari mukenah putih. Tangan kecil nan lembut menarik sajadah dan melipatnya.

"Kenapa lampu ini rusak?" Dia sekarang berkutat pada lampu kamar yang mati. Juga terheran-heran dengan apa yang dirasakannya saat sholat.

Tiba-tiba lemari mahoni di depan berderit. Hidungnya di serang bau khas lilin, darah binatang yang sudah busuk, dan merasa bahwa mukenah putih di belakang berdiri hingga membentuk sesosok wanita dengan wajah hitam menyala, membuat bulu kuduk Lani semakin meremang.

Dia buru-buru menghantam kasur, melebarkan selimut ke seluruh tubuh dengan rasa jeri. Badannya tidak lagi menghadap lemari, tetapi lensa matanya malah menangkap bayangan mukena putih yang seolah ingin menarik selimut wol itu.

"Aaaaahhhh!"

Jiwa Nek Adanu terketuk begitu keras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jiwa Nek Adanu terketuk begitu keras. Matanya membelelalak, mulut terbuka lebar, dan keringat timbul di keningnya. Jelas dia mendapat bunga tidur yang buruk. Tubuh wanita tua itu masih terlentang di atas ranjang putih bersama Praja yang masih terlelap. Kemudian, dia memeriksa keadaannya; dari tubuh, tangan, kaki, wajah, sampai cucu terakhirnya di amati serius.

"Syukurlah, itu hanya mimpi. Aku tidak ingin keluarga ini seperti itu," gumamnya sembari berbalik membelakangi Praja. Wajahnya kini sangat tenang, terbukti dengan beberapa kerutan di sudut bibir.

Disaat semua kekhawatiran lenyap, sesosok gadis muncul dari bawah ranjang. Berdiri tepat di depan wajah Nek Adanu. Dia menyapa dengan samar.

Lantas wanita tua yang sudah kepala sembilan itu menggulut gerakannya saat bangkit. "Milengga?!" Dengan sangat terkejut, dia mencoba menenangkan dirinya, "Cu, kenapa pagi-pagi begini kamu sudah ada di kamar nenek?" tanyanya, memoles suaranya dengan menawan.

Milengga yang berdiri dengan piyama katun pelangi terkikik, lalu tiba-tiba terdiam dengan wajah datar. Tatapannya kosong ke arah Nek Adanu yang masih menampak di ranjang.

"Cu, kamu kenapa? Apa kamu sakit?" tanya Nek Adanu setelah menelan saliva nya.

Gelengan kepala yang pelan dan menunjuk di bawah ranjang adalah jawaban teraneh dan menakutkan. Seakan-akan gadis itu ingin menunjukkan sesuatu, tetapi bukan sesuatu yang biasa.

"Kenapa? Ada apa di bawah ranjang, Cu?" Ketiga kalinya wanita bangkot tersebut bertanya, kini suaranya gemetaran.

Mulutnya melengkung membentuk senyuman, "Ada sesuatu di bawah ranjang, Nek."

Bunuh Ibumu Sebelum Pukul 12 Malam✔ [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang