Epilog : The Dream

697 72 1
                                    

Lima tahun kemudian...

Clara menggigit bibir sambil mengecek jam tangannya beberapa menit sekali. Jam rose gold yang baru saja diberikan pacarnya sebagai hadiah anniversary mereka. Tentu saja pacarnya juga memakai jam yang sama. Tapi bukan itu alasan kenapa dia memperhatikan jam itu terus. Alasannya adalah karena dia ada janji penting yang harus dia hadiri dan sekarang dia hampir terlambat. Semua karena meeting di kantornya hingga jam tujuh malam.

Sekarang tubuhnya ada di dalam taksi, sedang membawanya menuju ke suatu tempat. Tangannya mengambil ponsel yang ada di dalam saku blazer soft pink-nya. Benda itu bergetar pelan, menandakan adanya pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Dia langsung membuka pesan itu dan bahunya melemas. Untung saja dia punya pacar yang selalu pengertian dengan jam kerjanya yang terus-menerus tidak jelas ini. Tidak jarang dia selalu terlambat ketika janjian dengan pacarnya itu dan pacarnya tidak pernah marah.

Alasannya adalah karena laki-laki itu adalah Johannes Maxwell. Clara sempat menyinggung hal ini ketika dia sedang jalan di waktu weekend dengan Hans. Kenapa laki-laki itu tidak pernah marah bila Clara terlambat dan sering kali membatalkan janjinya. Tapi Hans hanya tersenyum sambil merangkul pundak gadis itu sambil menjelaskan dengan tenang.

"Kamu sibuk, aku mengerti, pekerjaan kamu pasti tidak bisa ditinggal karena kamu sering mengeluh di telepon soal proyek yang kamu kerjakan," Hans tersenyum kecil. "Dengan begitu banyak proyek yang kamu dapat, aku tahu pasti meeting-nya tidak sebentar."

"Lagipula," Hans menambahkan. "Dibandingkan lamanya kamu menunggu aku dulu, masalah seperti ini tidak ada apa-apanya 'kan?"

Saat itu, Clara melakukan inisiatif untuk mencium pipi laki-laki itu duluan. Hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya karena biasanya Hans yang akan menciumnya duluan.

Clara kira dia tidak bisa mencintai Hans lebih banyak lagi. Tapi laki-laki itu selalu menunjukkan kalau teori itu salah setiap hari. Ada saja hal-hal kecil yang membuat Clara terus merasa terpana pada laki-laki itu. Mobil Hans sering tiba-tiba muncul di depan rumah Clara pagi-pagi. Di dalam mobil, laki-laki itu sudah menyiapkan segelas moccacino hangat favoritnya. Lalu mereka akan berangkat bekerja bersama sambil menceritakan apa yang akan mereka lakukan hari itu.

Clara tersenyum sendiri sambil mengenang hal-hal kecil yang Hans lakukan untuknya. Dia bahkan tidak sadar kalau mereka sudah sampai di tempat tujuan. Supir taksi itu sampai memanggilnya untuk memastikan kalau tempat itu benar. Clara mengecek nama restorannya dan dia mengangguk sambil mengambil uang untuk membayar argo. Pumps putihnya menginjak aspal dan perlahan berjalan masuk ke dalam restoran.

Alis Clara terangkat ketika menyadari kalau restoran itu terletak di pinggir pantai. Ketika dia masuk ke dalam, seorang pelayan menanyakan namanya. Dan ketika dia mendapatkan nama Clara, dia langsung menuntun Clara untuk masuk bersamanya. Clara tersenyum kecil sambil mengetik pesan pada Hans dan mengikuti langkah pelayan itu.

To : Hans-nya Clara

Kamu ada rencana apa lagi sih?

Clara menerima balasannya dari Hans kurang dari sepuluh detik.

From : Hans-nya Clara

Just come and see.

Clara menggeleng pelan sambil menyimpan ponsel itu kembali ke saku blazer-nya. Pelayan itu mengantar Clara sampai mereka keluar ke pantai. Angin malam yang berhembus cukup kencang membuat Clara bersyukur dia tidak salah kostum hari ini. Pelayan itu akhirnya berhenti di depan sebuah gazebo kecil dengan meja di tengah dan beberapa bantal putih. Tapi bukan hal itu yang menarik perhatian Clara.

Flawless (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang