Bab Delapan

9 1 0
                                    


Hal terindah yang pernah kualami semasa aku hidup adalah mengenalmu.

❤❤

Raka sedikit gelagapan saat Ayana ikut melirik pesan yang masuk keponselnya, ia takut Ayana melihat apa isi pesan itu.
Raka berfikir sebentar berusaha mencari ide agar ia bisa menjemput 'seseorang'  itu dibandara.

"Dari siapa, Rak?" tanya Ayana dengan melirik sedikit ponsel Raka lalu kembali memandangi orang yang lalu lalang disekitar taman.

Raka tersentak dari lamunannya. Ia menatap Ayana sambil sesekali mencari ide. Ntah kepintaran dari mana, seakan ada lampu diatas kepalanya yang menandai bahwa ia sudah mempunyai alasan.

"Eumm.. gini, Na. Temen aku ada yang sakit, jadi aku mau jengukin. Boleh gak?"

Ayana berbalik menatap manik mata Raka. Ayana sedikit curiga saat matanya melihat ada gurat kegelisahan dari manik mata cowok itu. Berusaha ia menepis semua kecurigaannya, ia tak boleh asal tuduh.

"Yang ngelarang kamu siapa?"

"Ya.. kirain gak kamu kasih. Ya udah, kalo gitu kita pulang langsung yuk," Raka menarik lembut tangan Ayana.

"Pulang? aku boleh ikut gak ngejenguk teman kamu?"

"Ikut??" Raka terkejut.

Ayana terkekeh, "tolong kondisiin dulu tuh mata, udah kayak mau keluar aja bola matanya."

Raka menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Yaudah, kamu pulang duluan aja deh. Ntar aku bisa pulang naik Gojek atau Grep kan?"

Raka diam sementara menimbang-nimbang usul Ayana, "Emang gak pa-pa?" tanya Raka memastikan.

Ayana mengangguk

"Ya udah kalo gitu. Aku pulang duluan ya.. kalo ada apa-apa kamu bisa telpone aku," Ayana tersenyum membiarkan Raka yang sudah mulai melangkahkan kakinya menjauh.

Perlahan senyum itu memudar digantikan raut wajah penuh kecurigaan.

Tumben?

============================

Ayana berjalan melewati trotoar dengan memakan eskrim sesekali pula ia bersenandung kecil. Saat tadi Raka menjenguk temannya, Ayana singgah sebentar untuk membeli eskrim.

Ayana memutar tubuhnya menatap jalan raya saat ia merasa tengah diikuti. Ayana tersentak kecil hampir saja eskrim digenggamannya jatuh kalau saja ia tak memegangnya erat.

"Lo? ngapin ngebuntutin gue?" Ayana menatap cowok didepannya yang kini sudah memberhentikan motor besarnya. Ayana menatap lakat-lekat warna baju Elyar yang sedikit aneh saat mereka dari awal bertemu. Baju putih dari celana, baju, jaket, bahkan hingga sepatu. Ayana sedikit mengerut bingung, bahkan ia baru sadar kalau cowok itu dari awal hanya memakai dua warna baju. Kalau bukan hitam pasti putih layaknya orang mati.

Elyar terkekeh melihat Ayana yang menatapnya serius seakan menelanjangi hidup-hidup.

Ayana tertegun mendengar suara kekehan cowok ini. Ntah kenapa suaranya begitu merdu saat terkekeh kecil itu lolos keluar begitu saja.

"Mata lo serem banget deh. B aja napa ngeliatinnya, ntar naksir baru tahu."

Ayana menepuk bahu Raka pelan. Bisa-bisanya Elyar mengatakan ia naksir. "Idih, najis!"

Elyar terhenyu seakan hatinya tertusuk ribuan jarum saat mendengar jawaban singkat, jelas, padat seakan tak ada ruang bagi Elyar 'lagi'.'
"Siapa tahu," Elyar mengangkat bahunya seakan cuek.

"Oh iya, lo disini bareng siapa?"

"Tadi sih bareng Raka. Tapi Raka-nya pergi ngejenguk teman dirumah sakit."

Elyar mengepalkan tangannya. Bisa-bisanya pria brengsek itu meninggalkan gadisnya.

Elyar hanya tersenyum menanggapi. Bila ia berbicara lebih jauh nanti ia malah dituduh menghancurkan hubungan keduanya. Jangan pikir Elyar tak tahu apa yang tengah diperbuat Raka si cowok brengsek itu.

"Mau gue anter pulang atau kita jalan-jalan aja dulu?"

"Gak usah El, gue bisa naik gojek kok."

El? bolehkah ia berteriak senang sekarang? apa Ayana sudah mulai mengingatnya? ah, mungkin itu hanya panggilan untuk namanya.

Elyar menggeleng, "Gak ada penolakan. Gue anter lo pulang sekarang. Naik!" Elyar menyuruh Ayana naik dengan memperagakan dagunya kearah jok motor.

Ayana mencibir, "Pemaksa!"

Elyar kembali terkekeh, semoga dengan ia mengantar pulang Ayana, bisa membuat cewek itu sedikit mengingatnya.

============================

Ayana mengernyit heran, dari mana cowok ini tahu rumahnya? kemarin juga cowok ini tahu bahawa Mamanya tengah sakit. Apa dia cenayang?

"Turun."

"Makasih," Ayana langsung membuka pagar rumah tanpa menoleh sedikit pun. Mungkin lain hari ia akan bertanya lebih jauh apakah cowok itu cenayang.

"Na?" Ayana berbalik saat ia hampir menyentuh kunci pagar.

"Hal terindah yang pernha kualami semasa aku hidup adalah mengenalmu."  Elyar tersenyum lembut.  Tatapan matanya tersirat kerinduan yang mendalam. Elyar menancapkan gas-nya lalu pergi berlalu.

Ayana kembali terheran-heran, banyak pertanyaan yang memenuhi pikirannya. Seketika bulu romanya merinding.

Fix! ia harus tahu tentang cowok ini.

===========================

Sorry buat typo dan kegajean yang ada.

Jngn lupa vote dan komen...

Makasih^^





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Forgotten [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang