Part 17 - Sarah

101K 7.2K 299
                                    

Amanda ingin mencintai dengan sederhana. Seperti matahari yang mencintai pohon dan alam semesta. Menumbuhkan dan menghidupi tanpa harap apa pun.

Amanda merasa sepi. Ia duduk sendiri di kursi perpustakaan. Kursi di sebelahnya yang biasa di duduki Afgan kosong. Untuk pertama kali Afgan lupa akan janjinya belajar ke perpustakaan bersama Amanda. Dan itu karena Sarah.

Setelah Arsen, apa sekarang Amanda juga harus kehilangan Afgan?

Di lain sisi rombongan Arsen duduk bersama di kantin. Ada yang baru di antara para cowok tampan itu, Sarah duduk di antara mereka. Orang-orang yang melihat akan berdecak iri pada Sarah, dia sangat beruntung berada di tengah-tengah para lelaki tampan.

"Makasih Sarah untuk traktirannya. Sering-sering ya," ujar Bayu kegirangan. Tentu saja Bayu girang, dia rajanya gratisan.

Afgan tampak lahap memakan nasi goreng, teh manis dan bakso tusuk miliknya. Afgan terlihat terburu-buru di antara yang lain.

"Kalem aja Afgan makannya. Nggak ada yang ngejar lo," tegur Arsen.

"Gue buru-buru," ujar Afgan dengan mulut penuh makanan.

Afgan menguyah makanannya dengan cepat. Lalu mengambil bakso tusuk, dan meminun teh manis dingin miliknya. Afgan meraih tisu yang disediakan oleh pihak kantin secara gratis untuk membersihkan sisa makanan pada bibirnya.

Sejujurnya Afgan tidak lupa janjinya pada Amanda untuk belajar di perpustakaan saat jam istirahat ke dua hari ini. Namun Sarah menawarkan diri untuk mentraktir dirinya dan teman-teman. Tak enak menolak, Afgan terpaksa mengiyakan. Demi etika.

"Ah, kenyang," kata Afgan. Dia menyeruput teh manis dengan rakus.

Habis! Semua makanan bagian Afgan habis dalam waktu tak sampai lima menit. Afgan terlihat rakus dengan cara makanan yang sembrawut, sungguh tak sesuai dengan wajahnya yang tampan.

"Gue punya teman kok gini banget," decak Bayu sambil geleng-geleng. Kemudian dia memakan seblak miliknya dengan gaya elegan bak pangeran abad 21. Agar terlihat kontras dengan cara makan Afgan.

"Gue makan begini karena buru-buru mau pergi, biasanya cara makan gue tampan banget kok," Afgan membela diri.

"Lo mau ke mana?" tanya Arsen.

"Mau belajar bareng Amanda," jawab Afgan seraya bangun dari duduknya.

"Amanda teman sekelas gue? Yang di ceritakan Arsen sering gangguin dia?" tanya Sarah.

"Bagi gue Amanda tidak pernah mengganggu siapa pun. Mungkin Amanda yang lo maksud orang lain. Makasih buat traktirannya," ujar Afgan seraya berlalu dari sana.

Melalui sudut matanya Arsen mengiringi kepergian Afgan. Laki-laki yang bernama Afgan itu sangat percaya diri ketika membela Amanda. Dengan lugas Afgan menyampaikan apa yang ada di hati dan otaknya. Antara iri dan kagum, Arsen juga ingin menjadi pribadi yang seperti itu.

Sesampainya di perpustakaan Afgan tidak mendapati Amanda di sudut perpustakaan tempat mereka biasa membaca buku. Kursi yang biasa di duduki Amanda kosong. Afgan merasa sepi melihat ketidakhadiran Amanda, padahal ia pikir perempuan itu akan menunggu.

Hei, apa yang sebenarnya Afgan harapkan? Untuk apa Amanda menunggunya? Afgan merasa patah hati untuk hal kecil ini.

-o0o-

Amanda berjalan lesu menuju kelas. Senyuman ceria yang selalu terukir di wajahnya tak ada. Bibir Amanda menekuk ke bawah. Dia sedih, Afgan tidak datang ke perpustakaan.

"Boleh dong nanti gue pinjam novel lo." Suara Lila terdengar dari belakang punggung Amanda.

Amanda menghentikan langkah dan menoleh ke belakang. Ada Lila, dan juga Sarah. Keduanya berjalan bersisihan.

Amanda [END - SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang