PROMISE - Part 21: Tekad

197 11 0
                                    


------------------3am--------------


ARRGGHH!!


Iel berteriak dan menendang sofa yang berada di dekatnya tuk melampiaskan emosinya itu. Lalu dia menghempaskan tubuhnya ke atas sofa, menelungkupkan mukanya ke dalam kedua telapak tangannya. Perdebatan keras tadi terus bergaung pedas di telinganya, membuat hatinya semakin berkecamuk tak karuan. Lama dia terhenyak, merenungkan itu semua. Ini pertama kalinya dia adu mulut lagi dengan Ify dalam beberapa minggu terakhir itu.

Dulu mungkin dia menganggap hal yang biasa adu mulut seperti ini. Tapi sekarang dia ga bisa bersikap masa bodoh, mengabaikan ini semua. Ada sesuatu yang begitu mengganjal di hatinya. Pikirannya kembali melayang ke kejadian yang baru lewat itu. Ucapan-ucapan Ify terus menggaung di dalam pikirannya. 'Apa memang sudah sepantasnya gue ngelakuin ini?? Apa yang gue katakan tadi benar?? Apa gue terlalu kasar sama Ify??' benak Iel. Sekilas terlintas di benaknya bayangan Ify yang tadi pergi dengan mata yang sudah memerah, dipenuhi air mata. Iel jadi semakin merasa tak enak hati.

Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh bahu Iel. 'Ify..!' Iel sontak kaget dan membuka matanya. Tapi saat dia menoleh ke belakangnya dan tau siapa yang ada dibelakangnya itu, Iel kembali dengan lesu menyadarkan dirinya di sofa. Itu bukan Ify, itu bi Asri.

"Den, non Ify udah pulang??" tegur bi Asri yang muncul tiba-tiba itu.

"Udah.." sahut Iel lemah.

"Wah, sudah pulang ya... Padahal kuenya sudah matang ini. Jadi ga sempat cicipin. Tadi non Ify sempat bikin kue sama bibi sambil nungguin den Iel pulang" terang bi Asri sambil sambil meletakkan kue tersebut di meja di depan Iel. Sesaat bi Asri tampak memperhatikan wajah murung majikan kecilnya itu. Beliau duduk di samping Iel.

"Den..."

"Hmm..."

"Den.. tadi habis berantem sama non Ify ya?? Bibi denger tadi sampe teriak-teriak gitu..." kata bi Asri sambil memberikan perhatian penuh ke Iel. Iel hanya menghembuskan nafas beratnya dan menunduk diam. Bi Asri hanya tersenyum liat Iel yang nampak murung sekali itu.

"Kalau bibi boleh ngasih nasehat, kalau emang ada masalah atau ada salah paham, sebaiknya Den Iel cepet lurusin masalahnya, ga baik den marahan, apalagi nanti sampai ga tegur sapa lagi. Bikin dosa..." kata bi Asri.

"Bibi tau, maksud den Iel pasti baik, maksud non Ify juga baik. Karena kalian tuh anak-anak yang baik buat Bibi. Dan bibi tau, pasti den Iel ga ada niat buat berantem kan?? Non Ify juga pasti ga mau. Jadi, sekarang masalahnya cuma, gimana ngelurusinnya..." lanjut bi Asri dengan suaranya yang lembut mendamaikan. Iel melirik sedikit ke arah bi Asri, lalu kembali menunduk.

"Pesen bibi sih, jangan utamain ego aden, jangan pakai emosi, semua ga akan pernah selesai kalau kita mengandalkan ego dan emosi kita..." sambung bi Asri melanjutkan nasihatnya. Iel hanya tersenyum kecut mendengar nasehat orang yang sudah dianggapnya seperti orang tuanya itu. Bi Asri kembali tersenyum sambil mengusap pelan kepala Iel, kemudian beliau bangkit berdiri.

"Bibi kedalam dulu ya. Oh ya, kuenya di cicipin den, enak lo den..." kata bi Asri, lalu beliau meninggalkan Iel dalam kesendiriannya.

Iel kembali tenggelam dalam lamunannya. Dia mencoba meresapi nasehat bi Asri. Hati kecilnya sekarang sedang mencoba melawan ego dan emosi yang masih menyelimuti dirinya. Cukup lama dia merenung. Matanya memandang kosong ke depan. Sampai akhirnya dia terpaku pada sesuatu yang kini tergeletak di atas meja. Itu kue yang di letakkan bi Asri tadi. Iel lalu menatap kue yang tersaji di depannya itu dan tanpa sadar mulai mencomot satu potong kecil kue tersebut dan memakannya. Entah kenapa kue yang manis itu jadi terasa pahit di lidahnya. Sepahit hatinya yang sudah tak karuan rasanya. Dia merasa tambah tidak enak hati dengan orang yang membuat kue itu. Biar bagaimana pun, setelah kedekatan mereka beberapa minggu belakangan, Iel sudah tidak lagi mengangap Ify musuhnya sekarang, tapi seorang teman yang baik, bahkan mungkin lebih.

PromiseWhere stories live. Discover now