PROMISE Part 49: Change

206 9 7
                                    




--------------------3am---------------

Setiap yang memiliki awal, pasti memiliki akhir. Dan pasti tak ada yang mengharapkan akhir yang buruk bukan? Itulah yang mulai disadari sebagian anak-anak kelas 9 SMP Bakti Setia bahwa mereka semakin mendekati bulan-bulan terakhir berseragam putih biru. Perjuangan mereka selama 3 tahun ini tidak boleh berstatus "sad ending". Itu juga yang terus berusaha diingat Ify di kepalanya agar godaan untuk terlalu banyak menghabiskan waktu bermain-main mampu ditolaknya.

Ify sedikit menghela nafasnya sesaat sekedar merilekkan kepalanya sesaat dari bacaan buku Biologi yang sedari tadi ia baca itu. Beberapa hari lagi mereka memang akan menghadapi ujian akhir semester. Setelah itu tryout-tryout juga bakal banyak sekali menggilir otak mereka minta diajak bertempur. Jadi tak salah kalau Ify sekarang belajar 10x lebih intens dari biasanya. Apalagi Ify sudah punya beberapa list impian yang ingin ia gapai selepas SMP ini. Dan semua itu gak boleh dia gagalin hanya karena MALAS.

"Woy piii!! Serius amat masih pagi juga udah ngedate sama buku aja lu..." Konsentrasi Ify tiba-tiba buyar setelah seseorang mengusik keasyikannya belajar dengan merebut buku di hadapannya. Ify mendongak dan menemukan senyum jail Septian disana.

"Yee... Gua kira siapa.. Sini balikin buku gue" sungut Ify. Septian melempar buku itu kembali ke Ify dengan santainya ditemani cengiran tanpa rasa bersalah. Ify sesaat menghela nafasnya.

"Dih... datang-datang langsung bikin rusuh, bukannya pake salam terus bawain oleh-oleh kek hihihi" celetuk Ify

"Yeee lu kira gua mau ngedate?" sewot Septian yang disambut senyum simpul Ify.

Kalau lagi digangguin saat serius belajar seperti ini, entah mengapa Ify tiba-tiba jadi teringat sosok anak jail yang slalu dengan santainya suka ngerebut buku yang dia baca terus nepok kepalanya pake buku sambil bilang "Belajar mulu lu pi. Sian tuh otak dah ngebul sama asap gak liat apa lu orang di luar dah teriak-teriak dikira ada kebakaran hahaha..." Ify sedikit tersenyum simpul ingat candaan Iel yang kadang suka ngasal ceplos. Dan entah mengapa ia tiba-tiba merindukan candaan itu.

"Yee... kenapa lu jadi nyengir-nyengir sendiri gitu?? Stress yah? Makanya jangan kebanyakan belajar! Hahaha" tegur Septian. Ify yang kembali tersadar sedikit tersipu malu. 'ah, kenapa jadi inget dia sih?'

"Eh Via mana? Sendirian aja lu?" Tanya Ify kemudian mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Noh di lapangan" sahut Septian singkat tanpa memandang Ify. Matanya kini tengah asik mencari-cari buku di lemari perpustakaan itu.

Ify mengedarkan pandangannya ke luar jendela yang menghadap langsung lapangan basket sekolahnya. Ify masih bisa mendengar sayup-sayup teriakan Via menyemangati Iel. Ah, mereka sejak kunjungan terakhir di sanggar beberapa hari yang lalu memang terlihat lebih dekat. Dan dia harus mengakui itu berjalan sangat bertolak belakang dengan kedekatan dengan dirinya. Ia kini tak lagi sering berada bersama sahabat-sahabatnya itu. Apa mereka yang menjauh? Atau gue yang memang terlalu serius belajar ya?

Jujur. Entah mengapa setiap melihat kedekatan mereka, hawa kesepian tiba-tiba melanda hatinya. Apa dia tak rela sahabatnya itu semakin sering mengabaikannya? 'Lo kehilangan Via atau Iel Fy?' sebuah bisikan halus muncul menggoda hatinya. Ify sesaat tertengun, tapi segera ia menggeleng pelan mengenyahkan bisikan itu, lalu kembali menghembuskan nafas beratnya lalu dan kembali menekuni bukunya. 'Pikiran ngaco' benak Ify. Mereka berdua sahabatnya. Pasti. Dan gak akan berubah. Mungkin itu cuma perasaan sentimentilnya belaka. Prioritasnya kini belajar. Dan ia tentu takkan membiarkan hal-hal lain membuyarkan konsentrasinya. Ya, apalagi soal perasaan hatinya yang sering kali ia rasa tak jelas pangkal ujung masalahnya, yang hanya bisa menghabiskan energi dan waktunya tanpa ada penjelasan pasti.

PromiseWhere stories live. Discover now