Lima

4.7K 202 1
                                    

"Oh, hai, kamu... sapu sama sendok? Buat apa?"

Rara semakin terkejut, takut, kaget, syok, histeris, bahkan tidak bernapas melihat sosok Willy menginjak rumahnya.

"Kamu... TAU DARIMANA RUMAHKUUUUUU???"

Rara memperhatikan tubuh Willy dari ujung rambut hingga kedua tangannya yang menggenggam pizza.

"Pizza?"

"Aku lapar. Ku pikir datang ke rumahmu dengan tangan kosong gak bagus. Jadi aku bawa makanan deh."

"Kamu datang dengan nyawa aja udah nggak bagus!!!"

Willy tak menggubris. Ia asal masuk lalu menikmati pizza dengan lahapnya. Willy terlihat seperti orang yang tidak makan tiga hari. Sangat lahap.

Akhirnya Rara bisa bernapas dengan lega. Rasa khawatirnya menurun. Meskipun sudah tau rumahnya, setidaknya Willy tidak bertujuan membunuhnya dan tidak membawa benda tajam.

"Benda tajam?" pikir Rara.

Rara langsung berlari dan mengunci pintu menuju dapur.

"Kenapa ditutup?"

Rara hanya menggelengkan kepala.

"Itu dapur, kan?"

Rara mengangguk.

"Oh, aku ngerti. Kamu nggak bolehkan aku ke dapur gara-gara takut ku habisin jatah makananmu, kan?"

Terserah. Terkadang Rara bersyukur karena Willy itu bodoh. Yang penting bagi Rara sekarang adalah Willy hanya memikirkan makanan dan bukan hal lain. Dia pun duduk berhadapan dengan Willy dan ikut melahap pizza.

"Itu ada racunnya."

Ucapan Willy membuat Rara terkejut. Beruntunglah ia belum sempat memasukkan pizza dalam mulutnya. Masih dalam tahap membuka mulut.

"Bercanda. Itu asli pizza aku beli di toko pizza sama om pizza langsung dari toko pizzanya gak pake antar tukang pizza."

Rara tak menghiraukannya. Sebenarnya lucu, tapi garing. Entahlah, itulah menurut pandangan Rara akan candaan Willy.

"Kamu dapat nomorku darimana?"

"Dari Kwang min."

"Kwang Min tau darimana?"

"Dari Aida."

"Aida tau darimana?"

"Dari kamu."

Rara terdiam. Ia tersadar terlalu banyak bertanya membuatnya terlihat bodoh.

"Terus, kamu tau rumahku darimana?"

"Waktu ketahuan sama kamu, aku kan ngikutin kamu."

"APA? KAMU NGIKUTIN AKU?"

Willy hanya mengangguk dan kembali melahap pizza yang belum habis di genggamannya.

"Jadi, kamu ngelihat Raka ngantarin aku pulang?"

Pertanyaan konyol Rara sukses membuat Willy kaku. Ia menatap Rara cukup lama sembari mengulang kembali pertanyaan Rara dalam pikirannya.

"Kau tau kan siapa yang aku bunuh waktu itu?"

Rara mengangguk.

"Mustahil banget orang yang lagi sekarat ngantarin kamu pulang sejauh dua kilometer."

"Apa?"

Rara tercengang mengingat kembali kejadian yang lalu saat Raka menolongnya dan mengantarnya pulang hingga sampai di rumah.

Psikopat [REVISI] ✓Où les histoires vivent. Découvrez maintenant