One

3.7K 218 9
                                    

Bukan siang yang cerah. Awan mendung memayungi Paris hari ini. Namun lapisan uap air yang mengambang di udara tersebut tak kunjung menjatuhkan tetesan-tetesan air sejuknya ke daratan. Seorang laki-laki berkebangsaan Korea Selatan duduk tenang di dekat dinding kaca sebuah gedung mewah. Iris hitam pekatnya terus memandangi awan kelabu di luar gedung yang seolah ingin menjadi pusat perhatiannya.

“Dalam 3 hitungan, hujan akan turun,” gumam lelaki itu pada dirinya sendiri.

“3.. 2.. 1...,” lelaki itu menghitung mundur dengan jeda teratur, dan...

BRUUUUUUSSSHHH

Hujan turun tepat setelah hitungannya rampung. Perkiraan yang sempurna.

Tidak, dia tak sekedar memperkirakan. Dia tahu. Sangat tahu. Dan tepat.

Dia adalah Na Jaemin. Delapan belas tahun, IQ 240, menguasai 10 bahasa, sedang menyelesaikan gelar Ph.D-nya di Paris. Jaemin bukan hanya jenius, dia juga memiliki kemampuan yang tidak dimiliki sembarang orang. Jaemin mampu membaca masa depan dan dapat berinteraksi dengan makhluk tak kasat mata di sekeliling manusia. Indigo. Begitulah orang-orang menyebut anak dengan bakat bawaan lahir tersebut.

Para pejalan kaki terlihat kalang kabut mencari tempat berteduh terdekat. Sebagian besar dari mereka tak membawa payung karena tadi pagi cuaca tampak begitu cerah. Yah, mereka bukan Na Jaemin, atau anak nila lainnya yang dapat mengetahui bahwa cuaca siang ini akan mendadak berubah.

“Baiklah, acara akan kami mulai lima menit lagi. Dimohon para peserta mengisi tempat duduk paling depan terlebih dahulu,” ucap seorang MC menggunakan bahasa Perancis.

Jaemin menoleh. Dia beranjak dari tempatnya semula dan menempati kursi di barisan depan yang masih kosong satu.

Setiap dua bulan sekali diadakan pertemuan antar anak indigo di gedung mewah tersebut. Semua pesertanya tentu saja manusia-manusia berkemampuan lebih itu. Jaemin baru sekali ini bergabung dalam forum semacam ini dan dia langsung tertarik untuk mengikuti pertemuan selanjutnya.

Acara berjalan dengan lancar dan menarik. Para peserta forum saling berbagi cerita dan pengalaman masing-masing. Mereka juga mendengarkan wejangan-wejangan dari psikolog terkemuka di Paris. Selanjutnya, acara dilanjutkan dengan makan-makan sambil mengobrol agar lebih dekat dengan peserta lain.

Jaemin melihat seorang laki-laki yang duduk menyendiri dan jauh dari kumpulan peserta. Laki-laki tersebut menarik perhatian Jaemin karena wajahnya yang oriental.

‘Mungkin aku dapat berbicara dengannya,’ pikir Jaemin.

Jaemin mendekati laki-laki itu dan hendak menyapanya ketika pandangan mata mereka bertemu, namun laki-laki itu menatap Jaemin tajam seolah mengintimidasi.

“Mau apa kau?!” ucap laki-laki itu membuat Jaemin sedikit tersentak. Sungguh, dia pikir laki-laki itu orang yang dingin dan pendiam. Nyatanya, dia seorang yang garang.

Jaemin tersenyum mendengar laki-laki itu berbicara bahasa Korea. Sepertinya dia tahu Jaemin berasal dari negara yang sama dengannya.

Lantas Jaemin duduk di sebelah laki-laki itu. “Tidak apa-apa. Kau berasal dari mana?” tanyanya sambil berusaha bersikap tenang. Jaemin tahu itu pertanyaan bodoh. Sudah pasti dari Korea. Namun maksud Jaemin adalah yang lebih spesifik, tepatnya berasal dari kota apa.

“Dari neraka!!!” jawab laki-laki itu ketus.

“Eh? Neraka?” Jaemin mengira laki-laki itu sedang melawak karena pertanyaan bodohnya. Ternyata tidak.

Aneh sekali. Jaemin tidak bisa membaca masa depan laki-laki di sebelahnya itu dan dia juga tidak merasakan candaan melalui sorot mata tajam laki-laki itu.

[√] The Seeking SoulWhere stories live. Discover now