Five

1K 134 0
                                    

Sejak pertemuan kedua Jaemin dengan Jeno, kiriman pizza atas nama Lee Jeno untuk Jaemin semakin sering, bahkan hampir setiap hari. Dan beserta kiriman pizza tersebut selalu terselip kertas yang bertuliskan kalimat berbeda tiap kirimannya.

Surat bertulis ‘Bergabunglah dengan kami, Na Jaemin’, atau surat-surat aneh lain selalu mampir ke flat-nya. Semua dari Lee Jeno. Sebenarnya Jaemin tidak keberatan dikirimi pizza hampir tiap hari, malah dia cukup senang. Namun yang selalu membuatnya ganjil adalah isi dari surat-surat tersebut. Jaemin pun semakin penasaran untuk menelusuri laki-laki bernama Lee Jeno itu.

Pernah suatu kali, Jaemin dikirimi bangkai tikus tanpa kepala oleh Ki Bum. Keterlaluan, ini sudah paling ekstrem. Jeno menerornya. Jaemin bahkan mengira ini tidak masuk akal. Hidupnya bagai di film-film. Namun ini nyata, benar-benar terjadi dalam kehidupannya.

Baiklah, Jaemin memutuskan untuk tidak lagi berkeinginan menelusuri Jeno.  Bahkan dia sudah merencanakan untuk pindah flat.

Hyung, aku ingin pindah dari sini, carikan aku flat lain,” pinta Jaemin ketika Mark berkunjung ke flat-nya.

Mark yang sedang membolak-balik majalah hanya mengulas senyumnya. “Kau menyerah, Jaem?”

“Aku takut, hyung. Anak bernama Jeno itu semakin berulah.”

“Aku tahu.”

“Apa Lee Jeno itu seorang psikopat?”

“Bukan,” Mark menjawab dengan yakin seakan dia benar-benar mengetahuinya.

“Dia juga anak indigo kah?”

“Bukan juga,” jawab Mark lagi.

“Tapi aku pertama kali bertemu dengannya di forum khusus orang indigo,” sergah Jaemin. “Dan kenapa dia blank dalam pikiranku?”

“Jeno bukan seorang psikopat maupun indigo, itu sebabnya dia blank.”

“Lalu apa kalau bukan psikopat?” heran Jaemin. “Setelah semua teror yang dia tujukan padaku, apa itu belum jelas?”

“Jeno hanya salah satu dari sekian banyak anak yang mencoba mengikuti sindrom thriller, ” Mark melanjutkan, “ini adalah suatu pengaruh yang signifikan untuk anak seusianya yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya. Kau bilang dia pernah dijemput oleh seorang nenek, mungkin itu neneknya atau bisa jadi pengasuhnya. Itu cukup membuktikan bahwa orang tuanya terlalu sibuk. Dan sebuah limousine? Ku rasa tidak sulit baginya untuk mendapatkan bacaan horor dan misteri, jadi dia memutuskan untuk menjadi seorang thriller,” jelasnya panjang lebar.

“Benarkah begitu? Apa ini bisa menjadi lebih serius, hyung? Aku harus bagaimana?”

“Tenanglah, semua akan baik-baik saja,” kata Mark menenangkan Jaemin.

Hyung, kenapa kau begitu yakin?”

“Sindrom thriller akan berhenti dengan sendirinya jika anak tersebut sudah bosan. Besok, jika Jeno menonton The Hobbit, maka bisa jadi dia akan mengikuti sindrom Hobbit,” jawab Mark.

Jaemin diam. Kali ini bukan karena otaknya sedang mencerna kalimat-kalimat kakak-nya, melainkan dia benar-benar tidak paham. Baru kali ini Jaemin sulit memahami sesuatu.

Mark mengerti mengapa Jaemin terdiam. “Kesimpulan logikanya,” kata Mark, “pertama, jika Jeno adalah seorang psikopat, maka dia akan menjauhimu. Karena seorang psikopat selalu menutupi dirinya. Biasanya jika seorang psikopat mendapatkan buruannya, dia akan mempelajari semua gerak-gerik si calon korban. Nah, sedangkan si Jeno, dia hanya menerormu dengan pizza, bangkai tikus, atau yang lainnya itu. Itu namanya bukan psikopat kalau terlalu eksis dan mudah ditebak.”

Jaemin manggut-manggut tanda dia mulai memahami maksud Mark—sebenarnya, mencoba memahami.

“Kedua,” sambung Mark, “jika Jeno adalah seorang indigo, itu tidak tercermin pada ciri-cirinya sama sekali. Kenapa? Karena setiap orang indigo memiliki skill  masing-masing, seperti bisa menerawang masa depan, menghipnotis, atau melihat makhluk halus. Untuk Jeno, dia hanya duduk diam dan mengekspresikan wajah yang spooky. Indigo bawaannya terlalu pendiam dan pemalu, bahkan bisa dikategorikan bukan indigo. Tapi percayalah padaku, dia hanya mengikuti sindrom thriller itu.”

Hyung, aku takut dengan Jeno. Tapi ku pikir dia hanya kesepian. Dan makin ke sini aku jadi makin penasaran dengannya. Apa aku sudah gila?”

“Tidak, kau tidak gila. Wajar kalau kau penasaran dengannya. Ku rasa kau hanya perlu sedikit hati-hati,” sahut Mark.

Beruntungnya Na Jaemin memiliki kakak seperti Mark. Selain tampan dan cerdas, dia juga sangat mengerti Jaemin. Ditambah lagi Mark memiliki bakat bawaan lahir yang sama dengan Jaemin. Kalau tidak, mungkin sudah dari dulu kakak-nya itu mengecapnya sebagai ‘anak gila’.

[√] The Seeking SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang