Nine

830 113 0
                                    

Jadwal kuliah Jaemin hari ini ternyata selesai lebih awal. Jam menunjukkan pukul satu siang, Jaemin masih memiliki waktu dua setengah jam lagi untuk bertemu kakaknya. Dia akan menggunakan waktu dua setengah jamnya untuk mendatangi alamat Jeno. Setelah itu dia akan kembali lagi ke kampusnya untuk menunggu Mark di kafetaria.

Dengan bantuan GPS, akhirnya Jaemin menemukan alamat yang dicarinya. Jaemin sangat terkejut saat mengetahui bahwa yang ia temukan bukanlah sebuah rumah, melainkan pemakaman tunggal. Ini hampir mimpi, rasanya Jaemin seperti tokoh dalam film saja. Namun ia sepenuhnya sadar bahwa yang dialaminya adalah kenyataan.

Sedari tadi dia hanya berdiri di depan gerbang pemakaman, hingga datanglah seorang pria yang menegurnya.

“Hei, mau apa di sini?” tanya pria itu dalam bahasa Perancis yang beraksen aneh.

Jaemin menoleh ke belakang. Dia mendapati seorang pria berusia pertengahan empat puluh tahun dengan wajah oriental. Pantas saja logat bicaranya bukan khas orang Paris, batin Jaemin.

“Mau apa kau di sini?” tanya pria itu lagi.

“Hm..., saya mencari Lee Jeno,” jawab Jaemin.

Pria itu tampak sedikit ketakutan setelah mendengar jawaban Jaemin. “Jeno? Untuk apa kau mencarinya?”

Sebenarnya Jaemin ingin mengatakan bahwa niatnya mencari Jeno adalah ingin menghentikan teror, namun dia tidak jadi mengutarakannya.

“Nama Anda siapa, Tuan?” Jaemin balik bertanya.

“Saya biasa dipanggil Mr Lee, penjaga makam ini,” jawab pria bernama Mr Lee itu.

“Oh...” tanggap Jaemin datar. Seketika dia tersadar. Mr Lee!!!  Apa ada hubungannya dengan Lee Jeno?

“Kau mencari Lee Jeno ya?” tanya Mr Lee.

“Iya. Apa dia di sini?”

“Dia memang di sini sudah lama, selama tiga tahun ini.” Pandangan Mr Lee menerawang.

“Maksudnya, Jeno bekerja di sini, atau?”

“Dasar dungu!” seru Mr Lee. Jaemin sungguh kaget mendengarnya. Dia bingung, mengapa dia dikatai seperti itu?

“Jeno itu adalah penghuni satu-satunya di pemakaman ini,” lanjut Mr Lee .

“Maksudnya?” Jaemin masih tidak paham.

Mr Lee memukul bahu Jaemin dengan mimik jengkel. “Jeno itu sudah meninggal!”

Jaemin meringis atas pukulan Mr Lee. Dalam hati dia mengumpat pada Mr Lee itu. Pukulannya sakit sekali.

“Eh? Meninggal? Meninggal bagaimana?!” Jaemin seolah menjadi orang paling bodoh sedunia saat ini.

“Iya, meninggal. Ini makamnya,” tunjuk Mr Lee pada makam di depan mereka.

Dalam hati Jaemin bertanya-tanya. Meninggal? Lee Jeno sudah meninggal? Tidak mungkin.

“Meninggal bagaimana?” tanya Jaemin lagi. Dia ingin memastikannya sekali lagi.

Mr Lee terlihat jengah dengan pertanyaan Jaemin yang diulang-ulang. “Meninggal! Terkubur! Apa di hidupmu jarang mendengar kata meninggal?!”

“Bukan itu, Tuan. Kemarin saya bertemu dengan Lee Jeno atau Lee Jino begitu,” ucap Jaemin. Sebetulnya dia sendiri juga bingung kemarin itu yang mendatanginya Jeno atau Jino.

“Lee Jino? Dia saudara kembar Jeno,” Mr Lee melanjutkan, “Jeno sudah meninggal tiga tahun lalu.”

“Kenapa Jeno meninggal?” Jaemin sungguh pusing dengan satu orang bernama Lee Jeno itu.

“Kau tak perlu tahu apapun tentang Jeno!” seru Mr Lee. “Pada intinya, arwah Jeno itu masih ada di bumi, dia mencari sesuatu. Dia memasuki tubuh Jino. Kami sudah melakukan banyak hal untuk melindungi Jino namun Jeno begitu kuat.”

Katanya aku tidak perlu tahu tentang Jeno? Akhirnya juga menceritakan sendiri. Dasar orang labil, cibir Jaemin dalam hati.

“Maksud Anda apa?” bingung Jaemin.

“Jeno itu anak yang aneh, karena dia memang memiliki kekuatan aneh. Dulu di sekolah, dia disebut penyihir oleh teman-temannya, itu sebabnya dia membenci semua temannya. Dia meninggal karena di-bully 
teman-temannya, dia anak yang malang,” kenang Mr Lee.

“Ini seperti film saja,” sahut Jaemin.

“Semua orang mengira begitu. Tapi ini nyata!”

Jaemin sudah cukup sering diteriaki oleh pria setengah baya di hadapannya itu. Semoga saja setelah ini telinganya tidak mengalami tinnitus akut.

“Jeno meninggal akibat tindakan 
bullying teman-temannya. Dia juga kesepian, kami tidak memberikan kasih sayang kepadanya. Sekarang waktunya saya merawat makamnya,” ujar Mr Lee.

“Anda orang tua Jeno?”

“Ya, saya ayahnya. Dan Lee Jino sudah diadopsi oleh orang kaya di seberang kota.”

“Baiklah, jadi Jino dirasuki Jeno begitu?”

“Iya, begitu lah.” Mr Lee menjawab singkat.

“Baik, sekarang fokus pada saya. Saya diteror oleh Jeno,” kata Jaemin eksplisit.

“Diteror? Bagaimana?”

“Saya dikirimi pizza olehnya.”

“Sebentar,” sahut Mr Lee, “kau mengenal Jeno?”

“Awalnya tidak. Saya pertama kali bertemu dengannya di suatu acara forum. Hanya sebatas bertanya nama. Tapi setelah itu saya selalu diteror Jeno.”

“Jeno mengirimkan teror melalui tubuh Jino itu ditujukan kepada teman-temannya,” timpal Mr Lee.

“Teman? Teman yang bagaimana?” tanya Jaemin.

“Teman-temannya di sekolah, bodoh!” Baiklah, ini yang ke sekian kalinya Jaemin diteriaki Mr Lee. Mudah-mudahan ini yang terakhir.

“Tapi saya bukan temannya,” sahut Jaemin polos.

“Itu yang saya bingungkan. Kenapa kau diteror?”

“Tidak tahu,” Jaemin juga bingung. “Jadi saya harus bagaimana? Saya takut.”

“Sebaiknya kau pergi dari sini Nak, kau bukan orang Paris,  kan?”

“Bukan.”

“Pergilah, kau pulang ke negaramu,” saran Mr Lee.

“Tidak bisa, saya sedang kuliah di sini. Tapi saya akan pindah flat.”

“Ya, semoga itu lebih baik,” harap Mr Lee.

“Tapi apa yang terjadi dengan teman-teman Jeno yang diteror?”

Mr Lee menjawab, “saya kurang tahu. Tapi ada beberapa orang mendatangi saya dan bilang bahwa anaknya meninggal. Saya kasihan dengan Jino, dia dikira pembunuh,” Mr Lee kali ini menangis sedih.

Jaemin hanya bisa menepuk pelan bahu Mr Lee, sedikit menyalurkan ketenangan untuknya. Dia lalu melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul tiga kurang lima belas menit. Sepertinya dia harus kembali ke kampus.

“Baiklah Tuan, kalau begitu saya permisi dulu,” pamit Jaemin.

“Ya. Tuhan memberkatimu, Nak...”

Oui, merci*(ya, terima kasih).” Jaemin pun pulang dengan perasaan yang campur aduk. Semua terasa begitu rumit...

[√] The Seeking SoulWhere stories live. Discover now