2.6 | Belum Berakhir

16.4K 2.3K 235
                                    

Kehilangan orang paling berpengaruh di dalam hidup itu memang sangat-sangat menyakitkan. Terlebih untuk selamanya. Bukan hanya tidak melihat wajahnya, tapi juga tidak akan tahu bagaimana cara menemuinya kembali dalam hidup kita.

Tatapan kosong Taerin membuat June kebingungan. Masalahnya sudah dua jam Taerin ada di rumahnya tanpa melakukan apapun. Bahkan sampai Mamanya June kebingungan juga dengan sikap Taerin. Setiap June panggil, Taerin hanya berdeham tanpa mau berhenti dari aktivitas melamunnya. Takut-takut Taerin bakal kemasukan sesuatu, June pun menelpon Jaehyun untuk segera ke rumahnya. Tapi sudah tiga puluh menit berlalu Jaehyun belum juga datang, membuat June semakin was-was dengan Taerin.

"June, ada Jaehyun tuh." Dengan tergesa-gesa hingga menabrak meja, June keluar kamar dan menghampiri Jaehyun yang baru saja masuk.

"Gila weh Taerin napa anj—"

"Gue tau lo bisa ngerap June, nggak usah sombong." Potong Jaehyun.

June berdecak, kemudian mengusap wajahnya gusar. "Taerin bego! Gue serius ini."

"Iya, gue tau. Mana dia?" Tanya Jaehyun.

"Di kamar gue."

Jaehyun pun jalan ke arah kamar June yang terbuka akibat ulah June tadi. Laki-laki berdimple itu menghembuskan napasnya berat melihat Taerin yang duduk di tepi ranjang menghadap ke jendela dengan dress hitam yang masih melekat di tubuh mungilnya.

Perlahan Jaehyun mendekati Taerin, ia duduk tepat di sebelah Taerin. Pandangannya ikut tertuju pada objek pandangan Taerin.

"Mau sampe kapan ngeliatin gorden June yang butek ini?" Jaehyun melirik sekilas Taerin yang masih pada aktivitasnya. "Udah kemasukan lo, nggak jawab pertanyaan gue?"

"Jae."

"Hm?"

Taerin menoleh dan menatap wajah Jaehyun dari samping. Tidak ada yang berubah dari Jaehyun, masih sama seperti pertama kali Taerin bertemu dan menjalin persahabatan. Tampan. Bahkan sangat tampan. Ditambah dua dimple di pipinya yang semakin memperindah wajahnya.

"Mulut lo bau rokok."

Jaehyun menoleh dan terkekeh. "Dikit doang."

"Ish! Lo kenapa sih sekarang?" Omel Taerin pada Jaehyun.

Dengan pergerakan sedemikan rupa, Jaehyun mengubah posisinya menjadi menghadap ke Taerin. Senyumnya mengembang, tangannya juga bergerak menyentuh lengan Taerin.

"Menurut lo kenapa?"

"Lo tuh dokter Jae, lo nyembuhin orang, lo jaga kesehatan orang tapi kesehatan lo sendiri nggak lo jaga."

"Emangnya gue mau jadi dokter?"

Taerin bungkam. Dia tau kalau Jaehyun dari dulu tidak pernah tertarik menjadi dokter. Tapi, karena keinginan Ayahnya mau nggak mau dia harus mau.

"Lo tau kan gue jadi dokter karena Ayah gue. Dia pingin banget ngeliat anak kesayangannya ini jadi dokter sama kayak dia. Sekarang udah gue turutin, tapi apa balasannya? Dia malah pergi."

Entah sejak kapan mata Taerin kembali berair. Ternyata ada yang jauh lebih sulit hidupnya daripada dia, lantas kenapa dia banyak mengeluh?

Jaehyun menundukkan kepalanya. Malam ini Taerin sukses membuatnya kembali teringat pada kejadian malam itu. Malam yang paling buruk dalam hidupnya. Yang mengharuskan dia kehilangan tiga orang terdekatnya sekaligus. Ayahnya, Mamanya, dan Yuta. Malam yang seharusnya menjadi kebahagiaannya karena dia lulus, malah digantikan dengan kenangan buruk.

Kalau malam itu Taerin kehilangan satu orang dan mendapatkan kembali satu orang, sementara Jaehyun? Dia kehilangan tiga orang dan tidak mendapat kembali seorang pun. Bukan kah itu buruk? Sangat buruk. Seorang Jung Jaehyun. Anak satu-satunya dari keluarga Jung. Anak yang selalu mendapatkan kasih sayang yang lebih dari kedua orangtuanya, yang selalu mendapat dukungan penuh dari orang tuanya. Hanya dengan satu malam dia kehilangan itu semua.

Perfect | Kim Doyoung ✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now