PART 1

227K 8.6K 349
                                    

Mohon bantuan tandai tuan typo dan nyonya typo yang bertebaran

Syukron katsir, dear.....
...............

Dia Aisyah Az-Zahra. Gadis berperawakan tinggi, langsing dan berkulit putih. Zahra atau  biasa orang - orang terdekatnya memanggilnya Aisyah adalah salah satu mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyelesaikan tesisnya.

Aisyah  hari ini harus kembali ke rumah itu. Ah, rasanya dada itu semakin sesak saja saat mendekati pintu gerbang.

Bagaimana tidak, Aisyah tetaplah perempuan biasa. Meski dia mampu berpura-pura tersenyum, tetap saja dia sesak karena telah di poligami oleh suaminya di hari ke tujuh setelah pernikahan mereka.

Bahkan Aisyah sama sekali belum disentuh oleh suaminya. Bukan Aisyah menuntut hak itu. Hanya saja, dia belum tahu harus bersikap bagaimana. Aisyah menikah karena tak mau mengecewakan Abi dan Umminya.

Tapi, bukan berarti Aisyah ikhlas ketika dimadu. Apalagi dia tinggal  serumah dengan madunya.

“Assalamu'alaikum,” ucap Aisyah saat memasuki gerbang.

Ia melihat mbak Hana, istri baru suaminya sedang menyapu di halaman.

“Wa'alaikum salam Zahra,” jawab Hana sembari tersenyum menyambutnya. 

Mereka memang agak canggung. Aisyah tersenyum lalu masuk menuju lantai dua dimana sekarang menjadi kamarnya.

Iya, Hana memang mendapat kamar dibawah agar orang tua Fahri maupun orang tua  Zahra mengira Hana pembantu baru.

Bukan Zahra yang meminta. Demi Allah, itu permintaan Fahri dan mbak Hana sendiri. Karena takut pernikahan mereka diketahui orang lain.

Tok..tok..tok….

Suara pintu kamar Aisyah diketuk.

“Dek Zahra makan siang dulu. Mbak udah siapin di ruang makan. Adek kan belum makan dari siang,” kata Hana di depan kamar Aisyah.

Sebenarnya menurut Aisyah, Hana adalah wanita baik, dia memang berusaha bersikap baik pada Aisyah. Hana selalu bersikap baik dan ramah pada Aisyah. Bukan tanpa alasan, dia memang hidup sebatang kara.

Dan dia senang Aisyah  baik dan tak menolak berbagi suaminya. Tanpa Hana tahu, bahwa Aisyah sangat hancur hatinya.

Aisyah memang sangat pandai membawa diri. Dia tak pernah memperlihatkan kesedihannya kepada siapapun. Bahkan Aisyah mampu tetap tersenyum di depan orang lain meski hatinya hancur lebur.

Iya, dia Aisyah dengan segala kebesaran hatinya.
Aisyah membuka pintu kamarnya. Dia tidak keluar. Hanya tetap di depan pintu kamarnya. Dengan memaksakan diri memasang senyum diwajahnya.

“Maaf mbak, saya sudah makan tadi di kampus. Nanti makan malam saja bareng mas Fahri. Saya sedang banyak tugas kuliah hari ini,” jawab Aisyah  yang terus berusaha terlihat tenang.

“Ooh begitu. Zahra kalau butuh sesuatu bisa panggil mbak Hana yah.” Kata Hana sedikit terlihat kecewa namun tetap bernada lembut. Aisyah hanya mengangguk.

“ Maaf, saya ke dalam dulu mbak,” Aisyah  langsung menutup pintu kamarnya. Dia kembali menangis.

“Hiiks...hiks...hiiiks...”
Aisyah sesegukan menahan tangisnya. Air matanya kian menderas saja.

AISYAH WEDDING (END)Место, где живут истории. Откройте их для себя