PART 30.1

83.6K 4.3K 27
                                    

Ting!
Lift terbuka, Azka memasuki ruangannya. Dia meletakkan Aisyah yang masih digendongannya pada sofa diruang kerjanya.
Azka masih terdiam, dia menghembuskan nafas lelah. Kemudian  Azka menghubungi dokter Joe.
"Assalamu'alaikum, dokter Joe. Tolong gantikan jadwal saya pagi ini. Operasi jam 6 untuk pasien ruangan anggrek 6. Saya pening sekali. Rasanya ngga sanggup,"  kata Azka memijat pelipisnya.
Aisyah melihatnya pilu. Azka terlihat begitu lelah. Ini salahnya. Aisyah kembali menangis sesegukan.
"Terimakasih, Dok. Assalamu'alaikum,"  kata Azka mengakhiri sambungan telponnya.
Azka menatap Aisyah sekilas. Terlihat Aisyah masih menangis sesegukan. Hati Azka serasa tercubit.
"Dek, mau temani abang tiduran sebentar? Abang pusing," kata Azka lirih.
Aisyah mendongak lalu menghapus air matanya. Kini Aisyah membuka cadarnya. Lalu menghampiri Azka.
"Maaf, Abang. Maaf,"  bisik Aisyah lirih.
Azka hanya tersenyum perih.
"Mau?" Tanya Azka lagi.
Aisyah mengangguk cepat. Lalu mengikuti langkah Azka menuju kamar khusus di ruang kerja Azka.
Ceklek
Azka membuka kenop pintu, Aisyah mengikuti dibelakang.
Azka duduk diranjang kamar, Aisyah terlihat bingung dan masih berdiri di ambang pintu.
"Sini, sayang,"  ajak Azka.
Aisyah menurut, duduk disebelah Azka. Azka tak mengucapkan apapun, bahkan tak bertanya kenapa Aisyah menangis, atau membahas pertemuan dengan mantan suami Aisyah tadi. Azka hanya tiba - tiba memeluk Aisyah erat. Menghirup wangi vanila di tubuh Aisyah yang membuatnya merasa nyaman.
Aisyah terhenyak kaget, namun akhirnya dapat menguasai diri. Jantungnya berdetak cepat setiap kali berdekatan dengan Azka.
"Biarkan seperti ini, sebentar saja,"  kata Azka dengan suara serak.
Aisyah mengelus rambut Azka yang berada dipundaknya. Azka memejamkan matanya. Menikmati lembutnya tangan istrinya.
Tiba - tiba suara keributan kembali terdengar. Azka menggeram kesal. Dia melepaskan pelukannya lalu keluar dari kamar.
"Pakai cadar kamu, Dek. Kita temui mereka,"  kata Azka tegas.
Aisyah memakai cadarnya dengan tangan gemetar. Aisyah merasa takut melihat tatapan dingin Azka yang selama ini tak pernah dilihatnya.
Melihat Aisyah gemetaran, tatapan Azka melembut. Azka tersenyum tipis. Diraihnya tangan Aisyah yang gemetar memakai cadar. Azka membantu mengikatkan cadar Aisyah.
"Ayo," ajak Azka lagi.
Aisyah dan Azka melangkah keluar ruangan. Mereka memasuki lift dan turun ke bawah.
Ting!
Suara lift terbuka. Azka dengan seragam snelli kebesarannya melangkah beriringan bersama istrinya. Azka menggenggam erat tangan Aisyah. Tangan Aisyah terasa gemetar saat melihat sosok lelaki didepannya.
Azka melirik istrinya sesaat. Istrinya tampak sedikit pucat, Azka tahu pasti istrinya sangat trauma melihat mantan suami dan madunya itu.
"Za... Za... ini mas... mas mohon jangan hukum mas seperti ini. Mas minta maaf," racau Mas Fahri.
Azka hanya menatap lelaki itu dingin. Aisyah kembali mengucurkan air matanya. Dia benar - benar tak tega melihat mas Fahri sekarang sangat kacau.
"Kita bicara diluar. Anda mengganggu pasien saya. Ini rumah sakit!" Kata Azka tegas.
"Mas.. ayo..kita bicara diluar, yah,"  ajak Hana dengan suara lemah.
Azka melangkah melewati Fahri, Hana dan lelaki yang secara negara masih sah menjadi suami Hana itu. Mereka mengikuti Azka di belakang.
"Kita bicara di rumah kami,"  ajak Azka.
Mereka memasuki mobil masing - masing lalu melaju menuju rumah orang tua Aisyah.
"Kita ke rumah Ummi, Bang?" Tanya Aisyah.
Azka tersenyum tipis.
"Iya, Sayang. Selesaikan. Kita dengarkan apa mau mereka," ucap Azka berusaha tenang.
Azka mengusap air mata Aisyah. Hatinya perih melihat istrinya kembali menangisi lelaki lain.
"Ssstt...jangan siksa Abang, Dek. Abang mohon jangan menangisi lelaki lain di depan Abang,"  kata Azka dengan suara parau.
Azka menghapus air mata Aisyah. Aisyah berusaha membendung air matanya. Tapi sungguh Aisyah tidak bisa. Bahkan Aisyah bingung, kenapa air matanya terus mengalir deras. Azka terdiam. Sorot matanya menunjukkan kepedihan.
"Apa aku harus kembali mengalah dan melepasmu Ai?" Kata Azka dalam hati. Sungguh Azka mulai ragu, apa Aisyah mulai mencintainya atau tidak.
Mobil telah sampai di rumah Aisyah. Mereka semua turun. Ummi yang di teras sedang merawat tanaman anggrek miliknya kaget.
"Assalamu'alaikum,"  sapa Azka.
"Wa'alaikum salam," jawab Ummi.
Mereka semua mencium punggung tangan Ummi secara bergantian.
"Ayo masuk," ajak Ummi ramah.
Mereka semua masuk. Lalu duduk diruang tamu. Azka masih setia menggenggam tangan istrinya. Menunjukkan bahwa dia sangat ketakutan, takut kehilangan Aisyah.
Ummi mempersilahkan mereka duduk, lalu berjalan ke dapur membuatkan minuman.
"Ada apa?" Tanya Ummi sambil meletakkan minuman untuk para tamunya.
"Silahkan diminum dulu,"  tawar Ummi.
"Ummi..."  Panggil mas Fahri.
Ummi terdiam, Ummi memperhatikan dengan detail penampilan mas Fahri yang benar - benar kacau. Dia tersenyum miris.
"Ummi, maaf,"  kata mas Fahri lagi.
"Apanya yang perlu dimaafkan?" Tanya Ummi lagi.
"Ummi, Fahri mohon jangan hukum Fahri seperti ini. Fahri tahu ini pasti bukan suami Zahra kan, Ummi? Dia saudara Zahra kan? Kami masih saling mencintai, Ummi," kata Fahri penuh harap.
Air mata Aisyah mengalir deras. Azka memeluk Aisyah erat. Melepaskan amarah yang menguasai dirinya. Azka terus beristighfar.
"Ummi..." Panggil Fahri lagi.
"Jangan begini, Nak. Kalian bukan jodohnya lagi. Kamu sudah memilih wanita yang tepat. Hana yang terbaik bagimu. Aisyah bukan jodohmu,"  ucap Ummi lembut.
"Tidak! tidak, Ummi. Zahra yang terbaik. Bukan Hana! Bukan wanita manapun!" Teriak Fahri frustasi.
Hana menangis mendengar racauan Fahri. Dia tahu, Fahri terluka dengan kedatangan suami Hana yang lama menghilang.
"Za... mba tahu, Za sangat mencintai mas Fahri. Biarkan dia memperbaiki semuanya Za. Maafkan dia. Kita pulang yah," ajak Hana dengan wajah yang semakin pucat.
Azka masih diam, membiarkan mereka mengeluarkan semua yang ingin mereka katakan. Azka terus memeluk istrinya yang menangis sesegukan hingga kemejanya basah.
"Dek, mas mohon jangan hukum mas lagi," mas Fahri kembali memohon.
Aisyah tak mampu berkata apapaun, air matanya mengalir deras.
Ummi menatap putrinya lembut,
"Bicaralah, Nak," kata Ummi.
Aisyah dengan kepala terus menunduk berusaha mengeluarkan suaranya.
"Ma-maaf... mas Fahri pergilah. Aisyah sudah bersuami. Bukankah berkali - kali Aisyah katakan, Aisyah tidak bisa menerima mas Fahri lagi,"  kata Aisyah dengan berurai air mata.
Ummi akhirnya menangis. Azka masih terdiam dengan terus beristighfar. Dia sangat mempercayai istrinya.
"Mas mohon Za..." Pinta Fahri lagi dengan air mata berurai.
Azka sudah tidak tahan lagi, akhirnya angkat bicara. Azka menatap Fahri tajam.
"Sudah cukup. Silahkan anda keluar. Saya rasa urusan anda dengan istri saya sudah selesai," ucap Azka dingin. Aisyah memeluk pinggang Azka erat. Aisyah membenamkan wajahnya di dada bidang milik Azka.
"Jadi, be..benar anda su..suami dek Zahra?" Tanya Hana dengan tatapan tak percaya.
"Anda madunya bukan?! Silahkan bawa pergi suami anda! Saya tidak mau istri saya berurusan dengan mantan suaminya lagi!" Tegas Azka dengan wajah dingin. Rahangnya mengeras, Azka terlihat sedang menahan emosinya.
"Tidak! Jangan mengarang cerita kamu!" Teriak Fahri.
"Pergi!! Atau saya patahkan tanganmu jika sesenti saja mendekati istri saya!" Tegas Azka dengan tatapan tajam.
"Istighfar, Ka," ucap Ummi lirih.
Azka mengusap wajahnya kasar. Dia terus beristighfar. Aisyah semakin mengeratkan pelukannya karena ketakutan mendengar suara keras Azka.
Azka terus beristighfar berusaha menguasi dirinya. Pelukan Aisyah membuat hatinya menghangat.
"Keluarlah. Urusan sudah selesai," kata Azka dengan suara melemah.
"Ummi... Fahri mohon, Ummi..." Kata Fahri mengiba.
"Maaf. Aisyah sudah bersuami. Bukankah itu keputusanmu sendiri? Memilih Hana dan melepas putri Ummi?" Kata ummi tegas.
Fahri menunduk, air matanya mengalir deras. Rasanya godam besar menindihnya sekarang. Sangat sakit melihat Aisyah memeluk lelaki lain. Ini salahnya, menyia - nyiakan wanita sebaik Aisyah. Rasanya sangat menyesal. Tapi, tak ada yang bisa diperbuatnya lagi.
Hana mengelus perutnya yang semakin membuncit. Tubuhnya terlihat makin lemah. Hana berusaha mengajak Fahri pulang.
"Kita pulang yah. Yang terpenting dek Zahra sudah memaafkan kita,"  ucap Hana.
Fahri masih tak bergeming. Dia terus menatap Aisyah. Gadis itu tak mau menatapnya. Dia terus membenamkan wajahnya di dada bidang milik suami barunya.
Akhirnya Fahri menyerah, mereka keluar dari rumah dengan berurai air mata. Hana melihatnya semakin sakit. Hana yakin, Fahri sangat mencintai Aisyah sekarang. Tapi dia terlambat menyadarinya.
Aisyah tak kunjung melepas pelukannya. Ummi masuk ke dalam kamar untuk berwudhu dan sekedar sholat sunnah menenangkan hatinya.
"Ehem! Enak ya neng peluk - peluk abang sayang," goda Azka mencairkan suasana. Azka memang lelaki luar biasa. Dia tak akan pernah membiarkan Aisyah menangis. Tidak akan pernah, meski dia harus bertingkah konyol dan menggelikan asal Aisyah tertawa itu akan dilakukannya.
Aisyah melepas pelukannya. Dia menutup wajahnya dengan telapak tangannya.
"Ish.. baju abang basah kena ingus!" Kata Azka dengan nada bercanda.
"Ih, bukan ingus tahu!" Jawab Aisyah gemas.
Azka terkekeh melihat istrinya. Dia mencubit pipi tembem istrinya.
"Tuh, lihat! Ini ingus neng!" Kata Azka lagi.
"Abaaaaang....ih...bukan!!!" Elak Aisyah lagi.
Azka tertawa lepas mendengar istrinya mulai kesal. Rasanya menggoda Aisyah menjadi hobi barunya sekarang.
"Jangan panggil eneng, Abang!" Tegas Aisyah dengan bibir mengerucut di balik cadarnya.
"Kamu jangan panggil abang kalo gitu. Emang Nadia. Kita bukan adek kakak Ai,"  kata Azka lembut.
"Ehmm... panggil om boleh?" Goda Aisyah.
"Tentu saja boleh tante!" Teru Azka.
"Ih! Ngeselin! Emang Ai tante - tante girang," gerutu Aisyah.
Azka terkekeh geli. Dia memeluk kembali istrinya. Mencium kening Aisyah lama.
"I love you so much, Khumairaku,"  bisik Azka.
Aisyah tersenyum malu - malu mendengarnya. Aisyah yakin, dia sangat mencintai dokter sarap didekapannya ini. Eh, dokter syaraf.




'I love you so much.....

AISYAH WEDDING (END)Where stories live. Discover now