44. Wanita di Masa Lalu

22.3K 1.9K 372
                                    

Laurin dengan cekatan merias wajah Rega agar tampak lebih tampan saat tampil di panggung nanti. Dia sudah terbiasa menggantikan Mbak Dinda karena akhir-akhir Mbak Dinda sering mengikuti beberapa seminar.

"Eh katanya lo ada tawaran main sinetron sama FTV ya? Tawaran di S*TV tukang somay jatuh cinta, di R*TI judulnya tukang somay naik haji, kalau di Tr*ns TV investigasi somay boraks. Kalau di Ind*siar tukang somay kena azab. Kenapa nggak lo ambil?" tanya Laurin. Ia masih fokus menyapukan eye shadow ke kelopak mata Rega.

"Enggak. Gue cuma ambil tawaran film sama konser doang. Lo kan tau sendiri kalau gue orang sibuk, sering ikut olimpiade," jawab Rega sedikit kaku, merasa sedikit canggung berada di dekat Laurin dalam radius kurang dari 1 meter.

"Nah udah selesai nih." Laurin tersenyum seraya membereskan alat-alat make-up nya. "Eh ngomong-ngomong, katanya Delton mau pemilihan kepala sekolah. Calonnya Pak Jaka sama Pak Prabu. Kalau lo jadi pengurus yayasan, lo pilih yang mana?"

"Nggak tau." Rega mengedikkan bahu. "Dua-duanya sama-sama kompeten."

"Iya nih. Daripada ribut-ribut, mending kepala sekolahnya dua aja. Pak Prabu shift pagi, Pak Jaka shift malam. Mantul nggak tuh?"

Rega terkekeh spontan menjitak ringan kepala Laurin. "Mantul pala lo!"

"Rega, ayo siap-siap!" seru salah satu staff.

"Eh, gue manggung dulu ya. Kalau lo kecapek'an, lo tiduran aja di sofa. Ingat, jangan sampai sakit lagi!" kata Rega mengingatkan.

"Ashiyaaaap!" sahut Laurin.

Rega pun segera pergi ke belakang panggung untuk mempersiapkan diri. Sedangkan Laurin menggunakan waktunya untuk mengemasi barang-barang agar mereka tak terlalu malam pulang ke apartemen.

Seorang wanita berusia 39 tahun diam-diam mengintai Laurin dari balik tembok ruangan. Mata wanita itu berkaca-kaca. Sudah belasan tahun hatinya dihardik rasa rindu yang menghujam. Belasan tahun yang lalu, wanita itu meninggalkan seorang bayi perempuan yang masih berusia 5 bulan dan menikah dengan seorang pengusaha kaya raya.

"Laurin?" sapa wanita itu keluar dari persembunyiannya.

Laurin menoleh. Matanya membelalak, mendapati seorang wanita yang ia rasa tak layak dipanggil dengan sebutan ibu. Namanya Margareta Stevani. Orang biasa memanggilnya Nyonya Reta, seorang sosialita yang hobi mengoleksi tas branded limited edition. Dia sekarang bekerja sebagai designer yang mempunyai puluhan butik yang tersebar di berbagai daerah.

Laurin menoleh ke kanan dan ke kiri, mengamati keadaan sekitar. Ia kemudian mengajak Nyonya Reta berbicara ke tempat sepi agar ia lebih leluasa mengusir wanita itu dari hadapannya tanpa perlu khawatir ada orang yang curiga tentang hubungan di antara mereka.

"Ada perlu apa tante ke sini?" tanya Laurin sinis seraya melipat tangan.

"Tante? Kamu masih memanggil Mama dengan sebutan tante?" kata Nyonya Reta tak terima.

"Terus, saya harus panggil apa? Mama? Buat apa saya harus memanggil orang yang telah membuang saya dengan sebutan mama?"

"Laurin." Nyonya Reta mulai meraih tangan Laurin lalu menggenggamnya erat. "Meskipun Mama tidak membesarkan kamu, tapi Mama adalah orang yang telah melahirkan dan menyusui kamu. Kamu adalah darah daging Mama, Nak."

Laurin menghempaskan tangan Nyonya Reta. "Terima kasih telah melahirkan dan menyusui saya. Mungkin ucapan itu tidak cukup bagi anda. Tapi sudah berulang kali saya bilang. Jangan temui saya lagi!"

"Laurin, Mama hanya ingin melihat wajah kamu. Mama juga ingin memastikan kamu baik-baik saja."

"Saya baik-baik saja. Dan sekarang anda bisa pergi," usir Laurin tegas.

"Laurin, Mama tidak tega melihat kamu bekerja sebagai bodyguard. Kamu harusnya menghabiskan waktu remajamu untuk belajar. Bukan untuk bekerja."

"Apa tante masih menyelidiki semua aktivitas saya?" Laurin tersenyum sinis, tak percaya. "Oooh baiklah. Anggap saja tante sudah berhenti melakukan hal itu. Mungkin saja tante tahu dari berita viral yang beredar."

"Laurin, berapa kali Mama harus bilang ke kamu untuk menjaga kulit wajahmu. Kamu kan tahu sendiri kalau kulit wajahmu itu sangat sensitif dan perlu perawatan khusus."

Mulut Laurin menganga sejenak lalu tertawa meremehkan. "Nggak usah sok perhatian! Sekarang, mendingan anda pergi! Pergi!" bentaknya emosi.

"Baiklah. Mama akan pergi." Dengan hati perih, Bu Reta berjalan lesu menuju pintu keluar.

Laurin mendongakkan kepala, mencoba menahan air mata yang nyaris tumpah. Ia terlonjak ketika seseorang menyentuh pundaknya dari belakang.

"Rega?"

Mata Rega memicing. "Apa lo kenal dengan wanita tadi?" tanyanya.

"Enggak," jawab Laurin cepat.

Rega menangkap gelagat mencurigakan. Dia tahu bahwa Laurin berbohong, membuat Rega semakin penasaran tentang apa yang disembunyikan Laurin tentang hubungannya dengan Nyonya Reta, designer terkenal yang kerap kali menjuarai perlombaan fashion di manca Negara. Rega kenal wanita itu.

😎😎😎😎😎
Selasa, 26 Maret 2019

Vote dan komen buat penyemangat

Udah follow IG ku belum?

IG => zaimatul.hurriyyah

K-U (Kelas Unggulan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang