86. Mengenal Cinta

19.9K 2K 215
                                    

"Lo harusnya bersyukur karena Tuhan masih ngasih lo waktu buat tetap tinggal di dunia ini. Lo nggak tau kalau di luar sana banyak orang yang ingin memiliki waktu kayak lo," imbuh Shem.

"Lo tau apa tentang gue? Lo nggak tau apa-apa tentang gue. Cepat atau lambat, gue bakalan mati. Penyakit gue nggak akan pernah bisa disembuhkan," bentak Chika. Tangisnya mendadak semakin membuncah.

"Semua orang juga bakalan mati. Lalu kenapa lo mau mati sekarang kalau lo bisa mati besok, lusa, tahun depan, atau bahkan beberapa tahun lagi?" sanggah Shem.

Chika menggeleng. "Gue nggak punya masa depan. Gue bakalan jadi orang yang merepotkan saja."

Perlahan, Shem berjalan mendekat. Dia mengulurkan tangannya ke arah Chika. "Lebih baik merepotkan daripada membuat orang yang lo sayang jadi sedih."

Tangis Chika terhenti. Hanya terdengar suara sesenggukan. Dia menatap uluran tangan Shem dan mulai berubah pikiran.

"Turunlah!" bujuk Shem. "Seenggaknya, lo masih punya waktu buat orang-orang yang lo sayang."

Tangis Chika mereda. Chika perlahan meraih tangan Shem. Namun, kedua kakinya kehilangan keseimbangan hingga membuatnya terjatuh dari atas kursi. Untungnya, Shem bergegas menangkapnya. Mata mereka saling bertatapan sebentar sebelum Shem menurunkannya. Sejak saat itu, Chika mengenal apa itu cinta.

"Chika!" Laurin berjalan cepat, lalu memeluk Chika erat-erat. "Jangan bertindak bodoh lagi, Chik. Lo masih punya banyak orang yang sangat sayang sama lo. Gue nggak mau kehilangan elo."

"Makasih, Rin. Makasih karena lo tetap mau jadi sahabat gue meskipun lo tau penyakit gue sebenarnya."

***

Rega dan Shem berjalan santai menuju mobil. Sesekali Rega melirik ke arah Shem yang terlihat selalu acuh pada orang-orang di sekelilingnya. Tak Rega sangka, Shem bisa begitu peduli pada nyawa orang lain.

"Kenapa lo peduli banget sama Chika? Lo kenal sama dia?" tanya Rega penasaran.

Shem menggeleng. "Enggak. Gue sama sekali nggak kenal sama dia."

"Terus?"

"Gue cuma pernah lihat dia di rumah sakit saat dia sedang asyik memberi makan kucing."

"Lo suka sama dia?"

"Enggak." Shem menggeleng. "Gue hanya nggak suka cara dia mengakhiri hidup. Lo tau sendiri kalau nyokap gue udah koma tujuh tahun. Seharusnya cewek itu bersyukur karena Tuhan masih beri dia kesempatan buat bersenang-senang dengan keluarga dan teman-temannya. Nggak seperti nyokap gue yang hanya bisa bernafas."

Rega terkekeh pelan. "Gue nggak nyangka. Seorang Shem Brigit Arnawama ternyata punya sisi baik juga," cibirnya.

"Ish!" Shem mendorong kepala Rega. "Seenggaknya gue nggak songong kayak lo."

Mereka berdua memasuki mobil, menunggu Laurin yang masih asyik bercengkrama dengan Chika.

"Kira-kira Chika sakit apa ya?" tanya Rega penasaran. "Di dunia ini ada banyak banget penyakit yang nggak bisa disembuhkan."

"Kalau lo tau apa yang diderita Chika, gue yakin lo bakal melarang Laurin berteman sama dia," batin Shem.

Pikiran Shem mulai melayang, mengingat saat ia tak sengaja melihat Chika di rumah sakit ketika Chika sedang asyik memberi makan kucing.

Saat itu, Chika tak menyadari jika Shem memperhatikannya dari kejauhan. Shem mulai ingat jika Chika pernah bersekolah di Delton International High School. Entah sebab apa Shem tertarik untuk mengikuti Chika diam-diam. Namun, ia menemukan fakta mencengangkan bahwa Chika mengidap HIV.

Shem bukanlah siswa SMA biasa. Dia memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Wawasannya sangat luas termasuk wawasan dalam bidang kesehatan. Di rumah sakit, para penderita HIV diberi kode khusus di mana hanya sedikit orang yang mengetahui apa arti kode khusus tersebut. Salah satu fungsi pemberian kode khusus itu adalah untuk menjaga kerahasiaan penyakit yang diderita pasien.

"Eh maaf ya. Aku lama."

Shem terkesiap saat Laurin membuka pintu mobil dan duduk di sebelah Rega.

"Ini langsung pulang kan, Yang?" tanya Rega.

"Iya," timpal Laurin.

"Rega sangat over protective sama pacarnya. Sepertinya ... gue harus tutup mulut tentang penyakit yang diderita Chika. Gue yakin Rega tau kalau HIV nggak bisa ditularkan melalui udara, air iur, ataupun keringat. Tapi kalau cinta, dia bisa jadi paranoid dan merusak persahabatan Laurin dan Chika. Gue kenal siapa Rega," batin Shem.

"Eh habis ngantarin aku pulang ke asrama, kamu ada jadwal syuting nggak?" tanya Laurin.

"Nggak ada," jawab Rega. "Aku mau pulang ke rumah buat ambil mobilku yang satunya. Anak sultan mah bebas."

"Tuh kan kumat deh sombongnya!" Laurin berdecak.

"Anak sultan wajib sombong dong."

"Sombong tuh dosa tau!"

Shem menghela napas jengah seraya memutar malas kedua bola matanya. Dia bergegas memasang headset di kedua telinganya karena terlalu jera mendengar Laurin dan Rega yang tak bisa berhenti berdebat.

📚📚📚📚📚
Sabtu, 4 Mei 2019

Rame = double update😘
wkwkwk

Salam,
Author paling rewel

K-U (Kelas Unggulan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang