III | CALADIUM

3.1K 679 325
                                    


Sebulan berlalu semenjak Nenek ninggalin kita.

Gue, Kak Bian, Hansel masih gak tahu penyebab kematian beliau. Dokter yang melakukan autopsi pada Nenek juga gak menemukan luka atau senyawa kimia mematikan di tubuh nya. Maka sampai detik ini, tim medis percaya Nenek tewas karena serangan jantung.

"Mae, lo bulan depan ujian kan?" Kabi, pertanyaan lo ngerusak selera makan gue tahu gak.

"Kenapa emang?"

"Mau les gak? Atau apa kek gitu buat nambah belajar. Lo sebisa mungkin harus dapet kampus lokal. Jangan kayak si Hans!"

Hans yang tengah mengunyah telur langsung mendelik. "Kok gue sih?!"

"Santai aja, gue juga belum mau kuliah kali."

Kepala gue langsung kena jitak dari dua arah.

"MAU JADI APA LO KALO GAK SEKOLAH, MAEMUNAH?!"

Jujur saja, gue belum kepikiran sama sekali mau melanjutkan studi di jurusan apa. Gue gak berminat dan merasa gak mampu dalam hal apapun.

But I do great at roasting people, thats my super power.

Banyak orang bilang gue bisa saja jadi atlet atau penari, sebab postur tubuh gue dinilai cukup atletis. Tapi gue gak suka bergerak plus hobi gue hibernasi di kamar. Terus gue harus apa?

"Mae, keadaan sekarang berubah. Lo gak bisa males - malesan kayak dulu. Kalo gak kita yang berusaha, siapa lagi?" Yak, Kak Bian sudah mulai ngoceh sodara sodara.

"Iyee, udah ya gue sekolah dulu biar pinter!" Gue sukses kabur.

Iya gue paham Kak Bian khawatir sama masa depan gue, but hey gue juga butuh proses buat adaptasi sama situasi baru yang 'semakin buruk' ini.

Gue sudah hampir kehilangan segalanya. But Nenek said, "It's fine to lose everything as long as we're not losing ourselves." Gue akan selalu ingat itu.

Hari ini cuman try out, jadi semua murid kelas 3 dipulangin lebih awal. Gue tadinya mau main ke kafe internet, tapi uang gue gak cukup. Jadi gue cuman beli cigars habis itu pulang ke rumah. Tenang saja, setiap senin Kak Bian sama Hans pulang sore, jadi gue gak akan ketahuan.

"Loh? Kunci gue mana ya?" Nampaknya semesta mengutuk gue. Kunci rumah yang biasanya gue simpan di tas, hilang.

"Ah, shit lah." Bakal jadi apa gue di depan pintu nungguin kakak - kakak gue pulang 5 jam lagi.

Sampai akhirnya, gue ngelihat mobil milik penghuni rumah sebelah baru pulangㅡdulu rumah itu adalah milik Nenek. Dan fyi, rumah itu resmi terjual di hari Nenek meninggal. Kebetulan banget kan?

"Oke Mae, sebagai warga yang baik, lo harus sesekali menyapa tetangga baru." Gue menginjak batang tembakau yang masih tersisa setengah itu lalu berjalan ke rumah sebelah dengan percaya diri.

Saat sampai di depan pintu nya, gue malah bingung. Haruskah gue mengetuk pintu, atau memencet bel, atau langsung saja teriak 'oyyy, ini gue tetangga lo!', tapi option terakhir terdengar kurang bermoral sih.

"Fine then I'll justㅡ"

Pintu nya tiba - tiba terbuka. Si penghuni rumah itu cukup terkejut melihat eksistensi gueㅡmasih dengan posisi seperti orang mau mengetuk. Gue hanya bisa menahan malu sambil merubah gesture tangan menjadi pose hormat.

"Salam, tetangga." Bodo amat gue malu - maluin.

Tetangga gue ini ternyata laki - laki. Aneh. Padahal gue beberapa kali dengar suara perempuan di rumahnya.

Predators Next Door [DAY6 Wonpil]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang