BROKEN HEART

7.3K 217 23
                                    

Dalam sekejap, cahaya itu berubah menjadi gelap. Kerinduan yang tertahan berubah menjadi kepedihan akan luka pengkhianatan, begitu perih.
Rencana indah, yang tersusun rapi kini porak poranda. Andai waktu bisa berputar, mungkin pilihan untuk menunggu yang akan diambil.
Inda masih sesegukan di dalam taxi, sedari tadi sopir taxi terus memerhatikan Inda, namun dia enggan untuk jauh mencampuri urusan penumpangnya, meski rasa kasihan menggelayut hatinya.
"Miss, kita sudah sampai, ini adalah tempat yang saya rekomendasikan buat Miss, saya tidak bisa bantu apa-apa, tapi di sini tempat yang cocok buat melepaskan apa yang kita rasakan," tutur sopir taxi itu, sembari membukakan pintu untuk Inda, sesaat setelah taxi berhenti tepat di depan sebuah taman yang gak terlalu ramai, namun hamparan bunga warna warni dan pepohonan rindang memberikan kesan kesejukan dan kedamaian.
"Thank you, Sir. Ini sudah lebih dari cukup, tempatnya bagus dan saya rasa ini cocok untuk saya saat ini," tutur Inda lembut sembari menghapus jejak air mata dari pipinya. Dia mengulurkan beberapa lembar uang ke supir taxi, kemudian tersenyum manis.
Kakinya mulai melangkah, lemah.
"Miss, cobalah pergi ke sebelah sana, di sana ada pohon rindang yang jarang ditempati, namun pemandangan di depannya sangat bagus, Miss bisa melihat hamparan bunga tapi tempatnya sedikit menanjak!" teriak supir taxi itu disambut anggukan lemah Inda.
Inda berjalan mengikuti arah tangan supir taxi yang membawanya ke taman ini.
Saat berada di tempat yang dimaksud supir taxi tadi, mata Inda terbelalk takjub, ada sebuah pohon yang berada di atas bukit kecil, pohon yang rindang dan sejuk karena angin terus berembus, menggoyangkan dedaunan pohon itu. Bukit hijau, hamparan daun-daun yang gugur seperti menyelimuti atas bukit, belum lagi pemandangan di depannya, hamparan bunga warna-warni. Inda buru-buru mendaki, tak terlalu tinggi.
Sesampai di sana, Inda menghirup kesejukan, menghempaskan dirinya di atas hamparan dedaunan kering. Begitu damai, hingga sesaat dia melupakan luka di hatinya.
Namun luka itu begitu perih, ingatan penghianatan kembali menggambar di pelupuk matanya, lagi dan lagi air mata itu keluat tanpa pemirsi, membasahi pipi Inda.
Bukan air mata saja, isakan kecil terdengar dari Inda.
"Aaaaaaaaa!!!!" Isakan itu berubah sudah menjadi teriakan. "Aaaaaaa!!!!"
Inda terus berteriak, meluapkan luka di hatinya.
"Kamu jahat! Jahat!"
"Aku baik kox."
Alangkah terkejutnya Inda mendapati siapa yang menjawab ucapannya.
"Kamu?" teriak Inda, membuat pria itu mengusap telinganya yang nyilu akan suara tinggi Inda.
"Bisa enggak jangan histeris setiap lihat diriku, aku tahu aku itu mengagumkan," ucapnya dengan nada angkuh, seperti biasa.
"faba, gue lagi gak mood untuk bercanda apalagi berdebat, mending loe melawak di tempat lain saja," umpat Inda sembari memalingkan wajahnya.
"Faba? Sejak kapan loe panggil gue Faba? Gak mau berdebat tapi mulai ngajak berdebat," ucapa pria itu yang kini sudah duduk di samping Inda.
"Mau ngapain loe?"
"Gak lihat gue ngapain? Ya duduklah, nikmatin pemandangan di depan yang begitu cantik, seperti dirimu."
"Wah luar biasa, Fabarian sang playboy cap tikus mulai mengeluarkan jurusnya. Sorry gue bukan perempuan-perempuan bego yang ngejar-ngejar loe gak jelas itu."
"Itu salah satu alasan kenapa gue suka sama loe."
Pletak
"Au sakit, gila loe ya...  kepala bangsawan ini, main dipletakin aja!"
"Rasain loe."
Inda tersenyum kecil melihat tingkah Fabarian yang tengah mengusap-usap kepalanya, begitu lucu menurut Inda.
Fabarian menyadari Inda tengah memerhatikannya, dia menghentikan aksinya dan menangkap senyum manis Inda.
"Tu kan, kalau senyum gitu manis, meski garang kex kucing garong," tutu Fabarian sambil terkekeh.
Plak
"Au, gilaa loe yaaa!" umpat Fabarian kesal, sekarang lengannya jadi sasaran tangan Inda.
Inda terkekeh melihat Fabarian.
"Is, loe kalau galau jadi sadis begini, ya? Parah, habis jangan-jangan si Rae kalau buat loe marah."
Inda terdiam saat nama itu terdengar di telinganya. Hatinya kembali berdenyut sakit, sandiwara penghiantan kembali memutar di kepalanya. Airmata itu tumpah lagi.
"Hey, hey jangan menangis, duh...  maaf aku gak maksud...."
Inda bukannya diam malah makin terisak. Fabarian jadi bingung sendiri, namun dia gak tega melihat Inda menangis, tanpa sadar tangannya merangkuh Inda, membawa Inda dalah pelukannya.
"Menangislah, jika itu biaa membuatmu lega. Aku akan melindungimu, menghapus airmatamu, meski jujur.... aku pun tak tahu bagaimana caranya bersikap pada perempuan, ini pertama untukku," tutur Fabarian sembari memeluk Inda. Perlahan tangannya mengelus surai panjang Inda.
"Kami jahat Rae, kamu jahat! Kamu tega khianati aku, aku benci kamu Rae, benci!" teriak Inda meluapkan emosi yang membekam di hatinya.
Fabarian hanya terdiam, membiarkan Inda melepaskan unek-uneknya, tangannya terus membelai lembut rambut Inda, mengeratkan pelukannya, membawa Inda jauh lebih dalam terbenam di dadanya.
Kecupan hangat mendarat mulus di pucuk kepala Inda, Fabarian merasakan getaran yang selama ini tak pernah ia rasakan, kini dia makin sadar, Inda wanita yang spesial, yang ia inginkan.

MY POSSESSIVE HUSBANDWhere stories live. Discover now