07. Hadiah

97.6K 8.1K 105
                                    

Lagu senam poco-poco yang bergema dari rumah bu RT bahkan lebih enak didengar daripada suara ganteng Shawn Mendes dan suara seksi Camila Cabello yang berduet menyanyikan lagu Senõrita.

Selama seminggu ini Senõrita menjadi lagu kesukaanku, sehingga aku menjadikannya nada dering telepon. Namun, saat lirik ‘You say were just friend. But friend don’t know the way you taste lalala~’ bergema dari ponselku dan menginfokan jika ada telepon dari si kampret Dewangga Nasution aku jadi tidak begitu menyukai lagu ini.

Yaelah ngapain coba, tuh, bocah tengik telepon gue pagi-pagi? Tolong, ya, ini hari Sabtu! Gue pengen tidur sampe siang!

Aku menghela napas panjang seraya berharap Dewa mungkin salah sambung karena pria itu baru bangun dan matanya masih setengah terpejam. Karena jelas pasti ada sesuatu yang penting nan menyebalkan kalau sampai bosku itu rela meneleponku pagi-pagi sekali di hari libur begini.

“Halo. Selamat pagi, Mas Dewa! Ada yang bisa saya bantu, Mas?” sapaku ramah.

“Pagi juga, Pitaloka. Kamu sibuk hari ini?” tanya Dewa di ujung sana.

Kalo rebahan adalah sebuah kesibukan, maka ya, gue sibuk. Super duper sibuk.

“Nggak, Mas. Kenapa, ya?”

Tolong cariin hadiah buat pertunangan Yuki nanti malam!” perintahnya.

“Hadiah apa Mas?” tanyaku  bingung.

Hadiah untuk pertunangan Yuki, Pitaloka.”

Yeh, kampret! Kalo itu gue juga tau! Maksudnya hadiahnya jenis apa? Lingerie?

“Maksud saya hadiahnya apa, Mas?”

Terserah kamu saja, Pitaloka. Pakai uang kamu dulu, ya? Nanti saya ganti.”

“Ta-tapi, Mas, say—“

Tut ... tut ... tut ....

Sialan! Dimatiin dong!

Sekali lagi aku mengembuskan napas kasar. Setelah itu aku mencari kontak Ayu dan menelepon gadis itu. Aku mengajak Ayu ketemuan di mal GI yang untungnya langsung disetujui oleh sahabatku itu.

***

“Yaelah, Yu. Mau beli hadiah apa coba buat Yuki?” keluhku seraya berdecak kesal.

Ayu memasukan ponselnya ke dalam tas. “Beliin barang kesukaan dia aja.”

Aku memutar bola mata malas. “Gue aja baru sekali ketemu Yuki. Gimana bisa gue tau barang kesukaannya apa!”

“Lo bilang dia keturunan Jepang, ‘kan?”

Aku mengangguk. “Ho-oh”

“Yaudah beliin aja sushi,” ujar Ayu enteng.

Aku melotot ke arah gadis itu. “Sushi? Are you fucking kidding me? Ya, kali gue beliin sushi! Mending kalo Yuki buka kadonya hari itu juga, kalo seminggu kemudian? Udah basi dong digerumut belatung. Terus Yuki ngadu sama Dewa dan akhirnya gue dipecat. Lo tau, kan, belanjaan gue masih teronggok di keranjang Shopee? Terus cicilan mobil masih dua tahun lagi.”

Trapped  (Terbit) ✓Where stories live. Discover now