23. Bali (D); Pantai

79.8K 6.8K 40
                                    

Sekarang aku sadar. Kalau kita tidak boleh membenci seseorang yang belum  kita kenal tanpa alasan. Karena bisa jadi, orang yang kita benci justru adalah orang pertama yang mengulurkan tangan saat kita kesulitan.

Seperti kasusku. Tadi aku begitu tidak menyukai Agnia tanpa alasan, tapi sekarang justru Agnia-lah yang membantuku saat aku tengah terkena musibah. Ternyata benar, seharusnya kita tak perlu menebar benci jika kita bisa memberi kasih. Ini adalah pelajaran berharga yang akan aku ingat sampai mati.

“Pelan-pelan,” ujar Agnia seraya menuntunku keluar kamar mandi. Gadis itu baru saja membantuku untuk buang air kecil.

Thanks.”

Agnia mengangguk. “Gimana kaki kamu? Kayaknya parah, ya?”

“Tadi sama dokter udah di-rontgen, sih, nggak papa. Cuma terkilir sedikit,” jelasku.

“Maaf, ya, gara-gara mantan pacar kakakku yang nggak jelas itu, kamu jadi sakit begini.”

“Nggak papa, kok,” ujarku seraya tersenyum.

Agnia menghela napas kasar. “Harusnya aku tau kalo Rola itu sakit jiwa. Kamu tau nggak, sih, Pita? Dulu aku juga suka di spam chat nggak jelas cuma karena foto pelukan sama Dave yang notabene kakakku sendiri.”

“Kupikir tadinya Rola cuma bercanda, tapi karena sering begitu aku jadi curiga kalo Rola punya kelainan jiwa. Makanya aku suruh Dave putusin dia. Eh, abis kakakku putusin, tindakan cewek itu malah makin gila.”

Aku memelototkan mata tak percaya. “Serius sampe separah itu? Dia juga cemburu sama kamu?”

“Iya. Dia maki-maki aku bitch, slut, murahan. Aku kaget dong, makanya aku cerita ke Dave dan kakakku langsung putusin Rola.”

“Ya ampun ... parah banget, sih, itu,” ujarku seraya bergidik.

Agnia mengangguk setuju. “Ngeri banget, ‘kan? Tapi kamu tenang aja, Dave sama Mr. Will lawyer keluarga kami bakal ngurus ini semua. Jadi, kamu nggak perlu khawatir. Aku janji, Rola nggak bakal nyentuh kamu lagi, seinci pun.”

Aku mengangguk mengerti. “Thanks.”

“Oh, ya, Pitaloka, harusnya kamu kasih pelajaran ke Dave biar dia nggak seenaknya lagi dong. Gara-gara dia seenak jidat ngaku-ngaku jadi pacar kamu, kamu jadi luka gini, ‘kan? Aku ikhlas, lho, kamu nampar dia sekali.”

Aku tertawa kecil. “Nggak papa. Itu juga aku yang mau, kok. Ya, kesepakatan bersama.”

“Enak di Dave nggak enak di kamu,” ujar Agnia seraya memutar bola mata malas. “Tapi serius, aku memawakili Dave benar-benar minta maaf atas kejadian ini.”

Aku mengangguk mengerti. “Iya, nggak papa, kok. Lagian yang salah, kan, Rola. Bukan Dave atau siapa pun.”  Aku tersenyum getir. “Dia yang dorong aku ke kolam renang.”

“Kuharap gadis sinting itu dapat hukuman setimpal!” seru Agnia berapi-api yang langsung aku amini dalam hati.

***

Sebab kaki sakit, alhasil seharian ini aku cuma bisa berdiam diri di kamar. Padahal dua hari lagi aku dan Dewa dijadwalkan kembali ke Jakarta. Rencana liburanku gagal total dan itu sangat menjengkelkan. Kapan lagi bisa liburan ke Bali gratis kaya sekarang? Tanpa biaya sepeserpun selain membawa badan? Aku yakin kejadian seperti ini tidak bakal terulang sampai sepuluh tahun ke depan. Huft, menyebalkan!

Trapped  (Terbit) ✓Where stories live. Discover now