21.24 PM

22 6 14
                                    

"Mas."

"Hm?" Erlangga sedikit kaget, gadis di sebelahnya baru saja nampak tidur kembali, namun tiba-tiba terbangun dan memanggilnya. Eh, benar-benar memanggilnya atau bukan sih?

"Baju lo gakpapa? Gue ngerasa bersalah nih," ucap Envira dengan nada memelas. Lelaki di sebelahnya tersenyum kecil.

"Nggak papa, saya bukan orang yang gampang jijik."

"Tapi 'kan itu ingus, kalau air mata gakpapa!" sergah Envira tidak terima, dia benar-benar merasa bersalah sekarang.

"Terus gimana?" ucap lelaki itu lembut, begitu lembut hingga Envira menahan nafasnya.

"Ya gak tau, gue ngerasa gak enak aja."

Tanpa disangka, lelaki itu tertawa. "Gapapa kali, lagipula kamu udah bersihin pakai tisu tadi."

Sebelum gadis itu berhasil mengatakan sesuatu, sosok di sebelahnya berkata lagi, "kalau mau bilang, 'bekasnya 'kan ada?', jawaban saya, 'semua yang terjadi bakalan meninggalkan bekas, hati saya juga'."

Envira terdiam, menatap mata kelam bak obsidian itu seksama. Seperti terlarut, ia mulai merasakan sesuatu yang menyengat kecil.

"Oh ya, nama lo siapa?" Mata Envira berpaling, tidak tahan lama-lama menatapnya. "Jangan geer ya, gue cuma pengen tahu aja. Kalau gak mau ngasih tahu ya gakpa--"

"Erlangga Nahreza," tungkas lelaki itu cepat. "Kamu?"

"Envira Rasyana."

"Eh, apa?" Mata lelaki itu sedikit melebar, lalu sedetik kemudian membuang pandangan ke arah lain.

Envira mendelik—menangkap sesuatu yang mencurigakan, ia langsung bertanya, "Ada apa?"

"Eng ..., saya ..." Lelaki itu menggaruk tengkuknya kecil, lalu memberanikan diri bertanya. "Cuma kayak gak asing aja sama nama kamu."

Envira terdiam sejenak.

"Lo kok formal banget sih? Berasa adek yang gak sopan gue." Envira bersedekap dada, sembari mendongakkan kepala.

"Terus mau kamu apa?"

"Setidaknya pakai lo-gue atau apa lah."

"Saya nyamannya gini, kalau kamu nyaman begitu, terserah kamu," balasnya dengan senyuman manis. Envira sedikit frustrasi melihatnya. Apalagi mengingat fakta bahwa dia mirip—ah, bahkan seperti pinang dibelah dua. Benar-benar mirip, walaupun ia sendiri kurang yakin dengan suara miliknya yang berbeda.

Gadis itu terdiam, pandangannya melemah. Jujur saja, dahulu sewaktu hubungan Mas Raka dengan kakaknya belum menginjak hubungan yang serius, Envira dengan jahatnya pernah menyukai lelaki itu. Iya, kalian tidak salah mendengar, Envira pernah menyukai Mas Raka! Haha, namun tidak berlangsung lama, setelah melihat kesungguhan hubungan mereka berdua. Sejak saat itu, ia mencoba melupakan semua hal tentang Raka. Semuanya, tanpa terkecuali.

Akan tetapi ...

"Lo beneran bukan Mas Raka, 'kan?" Jantung Envira berdetak kencang, dia ingin berteriak saja sekarang.

"Kamu masih bahas itu lagi?" sahut lelaki itu lelah. "Coba tanya sesuatu deh, saya pasti gak tahu."

"'Kan lo bisa bohong nanti!" tutur gadis itu cepat.

"Yaudah, saya tanggepin deh omongan kamu." Erlangga mulai serius, menatap lurus ke arah manik mata gadis itu. "Mau kamu apa? Saya buktiin kalau saya bukan Raka atau siapalah itu."

"Oke." Envira menarik nafas, lalu menghembuskannya perlahan. Gadis itu mendekat ke arah wajah Erlangga, membuat empunya mengerjapkan mata bingung.

"Mas Raka, gue suka sama lo, sejak lama."

Entah mengapa, Envira merasa ada sedikit perubahan ekspresi dari Erlangga.

"Udah dari dulu, pas gue kelas 11 akhir, pas pertama kali lo ke rumah gue." Nada itu mulai murung, Erlangga memperhatikan gadis itu lekat.

"Lo deket banget sama Mbak Acha, gue kira cuma sahabatan," ucap Envira dengan nada getir. "Abisnya lo sering ngajak ngomong gue, jahilin gue, ngacak rambut gue, nyubit pipi gue."

"Hehe, lo bener." Envira tersenyum manis, matanya menyipit. "Gue emang bodoh, karena segitu gampangnya baper sama calon pacar kakak sendiri."

"Tapi tenang aja kok!" Envira mengepalkan tangan, bersikap ceria. "Gue sekarang udah move on!"

Keadaan hening, tatapan Envira mulai melemah, lagi. Kini ia memilih menyandarkan kepalanya di jendela.

"Udah ah, gue percaya kalau lo bukan Mas Raka," ucapnya dengan helaan nafas panjang. "Tenang aja, gue--"

"Saya juga suka sama kamu."

"Hah?"

***

"Hah?"

"..."

Double YouWhere stories live. Discover now